PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Kataarhakies, Inggris Cataract dan Latin Cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau
terjadi akibat kedua-duanya.
Berdasarkan
data World Health Organization (WHO), katarak merupakan penyebab
kebutaan dan gangguan penglihatan terbanyak di dunia. Dengan proses
penuaan populasi umum, prevalensi keseluruhan kehilangan penglihatan
sebagai akibat dari kekeruhan lensa meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2002, WHO memperkirakan jumlah katarak yang mengakibatkan kebutaan
reversible melebihi 17 juta (47,8%) dari 37 juta penderita kebutaan di
dunia, dan angka ini diperkirakan mencapai 40 juta pada tahun 2020.
ANATOMI LENSA
Lensa Kristalina Normal
Lensa
Kristalina adalah sebuah struktur yang transparan dan bikonveks yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi
setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aqueus humor
untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa
metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari
korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula Zinnii yang terdiri
dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus
siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan
nukleus.
Kutub
anterior dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis imajiner yang
disebut aksis yang melewati mereka. Garis pada permukaan yang dari satu
kutub ke kutub lainnya disebut meridian. Ekuator lensa adalah garis
lingkar terbesar. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks
refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada
bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan vitreous yang
mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan
kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi
bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan
oleh udara dan kornea.
Lensa
terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya
sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta
memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm
anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif
dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan
lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki
kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin
menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya
partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat
menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan
faktor-faktor yang berperan.
Gambar 1. Bentuk lensa dan posisinya pada mata.
Gambar 2. Struktur lensa manusia normal
Kapsula
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif. Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4 mm. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.
Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif. Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4 mm. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.
Gambar 3. Gambaran skematik kapsul lensa manusia dewasa yang menunjukkan perbedaan ketebalan kapsul pada tiap zona berbeda.
Serat zonular
Lensa
disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari
epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar.
Serat-serat zonula ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial
secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini
beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak sebagai
bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula.
Epitel Lensa
Terletak
tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan lapisan
tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan
melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA,
protein dan lipid. Sel-sel ini juga menghasilkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epitelial aktif melakukan mitosis
dengan aktifitas terbesar pada sintesis DNA pramitosis yang terjadi pada
cincin di sekitar anterior lensa yang disebut zona germinativum.
Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi menuju ekuator di mana
sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel
epitelial bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses
differensiasi menjadi serat lensa dimulai.
Mungkin,
bagian dari perubahan morfologis yang paling dramatis terjadi ketika
sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. Perubahan ini
terkait dengan peningkatan massa protein selular pada membran untuk
setiap individu sel-sel serat. Pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan
organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom.
Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat
melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini.
Bagaimana pun, karena serat-serat sel lensa yang baru ini kehilangan
fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh organel-organel ini,
kini serat lensa terganting dari energi yang dihasilkan oleh proses
glikolisis.
Gambar 4. Gambaran skematik lensa mammalian pada potongan cross-section
Korteks dan Nukleus
Tidak
ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan,
sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja
dibentuk dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian
tertua dari ini adalah nukleus fetal dan embrional yang dihasilkan
selama kehidupan embrional dan terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian
terluar dari serat adalah yang pertama kali terbentuk dan membentuk
korteks dari lensa.
FISIOLOGI DAN FUNGSI LENSA
Kristal
lensa merupakan struktur yang transparan mempunyai peranan yang penting
dalam mekanisme focus pada penglihatan. Fisiologi lensa meliputi aspek :
1. Transparansi lensa
2. Aktivitas metebolisme lensa
3. Akomodasi.
Keseimbangan Air dan Kation Lensa
Aspek
fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur
keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga
kejernihan lensa.(8,12,13) Karena kejernihan lensa sangat tergantung
pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa
dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditentukan bahwa gangguan
keseimbangan air dan elektrolit bukanlah gambaran dari katarak nuklear.
Pada katarak kortikal, kadar air meningkat secara bermakna.
Lensa
manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan
ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks
lensa menjadi lebih terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume
lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang
ekstraselular. Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20mM
dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan kalium
disekeliling aqueous humor dan vitrous humor cukup berbeda; natrium
lebih tinggi sekitar 150 mM di mana kalium sekitar 5 mM.
Epitelium Lensa; Tempat Transport Aktif
Lensa
bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino
yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya,
lensa mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang
lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di
dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas
membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang
terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa.
Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari
dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari
pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase.
Keseimbangan
ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain.
Inhibisi dari Na+, K+-ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan
kation dan meningkatnya kadar air dalam lensa. Walaupun Na+, K+-ATPase
terhambat pada perkembangan katarak kortikal masih belum jelas, beberapa
studi telah menunjukkan penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase, sedangkan
yang lainnya tidak tidak menunjukkan perubahan apa pun. Dan studi-studi
lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran meningkat seiring
dengan perkembangan katarak.
