DIAGNOSIS LABORATORIS DBD TERKINI
PENDAHULUAN
Sampai
saat Demam Berdarah Dengue ( DBD ) masih merupakan masalah kesehatan,
bersifat endemis dan timbul sepanjang tahun. Penyakit ini walau banyak
terjadi pada anak-anak, namun terdapat kecenderungan peningkatan jumlah
penderita dewasa serta menyebabkan morbiditas dan mortalitas.
Diagnosis
laboratoris DBD baik pada anak maupun dewasa belum pernah dibedakan
secara jelas, di mana masih memakai kriteria umum yaitu isolasi virus
dengan cara kultur, pemeriksaan serologis dengan mendeteksi antibodi
anti-dengue, maupun pemeriksaan asam nukleat dari RNA virus dengue yang
sekaligus dapat mendeteksi jenis serotipe virus dengue yang diperlukan
tidak saja untuk keperluan epidemiologi, namun salah satu faktor yang
kemungkinan dapat mengarah pada gradasi berat ringannya gejala infeksi
virus dengue.
Konsekuensinya,
diperlukan pemahaman prosedur pemeriksaan yang dapat dilakukan secara
rutin maupun untuk penelitian, beserta interpretasi hasil uji
laboratorisnya. Pengertian mengenai kinetik replikasi virus dengue dan
respons terhadap host, demikian juga untuk pengumpulan dan
penanganan spesimen diperlukan untuk mengklarifikasi kekuatan dan
kelemahan dari berbagai uji/metode diagnosis infeksi virus dengue.
Diagnosis
infeksi virus Dengue, selain dengan melihat gejala klinis, juga
dilakukan dengan pemeriksaan darah di laboratorium. Pada Demam Dengue
(DD), saat awal demam akan dijumpai jumlah leukosit (sel darah putih) normal, kemudian menjadi leukopenia (sel darah putih yang menurun) selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi saat epidemi/wabah dapat dijumpai trombositopenia (jumlah trombosit yang menurun ). Enzim hati dapat meningkat ringan. Pada Demam Berdarah Dengue (DBD), pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada kasus syok/SSD, selain ditemukan hasil laboratorium seperti DBD di atas, juga terdapat kegagalan sirkulasi ditandai dengan terjadi penurunan demam disertai keluarnya keringat, ujung tangan dan kaki teraba dingin, nadi cepat atau bahkan melambat hingga tidak teraba serta tekanan darah tidak terukur. Seringkali sesaat sebelum syok, penderita mengeluh nyeri perut, beberapa tampak sangat lemah dan gelisah.
(DD), saat awal demam akan dijumpai jumlah leukosit (sel darah putih) normal, kemudian menjadi leukopenia (sel darah putih yang menurun) selama fase demam. Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi saat epidemi/wabah dapat dijumpai trombositopenia (jumlah trombosit yang menurun ). Enzim hati dapat meningkat ringan. Pada Demam Berdarah Dengue (DBD), pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Pada kasus syok/SSD, selain ditemukan hasil laboratorium seperti DBD di atas, juga terdapat kegagalan sirkulasi ditandai dengan terjadi penurunan demam disertai keluarnya keringat, ujung tangan dan kaki teraba dingin, nadi cepat atau bahkan melambat hingga tidak teraba serta tekanan darah tidak terukur. Seringkali sesaat sebelum syok, penderita mengeluh nyeri perut, beberapa tampak sangat lemah dan gelisah.
Dalam menegakkan diagnosis infeksi virus Dengue diperlukan pemeriksaan
untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus Dengue di
dalam serum penderita baik berupa IgM antidengue maupun IgG antidengue.
Penting
diketahui bahwa IgG antidengue bersifat diagnostik, dapat menjadi
parameter terjadinya dugaan infeksi dengue sekunder akut. Hal ini sesuai
dengan teori yang masih dianut sampai saat ini, yaitu teori heterologous infection maupun ADE (Antibody Dependent Enhancement).Jadi
IgG yang terdeteksi dalam pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan
adanya proteksi atau sekedar infeksi virus dengue di masa lampau.
