I. PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut maka perjalanan penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat.1,2
Meningitis tuberculosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis primer. Secara histologik meningitis tuberculosis merupakan meningo-ensefalitis (tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf pusat.1
II. EPIDEMIOLOGI
Kuman mikobakterium tuberculosis paling sering menyebabkan infeksi pada paru-paru, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling berbahaya. Kekeraban meningitis tuberculosis sebanding dengan prevalensi infeksi dengan mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Jadi bergantung pada keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, tetapi jarang dibawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun. Pada anak, meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi infeksi primer dengan atau tanpa penyebaran miliar. Pada orang dewasa, penyakit ini merupakan bentuk tersendiri atau bersamaan dengan tuberculosis ditempat lain. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan cacat bila pengobatan terlambat.2
III. ETIOLOGI
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulos jenis hominis, jarang oleh jenis bovinum atau aves. Mycobacterium tuberculosis tipe human merupakan basilus tahan asam yang merupakan penyebab pathogen yang banyak menginfeksi sistem nervus. Penyakit ini terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, kekurangan gizi, kebersihan yang buruk. Factor suku atau ras, kurang atau tidak mendapat fasilitas imunisasi. Meningitis tuberkulosa dapat terjadi pada setiap umur terutama pada anak antara 6 bulan sampai 5 tahun. Jarang terdapat di bawah umur 6 bulan kecuali apabila angka kejadian tuberculosis sangat tinggi. Paling sering terjadi di bawah umur 2 tahun, yaitu antara 9 sampai 15 bulan.2,4
IV. ANATOMI
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh meningea yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan, yaitu cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau goncangan.
- a. Lapisan luar (Dura mater)
Dura terdiri dari dua lapisan jaringan ikat yang padat dan keras. Lapisan luar yang melapisi tengkorak berfungsi sebagai periosteum dan secara kuat melekat pada tulang. Dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar merupakan selaput otak yang sebenarnya dan menghadap rongga subdural yang sangat sempit untuk membentuk bagian-bagian falx serebri, tentorium serebeli dan diafragma sellae.
- b. Lapisan tengah (Arakhnoid)
Merupakan selaput yang halus tetapi kuat yang memisahkan pia mater dari dura mater terdiri dari membrane selular luar dan lapisan jaringan ikat dalam. Membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf pusat. Ruangan diantara dura mater dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan system otak dengan mening serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
- c. Lapisan dalam (Pia mater)
merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan sum-sum tulang belakang.
V. PATOFISIOLOGI
Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak. Focus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastro-intestinalis, ginjal, dsb. Dengan demikian meningitis tuberkulosa terjadi sebagai ganti penyebaran tuberkulosis paru-paru. Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak oleh penyebaran hematogen, tetapi mulai pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa mm sampai 1 cm), berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang dan tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan masuk ke ruang subaraknoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus. Secara mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan dikelilingi oleh sel-sel raksasa, limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau kapsul.2
Penyebaran dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus, atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid dan ventrikulus. Akibat reaksi radang ini, terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid saja, tetapi terutama terkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di bawah nya, sehingga proses sebenarnya adalah meningo-ensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen Luschka dengan mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan tekanan intracranial. Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama pada bagian korteks, medulla oblongata dan ganglia basalis yang kemudian mengakibatkan perlunakan otak dengan segala akibatnya.2
VI. MANIFESTASI KLINIK
Meningitis bakterial disebut juga leptomeningitis karena organisme penyebabnya biasanya didapatkan pada subarachnoid dan menyebar ke piamater dan arachnoid. Penyakit ini timbul bertahap sehingga biasanya terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk. Disamping itu juga terdapat riwayat penurunan berat badan, nyeri otot, nyeri punggung, anoreksia dan mungkin sedikit demam, kemungkinan dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi, waham. Setelah beberapa hari, bukti adanya keterlibatan meningen ditandai dengan adanya letargi, iritabilitas, dan pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda Brudzinsky. Jika diagnosis tidak ditegakkan pada tahap ini akan terjadi kejang, tanda fokal dan gangguan kesadaran. Terdapat peningkatan jumlah limfosit dengan peningkatan protein dan glukosa yang rendah pada LCS.1,2,3,9
Meningitis TB di bagi dalam 3 stadium:2,6
Stadium I
Stadium prodromal berlangsung < 2 minggu – 3 bulan. Pada anak yang masih kecil awal penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Anak yang lebih besar mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah, pola tidur terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi,, tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan sangat gelisah.
Stadium II
Gejala terluhat lebih berat. Pada anak kecil dan bayi terdapat kejang umum atau fokal. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif menyebabkan sianak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Refleks tendon meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki. Terdapat gangguan nervi kraniales antara lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat terjadi deficit neurologic fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak dan rigiditas deserebrasi.
