PENDAHULUAN
Batu
empedu di Indonesia merupakan penyakit yang sering menyerang saluran
pencernaan. Namun penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari
penderitanya karena minimnya gejala yang tampak pada penderitanya.
Pasien-pasien yang memiliki batu empedu jarang mengalami komplikasi.
Walaupun demikian, bila batu empedu telah menimbulkan serangan nyeri
kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit
akan terus meningkat.
Batu
empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi
batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Sekitar
10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra-atau-ekstrahepatik tanpa melibatkan
kandung empedu.
Perjalanan
batu empedu belum sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan
lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimptomatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sistem Bilier
2.1.1 Kandung Empedu
Kandung
empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear, panjangnya
7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terdistensi dapat mencapai
300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah
hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus
kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus,
corpus, infundibulum dan leher. Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2
cm melebihi batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos,
kontras dengan corpus yang kebanyakan terdiri dari jaringan elastis.
Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar
membentuk Hartmann’s pouch.1
Kandung
empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan
tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar
tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher
kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan corpus. Epitel yang berada
sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya
adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang
berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan
penyambung, saraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu
ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang menempel
pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara histologis dari
organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan
submukosa yang sedikit.1
Arteri
cystica yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang
arteri hepatika kanan. Lokasi Arteri cystica dapat bervariasi tetapi
hampir selalu di temukan di segitiga hepatocystica, yaitu area yang di
batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan batas hepar
(segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari
kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena
akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih
jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta. Aliran limfe
kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.1
Gambar 2.1Vesica fellea
Persarafan
kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis
melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8
dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan
menuju serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri
kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat
kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.1
Duktus
biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri,
Ductus hepaticus communis, Ductus cysticus dan Ductus choledochus.
Ductus choledochus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu
struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi.1
Ductus
hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki kecenderungan
lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi pada bagian
distal. Kedua Ductus tersebut bersatu membentuk Ductus hepaticus
communis. Panjang Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan
diameter mendekati 4mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri
hepatica. Ductus hepaticus communis dihubungkan dengan Ductus cysticus
membentuk Ductus choledochus.1
Panjang
Ductus cysticus bervariasi. Dapat pendek atau tidak ada karena memiliki
penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus. Atau dapat panjang, di
belakang, atau spiral sebelum bersatu dengan Ductus hepaticus communis.
Variasi pada Ductus cysticus dan titik penyatuannya dengan Ductus
hepaticus communis penting secara bedah. Bagian dari Ductus cysticus
yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri dari
lipatan-lipatan mukosa yang disebut Valvula Heister.1
Gambar 2.2 Sistem Biliaris
Panjang
Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm. Bagian
supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen
hepatoduodenal, disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior Vena
porta. Bagian retroduodenal berada di belakang bagian pertama duodenum,
di lateral Vena porta dan Arteri hepatica. Bagian terbawah dari Ductus
choledochus (bagian pankreatika) berada di belakang caput pankreas dalam
suatu lekukan atau melewatinya secara transversa kemudian memasuki
bagian kedua dari duodenum. Ductus choledochus bergabung dengan Ductus
pancreaticus masuk ke dinding duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm
distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari Ductus ini menyatu di luar
dinding duodenum dan memasuki dinding duodenum sebagai single ductus. Sphincter
Oddi, yang merupakan lapisan tebal dari otot polos sirkuler,
mengelilingi Ductus choledochus pada Ampulla Vateri. Sphincter ini
mengontrol aliran empedu, dan pada beberapa kasus mengontrol pancreatic juice ke dalam duodenum.1
Suplai
arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan
Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan
medial dari Ductus choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam
9). Densitas serat saraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi
tetapi persarafan dari Ductus choledochus dan Sphinchter Oddi sama
dengan persarafan pada kandung empedu.1
Figure 52-1 Anatomy of the biliary system and its relationship to surrounding structures.
Gambar 2.3 Anatomi sistem bilier
Gambar 2.4 Anatomi sistem bilier
2.2 Fisiologi
2.2.1 Pembentukan dan Komposisi Empedu
Hepar
memproduksi empedu secara terus menerus dan mengekskresikannya pada
kanalikuli empedu. Orang dewasa normal memproduksi 500-1000 ml empedu
per hari. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya
rangsangan saraf splanchnic menyebabkan penurunan aliran empedu. Asam
hydrochloric, sebagian protein pencernaaan dan asam lemak pada duodenum
menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang akan meningkatkan
produksi dan aliran empedu. Aliran empedu dari hepar melewati Ductus
hepaticus, menuju CBD dan berakhir di duodenum. Sphincter Oddi yang
intak menyebabkan empedu secara langsung masuk ke dalam kandung empedu.1
Empedu
terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak,
dan pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorida memiliki
konsentrasi yang sama baik di dalam empedu, plasma atau cairan
ekstraseluler. pH dari empedu yang di sekresikan dari hepar biasanya
netral atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai dengan diet.