Diagnosis
yang telah ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris
(WHO,1997), ditunjang dengan pemeriksaan serologis adanya baik IgM anti
dengue ataupun IgG anti dengue yang idealnya diikuti kadarnya ( apabila
memungkinkan ), hal ini akan mempertajam diagnosis DBD. Pemeriksaan
lanjutan untuk mengetahui serotipe Den1,2,3,4 dari virus dengue saat ini
banyak dilakukan dengan metode molekuler yaitu nested RT-PCR ( Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ).Untuk
wabah DBD yang sekarang merebak di Indonesia saat ini, idealnya
pemeriksaan dilanjutkan tidak hanya sampai serotipe namun untuk melihat
subtipe, yang akhir-akhir ini diduga sebagai strain baru.
IMUNOPATOGENESIS
Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus dengue adalah APC ( Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar
( hepatosit) juga dapat terkena.Viremia timbul pada saat menjelang tampak gejala klinik hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T.
( hepatosit) juga dapat terkena.Viremia timbul pada saat menjelang tampak gejala klinik hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel limfosit T.
Imunopatogenesis
DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang
digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ).
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan
infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang
lama, tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan
jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Pada
teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection, T-cells enhance infection
serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi
terhadap terjadinya DBD dan SSD.Singkatnya secara umum ADE dijelaskan
sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis
virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan antibodi
yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit
yang berat.
Infeksi
dari salah satu serotipe dengue menimbulkan imunitas seumur hidup,
namun hanya sebagian kecil yang memiliki imunitas silang protektif
terhadap infeksi serotipe lain. Pada anak, infeksi virus dengue sering
bersifat subklinis atau dapat menyebabkan penyakit demam yang self-limited,
namun apabila suatu saat penderita terkena infeksi virus dengue
berikutnya dengan serotipe yang berbeda, penyakit ini akan lebih berat,
menjadi demam berdarah dengue ataupun dengue syok sindrom ( anamnestic dengue infection ).Di daerah endemis, penderita yang terdiagnosis demam dengue seringkali terbukti infeksi sekunder.
Infeksi
primer ditandai dengan timbulnya antibodi IgM terhadap dengue sekitar
tiga sampai lima hari setelah timbulnya demam, meningkat tajam dalam
satu sampai tiga minggu serta dapat dideteksi sampai tiga bulan.
Antibodi IgG terhadap dengue diproduksi sekitar dua minggu sesudah
infeksi. Titer IgG ini meningkat amat cepat, lalu menurun secara lambat
dalam waktu yang lama dan biasanya bertahan seumur hidup.Pada infeksi
sekunder terjadi reaksi anamnestik dari pembentukan antibodi, khususnya
dari kelas IgG di mana pada hari ke dua saja, IgG ini sudah dapat
meningkat tajam. Pada berbagai penelitian di daerah di mana dengue
primer dan sekunder terjadi keduanya, didapatkan suatu angka signifikan
yang menyatakan bahwa pada pasien dengan infeksi sekunder dengue,
antibodi IgM tidak terdeteksi dalam waktu lima hari sejak infeksi
timbul, bahkan pada beberapa kasus tidak menunjukkan suatu respon hingga
hari ke 20.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menskrining penderita demam dengue adalah melalui uji Rumpel Leede,
pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil
isolasi virus dengue ( metode cell culture ) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR ( Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ),
namun karena teknik yang rumit yang berkembang saat ini adalah tes
serologis ( adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi
total, IgM maupun IgG ).
Pemeriksaan
serologis ditujukan untuk deteksi antibodi spesifik terhadap virus
dengue. Pemeriksaan yang banyak digunakan adalah berupa uji HI ( hemagglutination inhibition test= uji hambatan hemaglutinasi ) yang merupakan standar WHO, kemudian uji Indirect ELISA, uji Captured ELISA untuk Dengue baik IgM Captured-ELISA
( MAC-ELISA ) maupun IgG Captured – ELISA, Dengue blot/Dengue Stick/ Dot imunoasai Dengue, dan uji ICT ( Immuno-chromatographic Test ) antara lain Dengue Rapid Test ,sedangkan uji fiksasi komplemen dan uji netralisasi sudah lama ditinggalkan karena rumit dan tidak praktis.
( MAC-ELISA ) maupun IgG Captured – ELISA, Dengue blot/Dengue Stick/ Dot imunoasai Dengue, dan uji ICT ( Immuno-chromatographic Test ) antara lain Dengue Rapid Test ,sedangkan uji fiksasi komplemen dan uji netralisasi sudah lama ditinggalkan karena rumit dan tidak praktis.
