Pulpa
Normal
Pulpa yang berfungsi normal pada umumnya
berespon terhadap berbagai stimulus (panas atau dingin). Pulpa normal merespon
terhadap panas atau dingin dengan nyeri yang ringan yang terjadi selama kurang
dari 10 detik. Juga perkusi pada gigi tidak menimbulkan respon nyeri.
Bagaimanapun normal pulpa tidak akan merespon terhadap tes suhu. Jika kanal
pada akar mengalami kalsifikasi karena proses penuaan, trauma, plak yang
menempel atau penyebab lainnya, tes suhu tidak akan memberikan respon selama
pulpa gigi pasien tetap sehat dan berfungsi normal.
Pengertian
Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang
merupakan proses lanjutan dari inflamasi pulpa akut/kronik atau terhentinya
sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma.Nekrosis pulpa dapat terjadi
parsialis atau puntotalis. Ada 2 tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1.Tipe koagulasi
Pada tipe ini ada bagian jaringan yang larut,
mengendap dan berubah menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction
Pada tipe ini, enzim proteolitik merubah
jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair. Pada setiap proses
kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-bahan
yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga
dihasilkan indol, skatol, putresin dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk
pada peristiwa kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk
kuman-kuman yang saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangren
pulpa.
Etiologi
Nekrosis atau kematian pulpa memiliki penyebab
yang bervariasi, pada umumnya disebabkan keadaan radang pulpitis yang
ireversibel tanpa penanganan atau dapat terjadi secara tiba-tiba akibat luka
trauma yang mengganggu suplai aliran darah ke pulpa. Meskipun bagian sisa
nekrosis dari pulpa dicairkan atau dikoagulasikan, pulpa tetap mengalami
kematian. Dalam beberapa jam pulpa yang mengalami inflamasi dapat berdegenerasi
menjadi kondisi nekrosis.
Patofisiologi
Jaringan pulpa yang kaya akan vaskuler, syaraf
dan sel odontoblast; memiliki kemampuan untuk melakukan defensive reaction
yaitu kemampuan untuk mengadakan pemulihan jika terjadi peradangan. Akan tetapi
apabila terjadi inflamasi kronis pada jaringan pulpa atau merupakan proses
lanjut dari radang jaringan pulpa maka akan menyebabkan kematian pulpa/nekrosis
pulpa. Hal ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan
pemulihan atau penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang
semakin berat sisa jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa pada dasarnya terjadi diawali karena adanya infeksi bakteria pada jaringan pulpa. Ini bisa terjadi akibat adanya kontak antara jaringan pulpa dengan lingkungan oral akibat terbentuknya dentinal tubules dan direct pulpal exposure, hal ini memudahkan infeksi bacteria ke jaringan pulpa yang menyebabkan radang pada jaringan pulpa. Apabila tidak dilakukan penanganan, maka inflamasi pada pulpa akan bertambah parah dan dapat terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Dentinal tubules dapat terbentuk sebagai hasil dari operative atau restorative procedure yang kurang baik atau akibat restorative material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari dentinal tubules inilah infeksi bakteria dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan. Sedangkan direct pulpal exposure bisa disebabkan karena proses trauma, operative procedure dan yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan bakteria menginfeksi jaringan pulpa dan terjadi peradangan jaringan pulpa.
Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan
nekrosis pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya
prosesnya sama yaitu terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang pada
akhirnya menyebabkan nekrosis pulpa. Trauma pada gigi dapat menyebabkan
obstruksi pembuluh darah utama pada apek dan selanjutnya mengakibatkan
terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler pada pulpa. Dilatasi kapiler pulpa
ini diikuti dengan degenerasi kapiler dan terjadi edema pulpa. Karena
kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat terjadi ischemia infark
sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap inflamasi
rendah.
Manifestasi
klinis dan Diagnosis
Nekrosis pulpa dapat terjadi parsial atau
total. Tipe parsial dapat memperlihatkan gejala pulpitis yang ireversibel.