Peningkatan asupan protein menyebabkan empedu lebih asam. Garam empedu,
cholate dan chenodeoxycholate, di sintesis di hepar dari kolesterol.
Mereka berkonjugasi dengan taurine dan glycine dan bersifat sebagai
anion (asam empedu) yang di seimbangkan dengan natrium.1
Garam
empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah dari
hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar
80% dari asam empedu di serap pada ileum terminal. Sisanya di
dekonjugasi oleh bakteri usus membentuk asam empedu sekunder
deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap di usus besar di
transportasikan ke hepar, di konjugasi dan di sekresikan ke dalam
empedu. Sekitar 95% dari pool asam empedu di reabsorpsi dan kembali
lewat vena porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik. 5%
di ekskresikan di feses.1
Gambar 2.5 Gambar aliran empedu
Kolesterol
dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang di temukan
di empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu.1
Warna
dari empedu tergantung dari pigmen bilirubin diglucoronide yang
merupakan produk metabolik dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan
pada empedu 100 kali lebih besar daripada di plasma. Pada usus oleh
bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang merupakan fraksi kecil dimana
akan diserap dan di ekskresikan ke dalam empedu.1
Gambar 2.6 Aliran empedu
2.3 Penyakit Batu Empedu
2.3.1 Prevalensi dan Insidensi
Penyakit
batu empedu adalah salah satu penyakit yang sering mengenai traktus
digestivus. Dari autopsi didapatkan prevalensi dari batu empedu adalah
11-36%. Prevalensi batu empedu berhubungan dengan banyak faktor termasuk
umur, jenis kelamin, dan latar belakang etnik. Beberapa kondisi yang
merupakan predisposisi berkembangnya batu empedu adalah obesitas,
kehamilan, faktor makanan, rendahnya konsumsi kopi, penyakit Crohn,
reseksi ileum terminal, operasi gaster, hereditary spherocytosis, sickle
cell disease, dan thalassemia. Semua ini akan meningkatkan resiko
terjadinya batu empedu. Wanita 3 kali lebih sering terjadi batu empedu
di bandingkan laki-laki dan insidensinya meningkat sesuai dengan usia. 1,2
Figure 52-6 Influence
of age and gender on the incidence of cholelithiasis. Gallstones are
more common in females and increase in incidence with aging. (Adapted from Bateson MC:
Gallbladder disease and cholecystectomy rate are independently variable. Lancet 2:621–624, 1984.)
Diagram 2.1 Insidensi batu empedu
Sementara
ini di dapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih
umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi di bandingkan dengan angka
yang terdapat di negara barat, dan sesuai dengan angka di negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini
menunjukan bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.coli
ikut berperan penting dalam timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini
insiden batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit batu
empedu sedangkan di dunia barat sekitar 5%. 2
Batu empedu terbanyak di temukan di dalam kandung empedu tetapi sepertiga dari batu empedu merupakan batu Ductus choledochus.
Gambar 2.7 Batu empedu
2.3.2 Batu Kolesterol
Batu
kolesterol murni jarang di dapatkan dan terdapat hanya kurang dari 10%.
Batu ini biasanya multipel, ukurannya bervariasi, bila keras berbentuk
ireguler, bila lunak berbentuk mulberi. Warnanya bervariasi dari kuning,
hijau, dan hitam. Batu kolesterol biasanya radiolusen, kurang dari 10%
radioopak. Baik batu kolesterol murni atau campuran, proses pembentukan
batu kolesterol yang terutama adalah supersaturasi empedu dengan
kolesterol. Kolesterol adalah nonpolar dan tidak larut dalam air dan
empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi dari
kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama pada empedu).
Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi kolesterol di
bandingkan pengurangan sekresi dari fosfolipid atau garam empedu. 3
Patogenesis
dari batu kolesterol multifaktorial, tetapi intinya terdiri dari 3
tahap. (1) supersaturasi kolesterol pada empedu (2) nukleasi kristal dan
(3) pertumbuhan batu. Mukosa kandung empedu dan fungsi motorik juga
berperan pada pembentukan batu empedu. Kunci untuk mempertahankan
kolesterol dalam bentuk cairan adalah pembentukan micelles (kompleks
garam empedu-kolesterol-fosfolipid) dan vesikel kolesterol-fosfolipid.