Uji HI yang merupakan
uji serologis yang dianjurkan menurut standar WHO, dapat mendeteksi
antibodi anti-dengue, di mana infeksi virus dengue akut ditandai dengan
terdapatnya peningkatan titer empat kali atau lebih antara sepasang sera
yaitu serum akut dan serum konvalesen, di samping itu titer ³ 1:2560 menunjukkan interpretasi infeksi flavivirus sekunder.
1.Uji Rumpel Leede ( RL )
Pemeriksaan RL ditujukan untuk menilai ada tidaknya gangguan vaskuler.
Perlu diingat bahwa bila uji ini positif tidak selalu disebabkan oleh virus dengue saja, namun juga dapat oleh penyakit virus lainnya .Hasil dikatakan normal bila petekia yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm yang terletak 4 cm di bawah lipatan siku berjumlah 5 atau kurang.
Perlu diingat bahwa bila uji ini positif tidak selalu disebabkan oleh virus dengue saja, namun juga dapat oleh penyakit virus lainnya .Hasil dikatakan normal bila petekia yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm yang terletak 4 cm di bawah lipatan siku berjumlah 5 atau kurang.
2.Kadar hematokrit
Peningkatan
nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD,
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Hemokonsentrasi dapat
dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih. Harga normal
hematokrit di laboratorium PK RSUD Dr.Sutomo ,wanita 35-45%, pria 40-50%.
3.Jumlah trombosit
Penurunan
jumlah trombosit ( trombositopenia ) pada umumnya terjadi sebelum ada
peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Trombositopenia
100.000/Ul atau kurang dari 1-2 trombosit per lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, biasanya dapat dijumpai antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Apabila diperlukan, pemeriksaan trombosit perlu diulangi setiap hari sampai suhu turun.
100.000/Ul atau kurang dari 1-2 trombosit per lapangan pandang besar (lpb) dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, biasanya dapat dijumpai antara hari sakit ketiga sampai ketujuh. Apabila diperlukan, pemeriksaan trombosit perlu diulangi setiap hari sampai suhu turun.
4.Isolasi virus
Diagnosis
pasti yaitu dengan cara isolasi virus dengue dengan menggunakan kultur
sel. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan isolasi virus adalah
pengambilan spesimen yang awal biasanya dalam lima hari setelah timbulnya demam
, penanganan spesimen serta pengiriman spesimen yang baik ke
laboratorium. Bahan untuk isolasi virus dengue dapat berupa serum,
plasma atau lapisan buffy-coat darah-heparinized.
Kultur
sel yang banyak digunakan adalah dari sel AP/61, C6/36 dan TRA-284-SF.
Hasil kultur diidentifikasi dengan menggunakan metode imunofloresen DFA ( Direct Immunofluorescent Assay ) atau IFA ( Indirect Immunofluorescent Assay )
dengan menggunakan antibodi monoklonal spesifik. Keterbatasan metode
ini adalah sulitnya peralatan serta memerlukan waktu dua sampai tiga
minggu untuk mendapatkan hasil.
5.Uji serologis
5.1.Uji Inhibisi Hemaglutinasi ( Haemagglutination Inhibition Test )
Uji serologi HI merupakan gold standard WHO untuk diagnosis infeksi virus dengue.
Uji
ini untuk menetapkan titer antibodi anti-dengue yang dapat menghambat
kemampuan virus dengue mengaglutinasi sel darah merah angsa. Antibodi HI
bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-tahun, sehingga uji ini baik
untuk studi sero-epidemiologi.
Sayangnya
uji ini membutuhkan sepasang sera dengan perbedaan waktu fase akut dan
konvalesen paling sedikit 7 hari, optimalnya 10 hari.Uji ini dapat
digunakan untuk membedakan infeksi primer dan sekunder berdasarkan titer
antibodinya.