Nekrosis total, sebelum mengenai ligamentum periodontal biasanya tidak menunjukkan
gejala. Tidak merespon terhadap tes suhu atau elektrik. Kadang-kadang bagian
depan mahkota gigi akan menghitam.
Tampilan radiografik pada destruksi tulang ataupun pada bagian yang mengalkami fraktur merupakan indikator terbaik dari nekrosis pulpa dan mungkin mnembuthkan beberapa bulan untuk perkembangan. Kurangnya respon terhadap test suhu dan elektrik tanpa bukti radiografik adanya destruksi tulang terhadap bagian fraktur tidak menjamin harusnya terapi odontotik.
Nekrosis pulpa pada akar gigi menunjukkan terjadi dari 20%-40%. kejadian dari nekrosis pulpa terlihat tidak berhubungan dengan lokasi terjadinya fraktur akar gigi pada apikal, tengah ataupun bidang insisial tetapi lebih berhubungan dengan kavitas oral taupun beberapa dislokasi segmen insisial. Jika ada bukti pada portiokoronal pulpa, ini secara umum dipercaya bahwa segmen apikal akan tetap berfungsi. Perawatan edontotik adapun biasanya dilakukan pada segmen koronal pada kanal akar gigi.
Tampilan radiografik pada destruksi tulang ataupun pada bagian yang mengalkami fraktur merupakan indikator terbaik dari nekrosis pulpa dan mungkin mnembuthkan beberapa bulan untuk perkembangan. Kurangnya respon terhadap test suhu dan elektrik tanpa bukti radiografik adanya destruksi tulang terhadap bagian fraktur tidak menjamin harusnya terapi odontotik.
Nekrosis pulpa pada akar gigi menunjukkan terjadi dari 20%-40%. kejadian dari nekrosis pulpa terlihat tidak berhubungan dengan lokasi terjadinya fraktur akar gigi pada apikal, tengah ataupun bidang insisial tetapi lebih berhubungan dengan kavitas oral taupun beberapa dislokasi segmen insisial. Jika ada bukti pada portiokoronal pulpa, ini secara umum dipercaya bahwa segmen apikal akan tetap berfungsi. Perawatan edontotik adapun biasanya dilakukan pada segmen koronal pada kanal akar gigi.
Kemampuan diagnostic dokter benar-benar diuji ketika terdapat beberapa
kanal pada gigi. Misalnya gigi molar yang memiliki 3 kanal, dengan kanal
pertama tetap intak dan sehat, kanal kedua mengalami inflamasi akut, dank anal
ketiga mengalami nekrosis.
Lingkungan pulpa memiliki keunikan dibandingkan dengan jaringan lunak
tubuh lainnya. Karena pulpa memiliki lingkungan “non compliant” yang
menyebabkan produk inflamasi lebih lambat dihilangkan dibandingkan jaringan
lunak tubuh yang lain. Keadaan ini menyebabkan terjadinya destruksi lokal dalam
jaringan pulpa.
Anamnesis pada nekrosis pulpa berupa tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi normal. Foto rontgen gigi biasanya normal kecuali bila terdapat kelainan periapikal terjadi perubahan berupa radiolusen pada lesi.
Anamnesis pada nekrosis pulpa berupa tidak ada gejala rasa sakit, keluhan sakit terjadi bila terdapat keradangan periapikal. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan nyeri dan pada palpasi juga tidak terdapat pembengkakan serta mobilitas gigi normal. Foto rontgen gigi biasanya normal kecuali bila terdapat kelainan periapikal terjadi perubahan berupa radiolusen pada lesi.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nekrosis
Pulpa tanpa Pembengkakan
Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak
memberikan respons terhadap stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung
jaringan terinflamasi vital di saluran akar di daerah apeks dan memiliki
jaringan periradikuler terinflamasi yang
menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena
itu, demi kenyamanan dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan.
