Kamis, 16 Oktober 2014

FISTULA ANI


I. DEFINISI 
            Fistula ani disebut juga fistel perianal atau fistel para-anal1. Fistula anorektal (Fistula ani) adalah komunikasi abnormal antara anus dan kulit perianal. Kelenjar pada kanalis ani terletak pada linea dentate menyediakan jalur organisme yang menginfeksi untuk dapat mencapai ruang intramuscular2.  

II. ETIOLOGI           
            Fistula dapat muncul secara spontan atau sekunder karena abses perianal (atau perirektal). Faktanya, setelah drainase dari abses periani, hampir 50 % terdapat kemungkinan untuk berkembang menjadi fistula yang kronik. Fistula lainnya dapat terjadi sekunder karena trauma, penyakit Crohn. fisura ani, karsinoma, terapi radiasi, aktinomikosis, tuberculosis, dan infeksi klamidia2.  
            Hipotesa kriptoglandular menyatakan bahwa infeksi bermula pada kelenjar ani dan berkembang menuju dinding otot dari sfingter ani yang menyebabkan abses anorektal. Setelah pembedahan atau drainase spontan pada kulit periani, biasanya jaringan granulasi dari traktus tertinggal, menyebabkan gejala yang berulang2.  
            Dapat disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses anorektum. Kadang fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis, atau morbus Crohn. Infeksi dari kelenjar intersphincter di anal dengan organisme yang ditemukan di traktus gastrointestinal- baik aerob (Cth : E.coli) dan anaerob (Cth : Bacteroides spp.) – adalah penyebab gangguan yang umum terjadi ini.1

III. ABSES ANOREKTUM 
            Biasanya abses perianal terjadi akibat glandula analis terinfeksi yang mengerosi ke dalam jaringan yang mendasari. Biakan dari fistula abses rektum anal memperlihatkan infeksi campuran dengan E.coli dominan. Penggunaan kronis purgatif dan enteritis regionalis merupakan faktor penyebab yang lazim. Infeksi yang tak lazim seperti aktinomikosis, tuberkulosis, dan penyakit jamur lain, penyakit peradangan pelvis, prostatitis dan kanker bisa jarang menyertai3


            Gejala dini rasa sakit yang tumpul pada rektum dan keluhan sistemik ringan berlanjut menjadi nyeri perianal berdenyut yang parah disertai demam, kedinginan, dan malaise. Daerah fluktuasi tidak selalu jelas, karena kulit perianus tebal. Kemerahan, nyeri tekan dan penonjolan generalisata menjadi gambaran yang biasa ditemukan. Insisi dan drainase segera tanpa menunggu fluktuasi, seperti pada infeksi subkutis lain, mencegah perluasan serius3.
            Penting untuk mengetahui bahwa tak ada peranan terapi medis konservatif bagi abses rektum. Abses anorektum harus dianggap suatu kedaruratan bedah dan penundaan dalam terapi bedah mengakibatkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Perluasan multilateral dapat meluas ke dalam paha, skrotum, dan bahkan dinding abdomen, jika terapi bedah ditunda3
            Prinsip bedah terapi ini relatif sederhana. Di bawah anestesi dengan evaluasi sigmoidoskopi atau jari tangan eksterna dan interna, daerah abses di drainase dengan eksisi sederhana dan rongga abses dibiarkan terbuka. Penting untuk mengeksplorasi dengan cermat rongga abses dan jaringan sekelilingnya menggunakan jari, karena tonjolan seperti jari dapat meluas ke dalam jaringan sekelilingnya, menyebabkan abses majemuk, yang seluruhnya harus dibuka dan didrainase3