Tabel 1. Interpretasi Uji HI (Hambatan Hemaglutinasi ; WHO , 1997 )
Kenaikan titer
|
Interval Serum I-II
|
Titer konvalesen
|
Interpretasi
|
≥ 4kali
≥ 4 kali
≥ 4 kali
Tidak ada kenaikan
Tidak ada kenaikan
Tidak ada kenaikan
Tidak diketahui
|
≥ 7 hari
spesimen apapun
< 7 hari
spesimen apapun
≥ 7 hari
< 7 hari
spesimen tunggal
|
≤ 1 : 1280
≥ 1 : 2560
≤ 1 : 1280
≥ 1 : 2560
≤ 1 : 1280
≤ 1 : 1280
≤ 1 : 1280
|
Infeksi flavivirus akut, primer
Infeksi flavivirus akut, sekunder
Infeksi flavivirus akut, primer atau sekunder
Infeksi flavivirus baru,
Sekunder
Bukan dengue
Tdk dpt diinterpretasi
Tdk dpt diinterpretasi
|
5.2.Uji ELISA
Uji
ELISA tidak membutuhkan sepasang serum, cukup dengan serum tunggal
dapat untuk mendeteksi IgG maupun IgM anti-dengue.Uji ini bersifat
kuantitatif, biasanya hasil yang dibaca berupa absorbans yang kemudian
dikonversikan menjadi satuan unit atau rasio.
Prinsip uji ELISA untuk deteksi antibodi terhadap virus dengue, tehnik dapat berupa ELISA tak langsung ( Indirect ELISA ) maupun Captured ELISA.
Di pasaran Indonesia saat ini terdapat pemeriksaan ELISA baik yang Indirect ELISA untuk mendeteksi IgG anti-dengue maupun yang Captured ELISA yang dapat mendeteksi IgG anti-dengue serta IgM anti-dengue dalam serum penderita.MAC ELISA adalah istilah dari singkatan IgM Captured ELISA, dengan prinsip dasar goat atau rabbit antihuman IgM yang dilapiskan pada fase padat ( microtiter plate ELISA
) akan berikatan dengan IgM anti-dengue dari serum penderita .Langkah
berikutnya ditambahkan antigen dengue, selanjutnya diberi konjugat anti
viral IgG-HRP dan substrat lalu diukur kadar absorbansnya sehingga dapat
diketahui konsentrasi IgMnya.
Keuntungan uji Captured ELISA
dibandingkan uji HI pada infeksi dengue akut yaitu lebih cepat dan
dengan hanya spesimen serum tunggal didapatkan sensitivitas ELISA 78%
sedangkan uji HI 53%, di mana pada sepasang serum sensitivitas uji ELISA
ini meningkat menjadi 97% melebihi uji HI.
Pemeriksaan Captured ELISA untuk IgM dan IgG sekaligus pada pemeriksaan dengan metode Dengue Duo ELISA ( Panbio, Australia) dapat untuk membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder, walaupun hanya memakai serum tunggal.
Tabel 2. Interpretasi uji ELISA Dengue ( Panbio, Catalogue No. E-DEN02G )
Rasio
|
Hasil
|
Interpretasi
|
IgM < 0,9
|
negatif
|
tidak ada infeksi dengue
|
IgM 0,9-1,1
|
ekuivokal
|
perlu tes ulang
|
IgM > 1,1
|
positif
|
dugaan infeksi baru dengue
|
IgG < 1,8
|
negatif
|
tidak ada infeksi sekunder
|
IgG 1,8-2,2
|
ekuivokal
|
perlu tes ulang
|
IgG > 2,2
|
positif
|
dugaan infeksi sekunder aktif
|
5.3.Uji Dengue Blot/Dot imunoasai/Dengue Stick
Prinsip dasar uji dengue blot/ dengue stick/ dot imunoasai adalah uji ELISA, baik uji ELISA tak langsung ( Indirect ELISA ) atau menggunakan Captured-ELISA. Yang membedakan uji dengue blot/dengue stick/dot imunoasai dibandingkan dengan ELISA yaitu pada fase padatnya, menggunakan kertas nitroselulose yang bersifat high capacity. Pemeriksaan ini dilakukan pada serum tunggal dengan hasil kualitatif.