Setelah pemasangan isolator karet, debridemen yang
sempurna merupakan perawatan pilihan. Jika waktu tidak memungkinkan, dilakukan
debridemen parsial
pada panjang kerja yang diperkirakan. Saluran akar
tidak boleh diperlebar tanpa mengetahui panjang kerja. Selama pembersihan
saluran akar dan pada penyelesaian prosedur ini dilakukan irigasi dengan
larutan natrium hipokhlorit, kemudian keringkan dengan poin kertas isap (paper
point), jika saluran akar yang cukup lebar, diisi dengan pasta kalsium
hidroksida dan ditambal sementara. Sejumlah klinisi menempatkan pelet kapas
yang dibasahi medikamen intrakanal di kamar pulpa sebelum penambalan sementara,
sebetulnya pemberian medikamen itu tidak bermanfaat (Tarigan, 1994; Walton dan
Torabinejad, 2002).
2. Penatalaksanaan Nekrosis
Pulpa dengan Pembengkakan Terlokalisasi
Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau
abses alveolar akut atau disebut juga abses periapikal / periradikuler akut
adalah adanya suatu pengumpulan pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar
pada apeks akar gigi setelah gigi nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi
dengan cepat, pus akan keluar dari saluran akar ketika kamar pulpa di buka.
Perawatan abses alveolar akut mula-mula dilakukan buka
kamar pulpa kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan pembentukan
saluran akar secara sempurna bila waktu memungkinkan. Lakukan drainase untuk
meredakan tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat poten yaitu pus.
Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa, instrumentasi
harus dibatasi
hanya di dalam sistem saluran akar. Pada pasien dengan
abses periapikal tetapi tidak dapat dilakukan drainase melalui saluran akar,
maka drainase dilakukan dengan menembus foramen apikal menggunakan file kecil
sampai no. 25.
Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran
akar, lakukan irigasi dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya. Saluran
akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi dengan pasta kalsium
hidroksida dan diberi pelet kapas lalu ditambal sementara (Grossman, 1988;
Walton and Torabinejad, 2002).
Beberapa klinisi menyarankan, jika drainase melalui
saluran akar tidak dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka
untuk drainase lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat
selama tiga menit setiap jam. Bila perlu beri resep analgetik dan antibiotik.
Membiarkan gigi terbuka untuk drainase, akan mengurangi kemungkinan rasa sakit
dan pembengkakan yang berlanjut (Grossman, 1988, Bence, 1990).
3. Penatalaksanaan Nekrosis
Pulpa dengan Pembengkakan Menyebar
Pada lesi-lesi ini pembengkakan terjadi dengan
progresif dan menyebar cepat ke jaringan. Kadang-kadang timbul tanda-tanda
sistemik, yaitu suhu pasien naik. Penatalaksanaan pertama yang paling penting
adalah debridemen yaitu pembuangan iritan, pembersihan dan pembentukan saluran
akar. Foramen apikalis dilebarkan sampai ukuran file no. 25 agar dapat
meningkatkan aliran aksudat.
Bila pembengkakan luas, lunak dan menunjukan
fluktuasi, mungkin diperlukan insisi malalui jaringan lunak pada tulang. Mukosa
di atas daerah yang terkena dikeringkan terlebih dahulu, kemudian jaringan
disemprot dengan anestetik lokal, misalnya khlor etil. Insisi intraoral dibuat
melalui pembengkakan lunak yang mengalami fluktuasi ke plat tulang kortikal.
Suatu isolator karet atau kain kasa yang digunakan untuk drainase dimasukkan
selama beberapa hari. Pasien disarankan berkumur dengan larutan salin hangat
selama 3 sampai 5 menit setiap jam. Pada bengkak yang difus dan cepat berkembang,
harus diberikan antibiotik dan analgetik.
Antibiotik pilihan
pertamanya adalah penisilin mengingat mikroorganisme penyebab biasanya
streptokokus. Jika pasien alergi terhadap penisilin, gunakan eritromisin atau klindamisin
(Grossman, 1988; Bence, 1009, Walton and Torabinejad, 2002).
mana artikel kebidanannya???
cuman dikit....
kurang!!!
ada saran apa iis u mnta artikel apa