Teori mengatakan dalam keadaan produksi kolesterol berlebih vesikel ini
juga akan meningkatkan kemampuannya untuk mentransport kolesterol, dan
pembentukan kristal dapat terjadi. Kelarutan kolesterol bergantung pada
konsentrasi kolesterol, garam empedu dan fosfolipid. Dengan
memperhatikan persentasi masing-masing komponen koordinat pada segitiga
zona micellar dimana kolesterol benar-benar larut dapat terlihat pada
area bagian atas empedu mengalami supersaturasi kolesterol dan
pembentukan kristal kolesterol dapat terjadi.3
Figure 52-5 Triangular-phase
diagram with axes plotted in percent cholesterol, lecithin
(phospholipid), and the bile salt sodium taurocholate. Below the solid
line, cholesterol is
maintained
in solution in micelles. Above the solid line, bile is supersaturated
with cholesterol and precipitation of cholesterol crystals can occur.
Ch, cholesterol. (From Donovan JM,
Carey MC: Separation and quantitation of cholesterol “carriers” in bile. Hepatology 12:94S, 1990.)
Diagram 2.2 Segitiga cholesterol, lecithin,dan garam empedu.
Proses
nukleasi adalah proses dimana terbentuk kristal kolesterol monohidrat
padat. Proses nukleasi terjadi lebih cepat pada empedu di kandung empedu
pada pasien dengan batu kolesterol di bandingkan pada pasien dengan
empedu yang jenuh kolesterol tanpa batu.
Batu
empedu untuk bisa menimbulkan gejala klinis harus mencapai ukuran yang
cukup yang dapat menyebabkan trauma mekanik pada kandung empedu atau
obstruksi dari traktus biliaris. Pertumbuhan batu dapat terjadi lewat 2
jalan:
- Pembesaran progresif kristal atau batu oleh endapan dari presipitat yang tidak larut pada batas sekitar batu empedu.
- Penyatuan kristal atau batu dan membentuk gumpalan yang lebih besar.
Sebagai
tambahan defek pada motilitas kandung empedu menyebabkan waktu empedu
berada lebih lama di kandung empedu, dengan demikian akan memainkan
peran dalam pembentukan batu. Pembentukan batu juga dapat terjadi pada
keadaan klinis dimana terdapat stasis kandung empedu seperti puasa dalam
jangka waktu lama, pengunaan nutrisi parenteral dalam jangka waktu
lama, setelah vagotomy dan pada pasien dengan tumor yang memproduksi
somatostatin atau mendapatkan trapi stomatotatin jangka panjang.3
2.3.3 Batu Pigmen
Batu
pigmen di klasifikasikan menjadi batu pigmen coklat dan hitam. Batu
pigmen hitam biasanya di hubungkan dengan kondisi hemolitik atau
sirosis. Pada keadaan hemolitik beban bilirubin dan konsentrasi dari
bilirubin tidak terkonjugasi meningkat. Batu ini biasanya tidak
berhubungan dengan empedu yang tidak terinfeksi dan lokasinya selalu di
kandung empedu. Sebagai perbandingan, batu pigmen coklat mempunyai
struktur yang sederhana dan biasanya di temukan pada duktus biliaris dan
terutama pada populasi Asia. Batu coklat lebih sering terdiri dari
kolesterol dan kalsium palmitat dan terjadi sebagai batu primer pada
pasien di negara barat dengan gangguan motilitas bilier dan berhubungan
dengan infeksi bakteri. Dalam hal ini bakteri memproduksi slime dimana berisi enzim glukuronidase.3
Gambar 2.8 Pembentukan Batu Pigmen
2.4 Diagnosis
2.4.1 Gejala Klinis
Pasien
dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien dengan
batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu empedu simptomatik,
dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,
kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu
empedu tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama
pemantauan. Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50%
pasien tetap asimptomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat
komplikasi.4
Gejala
batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi
bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.2
Gejala
kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus
atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus
biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat
penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin
dengan penjalaran ke punggung yang disertai muntah.5
Penyebaran
nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung
empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik
napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat.2
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
Kalau
ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.2
Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah
letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy postitif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik napas.2
2.4.3 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Biasanya,
jika sudah terjadi infeksi, maka akan ditemukan leukositosis
(12.000-15.000/mm3). Jika terjadi obstruksi pada duktus komunikus maka
serum bilurubin total akan meningkat 1-4 mg/dL. Serum aminotransferase
dan alkali fosfatase juga meningkat (>300 U/mL).