Pada
uji dengue blot/dengue stick/dot imunoasai dapat menggunakan metode
ELISA tak langsung yaitu antigen virus dilekatkan langsung pada fase
padat, di mana setelah diberikan blokade untuk menutup celah-celah di
antara antigen pada kertas nitroselulose, langsung diberikan serum
penderita. Bila di dalam serum penderita terdapat antibodi anti-dengue
dapat berupa IgG anti-dengue atau IgM anti-dengue , yang dikerjakan
secara terpisah yaitu IgG Indirect ELISA saja atau IgM Indirect ELISA, maka antibodi tersebut akan berikatan dengan antigen yang terikat pada kertas nitroselulose. Setelah
tahap inkubasi dan pencucian, ikatan antigen-antibodi ini dapat dilacak
dengan menggunakan konjugat yaitu antibodi yang berlabel enzim AP
(alkalinefosfatase), HRP (horseradish peroxidase) maupun colloidal gold yang akan memberikan dot berwarna biru keunguan setelah ditambah substrat berkromogen.
Selain dengan metode ELISA tak langsung, uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode Captured ELISA , misalnya pada IgM Captured ELISA di mana antihuman IgM dilekatkan pada fase padat kertas nitroselulose. Antihuman IgM
ini akan menangkap IgM di dalam serum penderita. Tahap berikutnya
diberikan antigen dengue, selanjutnya diberikan pelacak seperti yang
terdapat pada metode ELISA tak langsung di atas dan akan memberikan
hasil dot berwarna biru keunguan yang menunjukkan hasil positif.
5.4.Uji Imunokromatografi (ICT)
Dewasa ini di pasaran berkembang pemeriksaan dengue cara cepat dengan menggunakan metode imunokromatografi, antara lain Dengue Rapid Test (Dengue Duo IgM and IgG Rapid Strip Test Catalogue No. DEN-25S )
dari PanBio Pty Ltd. Uji ini menggunakan protein envelop rekombinan
dengue, serta digunakan untuk membedakan infeksi dengue primer dan
sekunder.
Uji ini dapat mendeteksi baik IgM dan IgG anti-dengue sekaligus dalam serum tunggal dalam waktu 15-30 menit.
Pada Dengue Rapid Test (uji ICT) berbentuk strip ini telah distandardisasi sedemikian rupa sehingga pada penderita infeksi primer IgM positif dimana IgGnya negatif, sebaliknya pada infeksi sekunder hasil IgG positif dapat disertai dengan atau tanpa hasil IgM yang positif.
Prinsip pemeriksaan yaitu Captured ELISA dengan fase padat nitroselulose/dipstick dengan daya kromatografi maka antibodi IgM atau IgG anti-dengue yang terdapat di dalam serum penderita akan berikatan dengan antihuman IgM atau antihuman IgG yang
telah diimobilisasi pada fase padatnya membentuk garis melintang pada
membran tes.Secara bersamaan antibodi monoklonal anti-dengue yang
berlabel gold bereaksi dengan antigen dengue (rekombinan).
Konjugat ini ( antibodi monoklonal anti-dengue yang berikatan dengan
antigen dengue ) akan berikatan dengan antibodi IgM atau IgG dari serum penderita tersebut membentuk garis berwarna ungu.
Nuryati, 2001 mendapatkan sensitivitas diagnostik Dengue Rapid Test 97,36% dan spesifisitas diagnostik 84,38% pada penderita demam berdarah dengue.
Tabel 3. Hasil penelitian Dengue Rapid Strip Test Panbio Pty Ltd
Peneliti
|
Sensitifitas diagnostik
|
Spesifisitas diagnostik
|
Cuzzubo AJ et al
|
99 % ( 149/150 )
|
87% ( 85/98 )
|
Nuryati S
|
97,36 % ( 37/38 )
|
84,38 % ( 27/32 )
|
Aryati et al
|
98,28 % ( 57/58 )
|
81,82 % ( 36/44 )
|
Tabel 4. Analisis Spesifisitas Dengue Rapid Strip Test
Sampel
|
Jumlah IgM-
|
Jumlah IgG-
|
Jumlah IgM & IgG
|
Tifoid
|
15/19 (78,95%)
|
19/19 (100%)
|
15/19 (78,95%)
|
Bronkopnemoni
|
8/8 (100%)
|
8/8 (100%)
|
8/8 (100%)
|
Difteri
|
4/4 (100%)
|
¾ ( 75% )
|
¾ ( 75% )
|
ISK
|
1/1 (100% )
|
1/1 ( 100% )
|
1/1 ( 100% )
|
Malaria
|
9/12 ( 75% )
|
12/12 ( 100 )
|
9/12 ( 75% )
|
Total (spesifisitas )
|
37/44 ( 84, 09% )
|
43/44 ( 97,73% )
|
36/44 ( 81,82% )
|
Berpijak dari data penelitian Dengue Rapid Test
( strip ) baik yang dilakukan oleh Cuzzubo et al, Nuryati S dan kami
sendiri , terdapat hal-hal yang perlu dicermati yaitu pada infeksi
sekunder tidak perlu harus menunggu timbulnya garis IgM antidengue yang
positif, cukup bila timbulnya garis IgG antidengue yang karakteristik
untuk infeksi sekunder sudah dapat dikatakan indikasi infeksi dengue
sekunder ( hanya 25-78% IgM positif pada infeksi sekunder akut ).Di
samping itu perlu pula dicermati bahwa pada infeksi primer kita harus
lebih waspada dalam mendiagnosis, terutama kecurigaan pada tifoid dan
malaria, perlu dikonfirmasi dengan klinis dan pemeriksaan laboratorium
lainnya.