Gambar 1. Fistula ani 2









Sepsis dapat bermula pada ruang intersfingter dan dapat menyebar melalui 3 cara4 : 
1. Secara Vertikal  

img202
 Gambar 2. Penyebaran Vertikal 4

2. Secara Horizontal
img201
Gambar 3. Penyebaran Horizontal 4

3. Secara Circumferential

Khasnya, tiga nama abses adalah konsekuensi penyebaran pada arah diatas :
1. Perianal – sepsis menyebar secara vertical ke bawah pada ruang intersphincter,  
    berdekatan dengan anal canal sebagai abses perianal
2. Ischiorectal – sepsis menyebrang sphincter externus dan muncul jauh dari anal kanal   
    sebagai abses ischiorectal. 
3. Supralevator – sepsis menyebrang secara vertical ke atas menyebabkan pengumpulan 
   di supralevator. 
            Diantara 3 rute ini, sepsis dapat juga hadir pada bidang sirkumferensial, menyebabkan pengumpulan horizontal4

IV. LETAK FISTEL  
            Kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan anus dan rectum dan lobang lain di perineum di kulit perianal1
            Fistel dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter, atau menembus sfingter. Fistel dapat terletak anterior, lateral, atau posterior. Bentuknya mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya sfingter bersifat tunggal, kadang ditemukan yang kompleks1.

Hukum Goodsall 
Untuk membantu pemeriksa memperkirakan arah saluran dan kemungkinan lokasi dari muara interna, dapat digunakan Hukum Goodsall. Ketika pasien berada dalam posisi litotomi2 : 
Jika muara eksterna terletak anterior dari garis imajiner yang ditarik anterior dari kanalis ani, fistula biasanya berjalan langsung menuju anal kanal2
Jika muara eksterna terletak sebelah posterior dari garis, fistula biasanya membentuk lengkungan terhadap garis tengah dari kanalis ani2.
img216Goodsall's Rule      
    Gambar 4. Seton2                Gambar 5.  1. lubang primer di kripta, 2. Lubang sekunder3                                                          
            Fistel dengan lobang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel dengan lobang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior di sekitar m.puborektalis dan dapat membentuk satu lobang perforasi atau lebih di sebelah anterior, sesuai hukum Goodsall1. Beragam perbedaan anatomis dari abses dan fistula ini dapat terjadi, pemahaman mengenai hal itu dipermudah oleh pengetahuan tentang rute penyebaran infeksi4.  

Lokasi muara fistula eksterna adalah kunci dari posisi muara interna
Jalur umum traktus fistulosa anorektum. Muara interna (primer) hampir selalu berada dalam kripta; fistula biasanya tunggal dan hanya melibatkan bagian muskulus sfingter; fistula majemuk atau fistula yang melibatkan seluruh muskulus sfingter eksterna kurang lazim ditemukan. Hukum Goodsall adalah garis transversal membagi fistula anal menjadi dua kelompok: (1). Jika muara sekunder terletak anterior terhadap garis transversa yang membagi kanalis analis menjadi bagian anterior dan posterior, biasanya muara itu berhubungan dengan muara primer melalui traktus fistulosa yang melengkung berbentuk tapal kuda atau semi tapal kuda3.
            Harus dicatat, walau bagaimanapun, semakin jauh muara eksterna dari anus, hokum Goodsall semakin tidak dapat dipercaya. Sebagai tambahan, arah saluran pada fistula yang rumit tidak dapat diprediksi2

V. KLASIFIKASI FISTULA 
Perianal Fistula diberi nama menurut klasifikasi Park2 : 
1. Fistula Transsphingter
    Fistula transsphinkter disebabkan oleh abses ischiorektal, dengan perluasan jalur melalui sphingter eksterna. Terjadi sekitar 25 % dari semua fistula2
Jalur utama menyebrang sphincter externus yang terdapat pada tingkat manapun dibawah puborectalis sampai serat terendah dari sphincter externus4.
Gambar 6. Fistula Transsphingter 5

Fistulae Classification                    img204
    Gambar 7. Fistula transphingter             Gambar 8. Fistula Transsphingter4
2. Fistula Intersphingter 
   Terbatas pada ruang intersphingter dan sphingter interna. Disebabkan oleh abses perianal. Terjadi sekitar 70 % dari semua fistula2.  Semua jalur inflamasi pada posisi medial striated muscle atau sphincter externus4
Fistulae Classification
4
4
                                                               


                                                                  (Medscape
Gambar 9. Fistula Intersfingter  5                                     Gambar 10. Fistula Intersfingter 2