Stadium III
Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tak teratur dan terdapat gangguan pernapasan dalam bentuk Cheyne-Stokes atau Kussmaul, spasme klonik dan peningkatan suhu tubuh. Gangguan miksi berupa retensi atau inkotinensia urin. Di dapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya
- VII. DIAGNOSIS
Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita tuberculosis, keadaan sosio-ekonomi, dan imunisasi. Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai oleh tekanan intrakranial yang meninggi: muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif, dan pada bayi tampak fontanela yang menonjol.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang.6
- Anamnesis
Adanya riwayat demam kronis, dapat pula berlangsung akut, kejang, jenis kejang, penurunan kesadaran, lamanya, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang. Riwayat penurunan berat badan, imunisasi BCG, kontak dengan pasien TB dewasa.
- Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan parut BCG, limfadenopati, dan tanda rangsang meningeal. Pada funduskopi dapat ditemukan pupil pucat, tuberkuloma di retina, dan adanya nodul di koroid.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang, tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, melah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positip.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positip, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai. Sebaiknya perlu diperhatikan apakah
d. Pemeriksaan Tanda brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tandan Brudzinski II positip. Sebagai halnya dalam memeriksa adanya tanda brudzinski I, perlu diperhatikan terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosa meningitis tuberkulosa adalah :6
- Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah
- Pemeriksaan fungsi lumbal bila ada indikasi
Pada fungsi lumbal : cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel leukosit meningkat sampai 500/µl, dengan hitung jenis sel limfosit dominan walaupun pada keadaan awal dapat polimorfonuklear. Protein meningkat sampai 500 mg/dl, kadar glukosa dibawah normal. Fungsi lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis.
Pemeriksaan cairan otak. Tekanan meningkat, warna jernih atau santokrom, protein meningkat, gula menurun, klorida menurun, lekosit meningkat sampai 500/ mm3 dengan sel mononuclear yang dominan. Bila didiamkan beberapa jam akan terbentuk pelikula yang berbentuk sarang labah-labah. Pada pengecatan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosa. Tes tuberculin terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil, hasilnya sering kali negative karena anergi, terutama pada stadium terminal.
Pemeriksaan lainnya meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EEG, dan CT Scan.1,2
Diagnosis meningitis tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan Micobacterium Tuberculosa dalam kultur Cairan Serebro Spinal. Namun pemeriksaan kultur Cairan Serebro Spinal ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita.
VIII. PENATALAKSANAAN
Perawatan Umumiknya. Berikut ini adalah beberapa contoh
Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit, dibagian perawatan intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin. Pengobatan dapat segera dimulai.2
Pengobatan
Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberlostatika mempunyai spesifikasi farmakologik tersendiri.2,5
- Isoniazida atau INH, pada dewasa dosis 4-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi maksimum 300 mg/hari dan anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi. Oabat ini dapat menyebabkan polyneuritis.
- Streptomycin, diberikan intramuscular selama lebih kurang 3 bulan, tidak boleh terlalu lama. Karena bersifat autotoksik harus diberikan dengan hati-hati. Dosis 25-50 mg/hari.
- Rifampisin, diberikan dengan dosis dewasa 600 mg atau 10-20 mg/kgBB/hari. Khusus anak-anak di bawak 5 tahun harus bersikap hati-hati karena dapat menyebabkan neuritis optika.
- 4. PAS atau para-amino-salycilic-acid, diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari. PAS sering menyebabkan gangguan nafsu makan.
- Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari, selama lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.
- Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednisone dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari.
- Pemberian tuberculin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi ensim lisosomal yang menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.
- Pemberian ensimproteolitik seperti streptokinase secara intratekal mempunyai tujuan untuk menghalangi adesi. Bila pengobatan diberikan cepat dan tepat, biasanya berhasil setelah7-10 hari. Secara klinis biasanya ditandai dengan hilangnya nyeri kepala dan gangguan mental.
IX. KOMPLIKASI
Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi sistemik yang disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bacterial lainnya perlu dipertimbangkan secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program terapi.
Meningismus
Pada meningismus juga terjadi iritasi meningeal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda Kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsillitis, pneumonia, pielitis. Dapat terjadi bersamaan dengan apendesitis akut, demam tifoid, erisepelas, malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Penyakit Behcet
Terdapat ulserasi selaput lender mulut dan faring yang berulang-ulang dan orkhitis. Dalam CSS tidak terdapat bakteri dan kadar gula normal.
X. PROGNOSIS
Bila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal daalm waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan dimulai dan pada stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.2
Komentar :
Posting Komentar