Uji imunokromatografi ini baik untuk digunakan di lapangan karena cepat dan praktis serta lebih berguna pada daerah di mana infeksi sekunder lebih sering terjadi misalnya di Asia Tenggara dan Amerika Selatan.
6. Nested RT-PCR ( Reverse Transcriptase- Polymerase Chain Reaction )
Virus dengue merupakan virus RNA, sehingga untuk melakukan PCR harus dilakukan reverse transcription agar terbentuk cDNA ( complementary DNA ) yang kemudian akan diamplifikasi dengan menggunakan alat DNA Thermal Cycler.
Deteksi RNA virus dengue menggunakan teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ( RT-PCR ) ini sekaligus juga dapat untuk menentukan serotipe virus dengue ( D1, D2, D3, D4 ).Teknik yang digunakan adalah nested PCR, di mana pada PCR tahap kedua menggunakan type specific primer ( TS1-4 ) sesuai dengan serotipe virus dengue.
Prinsip PCR terdiri atas tiga tahap yaitu denaturasi untai ganda DNA, selanjutnya annealing ( penempelan ) primer pada DNA targetnya, terakhir primer extension
( pemanjangan primer ) dengan adanya DNA polimerase. Hasil DNA yang terjadi merupakan akumulasi eksponensial dari DNA target yang spesifik, sekitar 2n di mana n adalah jumlah siklus yang diatur dalam proses PCR ini. Visualisasi proses penggandaan DNA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan elektroforesis gel atau dengan menggunakan DNA probe.
( pemanjangan primer ) dengan adanya DNA polimerase. Hasil DNA yang terjadi merupakan akumulasi eksponensial dari DNA target yang spesifik, sekitar 2n di mana n adalah jumlah siklus yang diatur dalam proses PCR ini. Visualisasi proses penggandaan DNA ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan elektroforesis gel atau dengan menggunakan DNA probe.
Primer yang dipakai pada nested RT-PCR untuk deteksi virus dengue di TDC ( Tropical Disease Centre ) Unair adalah sebagai berikut.
Primer Sekuens Posisi genom Jumlah dlm bp
D1 5’-TCAATATGCTGAAACGCGCGAGAAACCG-3’ 134-161 511
D2 5’-TTGCACCAACAGTCAATGTCTTCAGGTTC-3’ 616-644 511
TS1 5’-CGTCTCAGTGATCCGGGGG-3’ 568-586 482
TS2 5’-CGCCACAAGGGCCATGAACAG-3’ 232-252 119
TS3 5’-TAACATCATCATGAGACAGAGC-3’ 400-421 290
TS4 5’-CTCTGTTGTCTTAAACAAGAGA-3’ 506-527 392
RINGKASAN
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menskrining penderita demam dengue adalah melalui uji Rumpel Leede,
pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil
isolasi virus dengue ( metode cell culture ) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR ( Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction ),
namun karena teknik yang rumit yang berkembang saat ini adalah tes
serologis ( adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi
tota
sumber : pusat penelitian dan pengabdian masyarakat UNAIR
sumber : pusat penelitian dan pengabdian masyarakat UNAIR
Komentar :
Posting Komentar