BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica serotype paratyphi A, B, atau C (demam
paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain dengan demam tinggi yang
terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nadi yang
relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut
kembung, splenomegali dan lekopeni.
Di
banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih
tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang
dilakukan untuk memberantas penyakit ini tampaknya belum memuaskan.
Sebaliknya di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang
misalnya, seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah dan
limbah yang memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu
menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19 demam
tifoid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika,
namun sekarang kasusnya sudah sangat berkurang.
Tingginya
jumlah penderita demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi
keluraga dan masyarakat. Besarnya beban ekonomi tersebut sulit dihitung
dengan pasti mengingat angka kejadian demam tifoid secara tepat tak
dapat diperoleh.
Insidensi
demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat tampilan
kliniknya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium,
terbaurkan dengan penyakit infeksi lainnya. Kultur darah sebagai
pemeriksaan untuk mencari kuman penyebab tidak selalu tersedia di setiap
daerah dan setiap fasilitas kesehatan.
Di
negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga
berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak
dengan karier kronik. Di negara
berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90 - 95 %
penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita
yang dirawat di rumahsakit dapat lebih rendah 15 – 25 kali dari keadaan
yang sebenarnya.
Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 – 16, 6 juta kasus baru demam
tifoid ditemukan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia
diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya.
Suatu
penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di delta Sungai
Mekong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000 penduduk7
dan di Delhi India sebesar 980 per 100.000 penduduk. Suatu laporan di
Indonesia diperoleh sekitar 310 – 800 per 100.000 sehingga setiap tahun
didapatkan antara 620.000 – 1.600.000 kasus. Di Jawa Barat menurut
laporan tahun 2000 ditemukan 38.668 kasus baru yang terdiri atas 18.949
kasus rawat jalan dan 19.719 kasus rawat inap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Tifoid
Abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik oleh Salmonella typhi yang
semula menyerang usus halus & klinis antara lain ditandai demam
remitten, splenomegali, limfadenopati intestinal & roseola.
2.2. KRITERIA DIAGNOSIS
· Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/malam hari.
· Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.
· Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali, atau splenomegali.
· Kriteria Zulkarnaen:
o Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinua, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
o Terdapat 2 atau lebih :
§ Lekopeni.
§ Malaria -.
§ Kelainan urine -.
o Terdapat 2 atau lebih :
§ Penurunan kesadaran.
§ Rangsang meningeal -.
§ Perdarahan usus +.
§ Bradikardi relatif.
§ Splenomegali +.
o Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari.
o Temperatur turun, nadi naik : “Toten creutz”.
· Diagnosa ditegakkan dari :
o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap sebagai positif, 3 gejala kardinal curiga).
§ 5 cardinal sign (Manson-Bahr (1985))
1. Demam
2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif).
3. Toxemia yang karakteristik.
4. Splenomegali
5. Rose spot
§ Sign lainnya :
1. Distensi abdomen.
2. Pea soup stool.
3. Perdarahan intestinal
o Biakkan Salmonella typhi +
o Tes widal meningkat atau peninggian ≥ 4x pada 2 kali pemeriksaan.
o Gall kultur+, Media SS agar.
2.3. PATOGENESIS
Benda
tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan =>
lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil,
melakukan penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik =>
masuk ductus thoracicus =>masuk ke peredaran darah (bakteriemi I)
=> ditangkap oleh RES (sampai disini disebebut silent period/masa
tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler =>
masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh
tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan membuat luka
di plaque payeri. Bila Salmonella typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier.
Terjadinya
febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida
penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang
leukosit di jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen.
Pada
fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati,
limpa, ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di
usus (plaque payeri) dimana akan terjadi :
· Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri.
· Minggu II => terjadi necrosis pada plaque payeri.
· Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat terjadi perdarahan dan perforasi.
- Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya.
2.4. GEJALA KLINIS
1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 hari)
- Keluhan utama yang mencolok:
1. Panas
yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas
sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula
kontinua. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.
2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
3. Mual - anoreksia.
4. Gangguan defekasi :
§ Obstipasi pada minggu I.
§ Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari usus, sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama ileum.
5. Insomnia.
6. Muntah.
7. Nyeri perut.
8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi meningismus (akhir minggu ke I).
9. Myalgi/atralgi.
10. Batuk.
3. Nadi
terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat
sebanyak 18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o
C, pada demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan
yang seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada
miokard.
o Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi hiperemis dan terdapat tremor.
o Thoraks,
paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat
tidak produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang
disebabkan oleh pneumococcus atau yang lainnya.
o Abdomen, agak cembung dan meteorismus.
1. Splenomegali
pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada akhir
minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri
tekan positif.
2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan masa konvalesens.
3. Kantung
empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi
kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering
terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu.
Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya
perdarahan pada usus.
4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan :
§ Hiperplasti pada minggu ke I.
§ Nekrose pada minggu ke II.
§ Ulcerasi pada minggu ke III.