3. Fistula Suprasfingter 
     Disebabkan oleh abses supralevator. Melewati otot levator ani, diatas puncak otot puborektal dan masuk ke dalam ruang intersphingter. Terjadi sekitar 5 % dari semua fistula2 Sangat jarang, dan jalur utamanya menyebrang melewati levator ani
4 4
   Gambar 11. Fistula Suprasfingter 5
img205Fistulae Classification





 Gambar 12. Fistula Suprasfingter  2                              Gambar 13. Fistula Suprasfingter 4

4. Fistula Ekstrasphingter
             Tidak melewati kanalis ani dan mekanisme sphingter, melewati fossa ischiorektal dan otot levator ani, dan bermuara tinggi di rektum.Terjadi sekitar 1 % dari semua fistula2 biasanya akibat sepsis intrapelvis atau operasi bedah yang tidak tepat dari fistula yang lain, dan jalurnya diluar semua kompleks sphincter4.
4  4          
Gambar 14. Fistula Ekstrasfingter5

img203Fistulae Classification




Gambar 15. Fistula Ekstrasfingter 2              Gambar 16. Fistula Ekstrasfingter 4

VI.  GEJALA KLINIS FISTULA
        Fistula dicurigai apabila4 : 
- discharge persisten pada tempat drainase abses 
- ditemukan organisme usus dari hasil kultur
- abses terjadi rekuren 
- terdeteksi adanya indurasi baik secara klinis atau dalam anestesi
            Adanya riwayat abses ani yang berulang dengan drainase merupakan suatu petunjuk bahwa seseorang mungkin mempunyai fistula4. Biasanya gejala terbatas pada pembengkakan intermiten, drainase, pruritus dan ketidaknyamanan yang bervariasi. Riwayat abses bermanfaat dalam diagnosis4
Adanya riwayat kambuhan abses perianal dengan selang waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit.
            Muara eksterna biasanya terlihat sebagai titik berwarna merah, mengalami inflamasi, mengeluarkan nanah yang bercampur darah6, tinja. Muara kulit secara khas agak meninggi, papila abu-abu merah muda dari jaringan granulasi. Pada waktunya, pembentukan parut sepanjang saluran ini menjadi dapat dipalpasi. Sonde kadang-kadang dapat dimasukkan melalui fistula ke dalam linea pektineus. Biasanya tidak nyeri3
Pada colok dubur umumnya fistel dapat diraba antara telunjuk di anus (bukan di rectum) dan ibu jari di kulit perineum sebagai tali setebal kira-kira 3 mm (colok dubur bidigital). Jika fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta asalnya. 
            Fistel perineum jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik yang lama sekali dapat mengalami degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.
            
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG6
             Lokasi muara eksterna memberikan petunjuk bagi kemungkinan jalur fistula dan terkadang fistula dapat dirasakan sebagai jalur yang menebal. Pada banyak kasus, untuk melihat jalurnya membutuhkan banyak alat, dan terkadang jalurnya tidak jelas sampai dilakukan pembedahan.  
Peralatan yang dapat digunakan oleh dokter : 
1. Fistula probe. Alat yang secara khusus dibuat untuk dimasukkan ke dalam fistula  
2. Anoscope. Instrumen kecil untuk melihat kanalis ani. 
Jika fistula rumit atau terletak pada tempat yang tidak lazim, dapat digunakan : 
1. Diluted methylene blue dye. Disuntikkan ke dalam fistula. 
2. Fistulography. Memasukkan cairan kontras, kemudian memfotonya.  
3. Magnetic resonance imaging

Untuk menyingkirkan kelainan lainnya seperti colitis ulseratif atau penyakit Crohn, dapat digunakan : 
1. Flexible sigmoidoscopy.
Tabung yang ramping dan fleksibel dengan kamera di dalam ujungnya, dapat untuk melihat rectum dan kolon sigmoid sebagai gambar yangdiperbesar pada layer televisi. 
2. ColonoscopyMirip sigmoidoskopi, tetapi dengan kemampuan untuk memeriksa seluruh kolon dan usus halus. 