Alkali
fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena
sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi,
menggambarkan obstruksi saluran empedu.6
b) USG
Merupakan teknik yang cepat, tidak invasive, dan tanpa pemaparan radiologi. Ultrasonografi
mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam usus.6
Gambar 2.9 USG Batu Empedu
c) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)
Tes
invasive ini melibatkan langsung saluran empedu dengan kanulasi
endoskopi Ampulla Vateri dan disuntikan retrogad zat kontras. Selain
pada kelainan pancreas, ERCP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau
bila lesi tidak menyumbat seperti batu duktus koledokus. Keuntungan ERCP
yaitu kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi dapat dilakukan
serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus secara
spontan atau untuk memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi
retrograde duktus biliaris.6
Gambar 2.10 Teknik ERCP
d) PTC (Percutaneous Transhepatik Cholangiography)
Merupakan
tindakan invasive yang melibatkan pungsi transhepatik perkutis pada
susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba
dan suntikan prograd zat kontras. Teknik ini memungkinkan dekompresi
saluran empedu non bedah pada pasien kolangitis akut toksik, sehingga
mencegah pembedahan gawat darurat. Drainage empedu per kutis dapat
digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruktif untuk pembedahan
dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati.6
Gambar 2.11 Teknik PTC
e) Foto Polos Abdomen
Foto
polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.6
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan Batu Kandung Empedu
Penanganan
profilaktik untuk batu empedu asimptomatik tidak dianjurkan. Sebagian
besar pasien dengan batu asimptomatik adalah tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan
timbulnya keluhan selama pemantauan.
Untuk
batu empedu simptomatik, dapat digunakan teknik kolesistektomi
laparoskopik, yaitu suatu teknik pembedahan invasive minimal di dalam
rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera
dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa menyentuh dan melihat
langsung kandung empedu. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi
prosedur baku untuk pengangkatan kandung empedu simptomatik. Keuntungan
kolesistektomi laparoskopik ini yaitu dengan teknik ini hanya meliputi
operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
2.5.2 Penatalaksanaan Batu Saluran Empedu
ERCP
theurapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopi untuk
mengeluarkan batu empedu. Saat ini teknik ini telah berkembang pesat
menjadi standard baku terapi non operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya
batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama
skopnya.
Pada
kebanyakan kasus, ekstraksi batu dapat mencapai 80-90% dengan
komplikasi dini 7-10%. Komplikasi penting dari sfingterotomi dan
ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan perforasi.4
2.6 Komplikasi
Batu
empedu sendiri tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak
masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Jika batu tersebut
masuk ke dalam ujung duktus sistikus maka barulah dapat menyebabkan
keluhan penderita dan timbulah kolesistitis akuta. Hal ini disebabkan
karena elemen empedu yang tidak diserap dan kadarnya makin lama makin
bertambah akan menimbulkan reaksi inflamasi dan terjadilah infeksi
sekunder.
Akibatnya
kandung empedu yang mengalami inflamasi dapat beradhesi dengan
sekitarnya dan biasanya terjadi perforasi dengan akibat abscess di
tempat tsb, sehingga dapat menimbulkan bile peritonitis atau terjadinya
rupture ke dalam duodenum atau kolon, yang memungkinkan terjadinya
fistula yang kronis dan infeksi retrograde dari traktus biliaris.
Jika
batu tersebut kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum tanpa menyebabkan keluhan
penderita tetappi mungkin dapat menyebabkan penyumbatan sebagian pada
duktus. Bila sampai terjadi penyumbatan seperti itu dan menyebabkan
tekanan intraduktal sebelah proksimal menaik, terjadilah kontraksi otot
polos pada duktus, dalam usahanya mengeluarkan batu. Sebagai akibatnya
terjadilah kolik empedu, bila obstruksinya sudah sempurna terjadilah
retensi empedu, sehingga timbul ikterus obstruktiva. Kemungkinan lain dari kolesistitis kronis yang lama dengan batu empedu dapat ditemukan 80% pada
karsinoma kandung empedu. Oleh karena itu inflamasi yang kronis dari
kandung empedu kemungkinan besar merupakan keadaan preakarsinoma.7
BAB III
KESIMPULAN
Pasien
dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok : pasien dengan
batu asimptomatik (50%), pasien dengan batu empedu simptomatik (30%),
dan pasien dengan komplikasi batu empedu (20%) kolesistitis akut,
ikterus, kolangitis dan pankreatitis).
Pasien
dengan batu empedu dapat didiagnosis dari gejala klinis seperti kolik
bilier, dan nyeri dapat menjalar ke punggung bagian tengah, skapula,
atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Selain itu pemeriksaan
penunjang yang dapat mendukung adalah pemeriksaan laboratorium, USG,
ERCP, PTC dan foto polos abdomen.
Penanganan
batu empedu dapat secara bedah atau non bedah. Selain itu, dapat
dilakukan pencegahan batu empedu diantaranya dengan mencegah infeksi dan
menurunkan kadar kolesterol serum.sumber: makalah refrat kedokteran
Komentar :
Posting Komentar