§ Penyembuhan pada minggu ke IV.
o Kulit, Rose spot,
adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I
sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini
terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang
disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang
menyebabkan terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari
sel eritrosit, karena permeabilitas kapiler meningkat.
o Ginjal,
karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella
typhi dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap
bahwa ginjal sering terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap
jarang terjadi, seperti juga jarangnya karier air kemih.
o Sistim
syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic,
trombus kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan
Guillain Barre syndrome. Meningitis purulenta telah dilaporkan.
Penurunan pendengaran juga sering ditemukan.
o Lesi-lesi fokal, abses tifoid dapat terjadi dimana-mana:
1. Osteomyelitis.
2. Abses otak.
3. Abses limfa.
4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear.
o Status typhosa :
1. Toxic
2. Mengantuk
3. Apatis
4. Delirium
5. Incontinentia urine et alvi
6. Tremor halus: tangan dan lidah.
7. Gejala psikose sampai koma.
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin.
o Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi sekunder.
o Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih banyak dari normal).
o Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
o Biakan Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari :
§ Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
§ Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II sampai minggu ke III (30% - 40%).
o Biakan pada agar SS bahan diambil dari :
§ Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III.
§ Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.
§ Jangan menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur.
o Bila Gall
positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif
belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan
bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
3. Pemeriksaan serologik
o Test
aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan,
pemeriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan
kuman.
o Test Widal (Aglutinasi pengenceran pada tabung)
§ Yang
diukur adalah aglutinasi antigen H (flagela, suatu protein yang spesies
spesifik), dan antigen O (somatik, suatu lipopolisakarida (endotoksin)
group spesifik)
§ Interpretasi hasil pemeriksaan:
§ Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan > 4x pada pengambilan serum yang berangkaian.
§ Nilai
O 1/80 menunjukkan suggestif tifoid. sedangkan untuk titer H nilai
positif adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat tidak
menerima vaksinasi typhoid dalam 6 bulan terakhir.
§ Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah divaksinasi atau terinfeksi Salmonella typhi.
§ Titer Vi (antigen kapsul) meninggi pada pembawa kuman atau karier.
2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Paratiphoid.
2. Malaria.
3. TBC millier.
4. Influenza.
5. Dengue.
6. Rheumatic fever.
7. Sistemic lupus erimatosus.
8. Hepatitis.
2.7. KOMPLIKASI
1. Relaps, febris timbul kembali setelah ± 10 hari afebris atau setelah 3 minggu diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang
terjadi tetapi dapat ditemukan setelah beberapa bulan, terutama dengan
penderita yang mendapat terapi tidak adekuat (Manson-Bahr, 1985), limfa
yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps.
o Insidensi 10% - 20%.
o Patogenesa :
§ Penderita
diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps
disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
§ Chloramfenikol
menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi, sehingga memudahkan
relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang tinggi hal ini
dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh karena
kekebalan.
§ Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh tersebut mati.
2. Perdarahan
usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit.
Dapat berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang
masif. Yang ditandai dengan :
o Penurunan suhu mendadak.
§ Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.
§ Nadi cepat dan kecil.
§ Sianosis.
§ Tachypnoe.
§ Kulit dingin dan lembab.
o Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.
3. Perforasi
usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di
daerah sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita
dapatkan adalah:
o KU buruk.
o Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
o Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
o Muntah-muntah.
o Suhu tiba-tiba turun.
o Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.
o Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada lokasi ileum).
o Pekak hati menghilang.
o Perkusi menjadi tympani.
o Bising usus menurun sampai hilang.
o Foto
RÖ BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah
diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan
pengumpulan exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :
o Takikardia.
o Nadi kecil dan lemah.
o Bunyi jantung redup.
o Gallop rhythm.
o Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala dekompresi lain.
5. Cholecystitis
6. Thypoid
toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari
disorientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti
dengan/tanpa munculnya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan
refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid toxic dapat dibagi menjadi :
o Meningocerebral
§ Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.
§ Selalu ada kaku kuduk.
§ Tanda kernig dapat positif atau negatif.
§ Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.
§ Liquor cerebro spinal normal.
§ Prognosa: dapat sembuh sempurna!
o Encephalitis diffus
§ Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran.
§ Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif.
§ Rangsang meningen negatif.
§ Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna.
o Encephalitis akut
§ Tiba-tiba hiperpireksia.
§ Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.
§ Bisa timbul kejang ulang.
§ Prognosa : buruk!
o Meningitis akut
§ Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan.
§ Electro encephalograph : gambaran encephalopati.
o Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseorang.
o Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris, akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.
o Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan mengalami agitasi.
o Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei.
7. Hepatitis typhosa
8. Pneumotyphoid
9. Pankreatitis typhosa
10. Carrier
typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan
masih tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
2.8. PENATALAKSANAAN
- Terapi secara umum
- Non medikamentosa
- Perawatan :
- Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi.
- Tujuannya untuk :
- Mempercepat penyembuhan.
- Mencegah perforasi usus.
- Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.
- Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas demam.
- Dietetik :
- Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.
- Mudah dicerna dan halus.
- Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan.
- Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang demam tanpa komplikasi.
- Typhoid diet II : Bubur saring.
- Typhoid diet III : Bubur biasa.
- Typhoid diet IV : Nasi tim.
- Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah serat/rendah selulosa.
- Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat diganti kembali menjadi TD IV.
- Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
- Medika mentosa:
- Antibiotik
- Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam.
- Kontra indikasi :
- Tidak boleh diberikan pada wanita hamil trisemester 3.
- Grey baby syndrome.
- Partus premature.
- Kematian intrauterine (IUFD).
- Jangan berikan pada pasien yang leukositnya kurang dari 2000.
- Pengobatan dianggap gagal (chloramfenicol resisten) bila dalam 10 hari pemberian pasien tetap demam, gunakan antibiotik yang lain.
- Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari afebris. RSHS 2 x 3 tablet.
- Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan chloramfenicol.
- Tidak terjadi krisis toksik.
- Gejala lebih cepat hilang.
- Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.
- Lebih unggul dalam mencegah relaps.
- Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia, untuk menghindarkannya kita berikan asam folic.
- Amphicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari (RSHS)
- Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier.
- Amoxicilin, dosis 4 x 1 gr(untuk ukuran kecil) - 6 gr (untuk ukuran besar)/hari.
- Untuk kasus karier 6 gr/hari selama 6 minggu
- Golongan Quinolon.
- Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk menanggulangi karier, karena pasien dapat menularkan secara fecal - oral (typhoid mary).
- Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun, karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat.
- Keuntungan dari Quinolon:
- Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.
- Bersifat bakterisida.
- Hati-hati akan terjadi reaksi “harxheimer reaction” yang merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari antibiotic pada perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya secara mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi seperti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam keadaan komatous)
- Simptomatik:
- Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)
- Jangan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkan hiperhidrosis.
- Jangan pada penderita hepatitis.
- Dapat merangsang mukosa usus.
- Efek anti piretik dapat berlebihan.
- Menghambat efek dari chloramfenicol.
- Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.
- Hati-hati perdarahan dan perforasi.
- Muntah-muntah
- Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x 10 mg.
- Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.
- Diare
- Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab
- Meteorismus
- Intake diganti dengan parenteral
- Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.
- Supportif
- Kortikosteroid
- Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan hiperpireksi berat.
- Tidak boleh dipergunakan secara rutin.
- Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita tidak tahu dari penyakit atau dari kortikosteroid.
- Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.
- Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps.
- Dosis :
- Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im
Prednison 3 x 15 mg
- Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg
- Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg
- Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg
- Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.
- Roborantia
- Vitamin B dan vitamin C.
- Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan medikamentosa kita lakukan cholecystectomy.
o Perforasi usus.
1. Cito operasi !
2. Persiapan :
§ Puasakan pasien.
§ Infus dengan Ringer Lactat.
§ Berikan Antibiotika dosis tinggi.
§ Gunakan gastric suction untuk kompresi.
3. Prognosa :
§ Mortalitas 20% - 50%, dimana hal ini dipengaruhi oleh:
§ Umur.
§ Keadaan umum sebelum pembedahan.
§ Diagnosa yang lambat (>24 jam).
§ Terdapat sepsis intraperitoneal.
§ Perforasi ulang atau penyulit lainnya.
o Toxic typhoid
1. Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian nutrisi :
§ Untuk keadaan yang berat sekali gunakan TD I.
§ Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah diblender dahulu.
2. Pasang
infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila
sudah membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2 minggu.
3. Kortikosteroid
§ Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran 5% atau Ringer Lactat.
§ 1 mg kalmethasone dilarutkan dalam 2 cc larutan.
§ 8 jam pertama berikan 3 mg/kgBB secara IV.
§ 30
ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya diberikan
1 mg/kgBB diberikan 6 x (1 ampul kalmethasone = 4 ml) dalam waktu 2
hari.
§ Jangan diberikan pada akhir minggu ke II atau ke III karena bisa merangsang gaster menambah bahaya terjadinya perforasi.
§ Minggu
ke I boleh diberikan karena kalau ada melena pada minggu ke I pasti
oleh kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III, kita tidak
tahu penyebab dari melena karena bisa dari perforasi atau karena obat.
§ Bila
ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg) larutkan
dalam dextrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai shock
teratasi ganti dengan Dextran saja 10 tetes per menit.
4. Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi bila terdapat gangguan SSP.
BAB III
KESIMPULAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi.
Manifestasi
klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi.
Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan
klinis.
Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut
pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan
menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari,
sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan
menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari.
Setelah
minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus
menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir
kering pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung
dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul
rasa nyeri bila diraba, perut kembung. Anak nampak sakit berat, disertai
gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, acuh tak acuh
(apatis) sampai berat (delirium, koma).
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo
Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi
dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI: 367-375
- Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46
- http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=36
- http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Mutiara+Diagnosis+Demam+Tifoid&dn=20080905020143
- http://koaskamar13.wordpress.com/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-anak/
- http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-demam-tifoid.html
Komentar :
Posting Komentar