VIII. MANAJEMEN 

 a. ABSES PERIANAL  
            Antibiotik mempunyai peranan yang sedikit karena tidak dapat penetrasi ke dalam pus, dan seringkali terdapat nekrosis jaringan lemak. Abses akut membutuhkan drainase bedah. Tidaklah bijaksana untuk melakukan sesuatu lebih jauh lagi meskipun kita mencurigai adanya fistula.- bengkak dan hiperemis menutupi lokasi yang tepat dari sphincter. Pus harus selalu dikirim untuk pemeriksaan mikrobiologik karena keberadaan organisme usus mengindikasikan kecenderungan adanya fistula4.

b. MANAJEMEN FISTULA 
            Tujuan dari penatalaksanaannya adalah untuk menyembuhkan fistula dengan sesedikit mungkin pengaruh pada otot sfingter. Perencanaan akan bergantung pada lokasi fistula dan kerumitannya, serta kekuatan otot sfingter pasien6. Pengelolaan berdasar pada eradikasi sepsis dengan seoptimum mungkin menjaga fungsi anal. Jalur fistula harus dibuka dan diizinkan untuk sembuh dari dasarnya. Mayoritas fistula superfisial dan intersphincter (85%) langsung dapat diatasi4
            Sisanya (transphincteric dan suprasphincteric) jauh labih sulit dan membutuhkan perawatan spesialis. Biasanya perawatannya lebih lama; dilakukan secara bertahap untuk mencegah kerusakan sphincter4
            Operasi bertujuan menginsisi di atas saluran fistula, meninggalkan insisi tesebut terbuka untuk bergranulasi nantinya. Biasanya dicapai dengan menempatkan sonde melalui kedua muara fistula dan memotong di atas sonde. Jika fistula mengikuti perjalanan yang mengharuskan pemotongan sfingter, maka insisi harus memotong serabut otot tegak lurus dan hanya pada satu tingkat. Bila timbul inkontinensia, jika otot terpotong lebih dari satu tempat3
            Benang yang halus monofilamen (seton) sering ditaruh melalai jalur primer  di sekitar sphincter externa sebagai drain sementara luka lebar di sebelah exterior striated muscle dari sphincter externus mengalami penyembuhan4.  
1. Fistulotomy 
            Ahli bedah pertama-tama melakukan pelacakan untuk mencari muara interna fistula. Lalu, ahli bedah memotong dan membiarkan jalurnya dalam keadaan terbuka, mungkuretnya (mengeluarkan isinya), lalu menempelkan sisinya ke sisi yang diinsisi sehingga fistula dibiarkan terbuka (diratakan) flattenedout6
Untuk memperbaiki fistula yang lebih rumit, seperti horshoe fistula (dimana jalurnya melewati sekitar dua sisi tubuh dan mempunyai muara eksternal pada kedua sisi dari anus), dokter bedah dapat membiarkan terbuka hanya pada segmen dimana jalurnya bersatu dan mengeluarkan jalur sisanya6.  
Jika sejumlah banyak otot sfingter yang harus digunting, pembedahan dapat dilakukan dalam lebih dari satu tahap dan harus diulang jika seluruh saluran belum dapat ditemukan6
            Teknik dibiarkan terbuka (Fistulotomi) berguna pada mayoritas perbaikan fistula. Pada prosedur ini, dimasukkan probe melalui fistula (melalui kedua muara), dan kulit yang menutupinya, jaringan subkutis, dan otot sfingter dipisahkan, oleh sebab itu membuka salurannya. Kuretasi dilakukan untuk memindahkan jaringan granulasi pada dasar saluran. Teknik ini dilakukan secara hati-hati untuk menghindari terlalu banyak menggunting sfingter (yang dapat menyebabkan inkontinensia). Fistulotomi dibiarkan menutup secara sekunder2
Pada fistel dapat dilakukan fistulotomi atau fistulektomi. Dianjurkan sedapat mungkin di lakukan fistulotomi, artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem. Lukanya biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus4.

