Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu keluhan tersebut adalah “nyeri kepala sebelah” atau yang dikenal sebagai migren. ±30-40 % penduduk USA pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migraine menduduki peringkat nomor satu.1
Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai dari anak-anak sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit rawat jalan penyakit saraf menderita nyeri kepala migren. 2
Migrain merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi kepala (unilateral)
dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah dengan aktivitas. Dapat disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan.1
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di lain pihak sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan migrain kecuali hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi penerangan mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan mengajak pasien bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migrain pada umumnya serta tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat menurunkan angka morbiditas pasien.1
DEFINISI
Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam.2,3,5
Blau mengusulkan definisi migren sebagal berikut nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya.2
A. Klasifikasi
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (IHS):
1. Migrain tanpa aura (common migraine)
- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.
- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
· Lokasi unilateral
· Kuafitas berdenyut
· Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
· Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
- Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
· Mual dan atau muntah
· Fotofobia dan fonofobia
- Minimal terdapat satu dari berikut:
· Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
· Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)
2. Migrain dengan aura (classic migraine)
- Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase postdromal.
- Aura dengan minimal 2 serangan sebagai berikut.
· Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis: vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
· Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala
- Nyeri kepala
· Sama dengan migrain tanpa aura
3. Migraine with prolonged aura
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.
4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai berikut: vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateralda penurunan derajat kesadaran.
5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine)
- Memenuhi kriteria migrain dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala
6. Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine
7. Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat.
- Pemeriksaan neurologis normal.
- Pemeriksaan EEG normal
8. Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Telah memenuhi kriteria migraine dengan aura.
- Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan yang sebelumnya, akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang sesuai
- Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migraine, di duga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem trigeminal-vaskular, sehingga migraine termasuk dalam nyeri kepala primer.
Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migraine yaitu:
1. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal.
2. Stress dan kecemasan.
3. Terlambat makan
4. Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.
5. Cahaya kilat atau berkelip.
6. Cuaca terutama pada cuaca tekanan rendah
7. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia
8. Banyak tidur atau kurang tidur
9. Penyakit kronik misal penyakit ginjal kronik
10. Faktor herediter
11. Faktor kepribadian
PATOFISIOLOGI
Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular). Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang2:
- Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva cyproheptadine (Periactin®) dan pizotifen (Sandomigran®, Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.
3. lnti-inti syaraf di batang otak
Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai hubungan dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.
Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor Intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari, lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak menyenangkan. Faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Dikatakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya didapatkan pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering mempengaruhi serangan migren.
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura7.
1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,
2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan,
3. Bau-bau yang tajam,
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal (perubahan hormonal),
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau angiografi.
Pengelolaan
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.1,4
1. Mengurangi faktor risiko/pencetus
- Stres dan kecemasan
- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.
- Hipoglikemia (terlambat makan)
- Kelelahan
- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal
Kadar estrogen yang berfluktuasi à dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen
- Diet
· Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan aspartame.
· Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju).2
Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.
Analgesik nonspesifik
- Diklofenak.
- Ketorolak.
- Ketoprofen.
- Indometasin.
- Ibuprofen.
- Naproksen.
- Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.1
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin, dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik dan dopamin.1
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.1
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness,heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.
Nama obat CaraPemberian NNT (95% Cl)
Sumatriptan 6 mg SC 2,1 (1,9-2,4)
Rizatriptan 10 mg oral 3,1 (2,9-3,5)
Eletriptan 80 mg oral 3,7 (3,2-4,2)
Zolmitriptan 5 mg oral 3,9 (3,4-4,6)
Eletriptan 40 mg oral 4,5 (3,9-5,1)
Sumatriptan 20 mg intranasal 4,6 (3,6-6,1)
Sumatriptan 100mg oral 4,7 (4,1-5,7)
Rizatriptan 2,5 mg oral 4.7 (4,0-5.7)
Zolmitriptan 2,5 mg oral 5,9 (4,5--8,7)
Sumatriptan 50 mg oral 7,8 (6,1-11)
Naratriptan 2,5 mg oral 8,2 (5,1-21)
Eletriptan 20 mg oral 10 (7-17)….
NNT: dalam 2 jam nyeri kepala menghilang
Tabel 1. Analgesik triptan pada migrain
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
- Indikasi:
· Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
· Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
· Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
· Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi abortif.
· Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
- Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
- Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.
- Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
- Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.
Nama obat ____Dosis____
Propranolol 40-240 mg/hari
Nadolol 20-160 mg/ hari
Metoprolol 50-100 mg/ hari
Timolol 20-60 mg/ hari
Atenolol 50-100 mg/ hari
Amitriptilin 10-200 mg/ hari
Nortriptilin 10-150 mg/ hari
Fluoksetin 10-80 mg/ hari
Mirtazapin 15-45 mg/ hari
Topiramat 50-200 mg/ hari
Gabapentin 900-3600 mg/ hari
Flunarizin 5-1 0 mg/hari
Nimodipin 30-60 mg qid___
. Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.
KESIMPULAN
- Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
- Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
- Migrain tanpa aura (common migraine)
- Migrain dengan aura (classic migraine)
- Migraine with prolonged aura
- Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine)
- Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine
- Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:
a. Mengurangi faktor resiko,
b. Terapi farmaka dengan memakai obat.
c. Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.
- Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta lama pemberiannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia . Airlangga University Press. Surabaya .
2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta .
3. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-aura.com/content/e27892/index_en.html
4. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia . Airlangga University Press. Surabaya .
5. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo. http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm
6. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan , Neurona, Vol 22 No. 2
7. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta .
Komentar :
Posting Komentar