 

2. Flap Rektal 

            Terkadang, untuk mengurangi jumlah otot sfingter yang digunting, dokter bedah dapat mengeluarkan jalurnya dan membuat flap ke dalam dinding abdomen untuk mencapai dan mengeluarkan muara fistula interna. Flap nya kemudian ditempelkan ke belakang6.  

 

3. Penempatan Seton  

 

 Dokter bedah menggunakan seton untuk6 :

- menciptakan jaringan paurt di sekitar otot sphincter sebelum memotongnya  

   dengan pisau 

- mengizinkan seton untuk secara lambat memotong seluruh jalur melalui otot    

   selama beberapa minggu. 

 

Seton juga dapat membantu drainase fistula 

Treatment of Fistula-in-Ano

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                               

                                Gambar 17. Seton2

Pada pasien dengan fistula kompleks, fistula rekuren, penyakit Crohn, keadaan imunokompromised, seton dapat digunakan sendiri, atau kombinasi dengan fistulotomi2

          Seton dibuat dari benang silk yang besar, penanda silastik, atau pita karet, yang dipasang pada saluran fistula dan menyediakan tiga tujuan. Yang pertama, kita dapat melihat langsung ke saluran, sebagai drain dan pemicu fibrin, dan juga memotong melalui fistula. oleh sebab itu, seiring waktu, sejalan dengan terjadinya fibrosis diatas seton. Secara perlahan memotong melalui otot sfingter, dan menampakkan saluran. Seton diketatkan selama kunjungan ke poli sampai ia ditarik selama lebih dari 6-8 minggu. Keuntungan pemakaian seton, adalah bahwa “fistulotomi bertahap” ini mengizinkan untuk pembelahan progresif dari otot sfingter, menghindari terjadinya komplikasi inkontinensia2

 

4. Lem fibrin atau sumbat kolagen  

            Pada beberapa kasus, dokter dapat menggunakan lem fibrin, terbuat dari protein plasma, untuk menyumbat dan  menyembuhkan fistula daripada memotong dan membiarkannya terbuka. Dokter menyuntikkan lem melalui lubang eksterna setelah membersihkan salurannya lebih dahulu dan menempelkan lubang yang di dalam agar tertutup. Saluran fistula dapat juga disumbat dengan protein kolagen dan kemudian ditutup6


IX. DIAGNOSA BANDING 
            Hidradenitis supurativa merupakan radang kelenjar apokrin yang biasanya membentuk fistel multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit ini biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang lebih dalam4
            Sinus pilonidalis terdapat hanya di lipatan sakrokoksigeal dan berasal dari sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum4
            Fistel proktitis dapat terjadi pada Morbus Crohn, TBC, amubiasis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang fistel koloperineal disebabkan oleh benda asing atau trauma4.






Gambar 18. Sinus Pilonidalis2
X. PROGNOSIS
            Fistel dapat kambuh bila lobang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka, atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan4

Kegagalan penyembuhan secara optimal mungkin akibat4 : 
- terapi inisial yang tidak adekuat      
- penyebab spesifik (namun tidak terdiagnosa), misalnya : Penyakit Crohn 
- Kondisi nutrisi yang tidak baik 
- perawatan luka yang tidak baik, misalnya : jembatan epitel 
- proliferasi jaringan granulasi yang mencegah epitelisasi 

            Jika tiga penyebab utama telah dieliminasi, keberhasilan bedah fistula bergantung  pada perawatan luka pos operasi4



























DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta, EGC, 2005   
     hal : 677-678
3. Sabiston, Buku Ajar Ilmu Bedah, bagian II, cetakan ke-dua, EGC, Jakarta, 1995, hal : 
     59-62
4. Henry MM, Thompson JN , Principles of Surgery, 2nd edition, Elsevier Saunders,  
    2005,  page 423-426
7. Schwartz, Shires, Spencer, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6, EGC, Jakarta,

Komentar :

ada 1
Unknown mengatakan...
pada hari

thanks buat infonya gan,, sangat bermanfaat sekali..

http://goo.gl/Ne7Tge

dr danny satriyo. Diberdayakan oleh Blogger.