Teori Kebocoran Pompa
Kombinasi
dari transport aktif dan permeabilitas membran seringkali dihubungkan
dengan sistem kebocoran pompa pada lensa. Menurut teori ini, kalium dan
molekul-molekul lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditransport
ke anterior lensa melalui epitelium. Kemudian berdifusi keluar dengan
gradien konsentrasi melalui belakang lensa.di mana tidak ada sistem
transport aktif. Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang lensa
dengan sebuah gradien konsentrasi yang kemudian secara aktif diganti
dengan kalium melalui epitelium. Sebagai pendukung teori ini, gradien
anteroposterior ditemukan untuk kedua ion: kalium terkonsentrasi pada
anterior lensa, dan natrium pada bagian posterior lensa. Kondisi seperti
pendinginan yang menginaktifasi pompa enzim tergantung energi juga
mengganggu gradien ini. Kebanyakan aktifitas dari Na+, K+-ATPase
ditemukan dalam epitelium lensa. Mekanisme transport aktif akan hilang
jika kapsul dan epitel yang menempel dilepaskan dari lensa, tetapi tidak
terjadi jika hanya kapsul saja yang dilepaskan melalui degradasi
enzimatik dengan kolagenase. Temuan-temuan ini mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa epitel adalah tempat primer untuk transport aktif pada
lensa. Natrium dipompakan keluar menuju aqueous humor dari dalam lensa,
dan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam lensa. Pada permukaan
posterior lensa (lensa-vitreus), perpindahan solut terjadi secara difusi
pasif. Rancangan asimetris ini bermanifestasi dalam gradien natrium dan
kalium sepanjang lensa dengan konsentrasi kalium lebih tinggi pada
depan lensa dan lebih rendah di belakang lensa. Dan kebalikannya
konsentrasi natrium lebih tinggi di belakang lensa daripada di depan.
Banyak dari difusi-difusi ini terjadi pada lensa melalui sel ke sel
dengan taut antar sel resistensi rendah.
Keseimbangan
kalsium juga penting untuk lensa. Kadar normal intrasel dari kalsium
dalam lensa adalah sekitar 30 mM di mana kadar kalsium di luar mendekati
2 mM
Besarnya gradien transmembran kalsium dipertahankan secara primer oleh
pompa kalsium (Ca2+-ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak
permeabel terhadap kalsium. Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat
mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat
pada beberapa perubahan meliputi tertekannya metabolisme glukosa,
pembentukan agregat protein dengan berat molekul tinggi dan aktivasi
protease yang destruktif.
Transport
membran dan permeabilitas juga termasuk perhitungan yang penting pada
nutrisi lensa. Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada
epitel lensa dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang
dibawa oleh pompa natrium. Glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses
difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem
transport aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui
difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin memiliki mekanisme transport yang khusus pada lensa.
Gambar 5. Jalur hipotesis kebocoran pompa bahan terlarut pada lensa
AKOMODASI
Fungsi
utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan terfokus ke retina.
untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi
sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa
untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan
berkurang.
Gangguan
pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan misalnya
congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile,
komplikata, trauma), distorsi, dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien
yang mengalami gangguan-gangguan tersebut mengalami kekaburan
penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan
ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slitlamp,
oftalmologi, senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil
dilatasi.
KLASIFIKASI KATARAK
Klasifikasi katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria berbeda
- Waktu kejadian (kongenital atau didapat)
Didapat : a. Katarak juvenile : usia 1-40 tahun
b. Katarak presenil : usia 40-50 tahun
c. Katarak senil : usia > 50 tahun
- Maturitas
- Morfologi
Tidak satupun dari klasifikasi diatas yang memuaskan. Kami cenderung berpatokan pada klasifikasi berdasarkan waktu kejadian.
Tabel 1. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Waktu Kejadian
Tabel 2. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Maturitas
Tabel 3. Klasifikasi Katarak Berdasarkan Morfologi
KATARAK KONGENITAL DAN DEVELOPMENTAL
Katarak
ini terjadi akibat gangguan pada pertumbuhan normal lensa. Apabila
gangguan tersebut terjadi sebelum lahir, anak yang lahir akan mengalami
katarak kongenital. Oleh karena itu kekeruhan pada katarak kongenital
terbatas pada nukleus embrionik atau fetalis.
Katarak
developmental dapat terjadi dari infan sampai adolesen. Oleh karena
itu, kekeruhan dapat terjadi pada nukleus infantil atau nukleus dewasa,
bagian terdalam dari korteks atau kapsul. Katarak kongenital dan
developmental memiliki gambaran yang bervariasi dan bisa saja tidak
disertai dengan gangguan visus. Katarak tersebut dideteksi melalui
pemeriksaan slit-lamp dengan midriasis penuh.
Etiologi
Penyebab
pasti katarak kongenital dan developmental belum diketahui. Beberapa
faktor yang dihubungkan dengan tipe tertentu katarak dijelaskan sebagai
berikut:
1. Herediter
Faktor
genetik yang berperan dalam terjadinya katarak berhubungan dengan
anomali pola kromosom individu. Sekitar sepertiga katarak kongenital
bersifat herediter. Jenis katarak yang familial adalah katarak
pulverulenta, katarak zonular (juga dapat terjadi secara non-familial), coronary cataract.
2. Faktor maternal
a. Malnutrisi selama kehamilan telah dihubungkan dengan katarak zonular non-familial.
b. Infeksi
maternal seperti rubella dihubungkan dengan katarak pada 50% kasus.
Infeksi maternal lainnya yang dihubungkan dengan katarak kongenital
termasuk toksoplasmosis dan penyakit cytomegalo-inclusion.
c. Obat;
katarak kongenital juga sering dikaitkan dengan obat yang dikonsumsi
oleh ibu selama kehamilan (misalnya talidomid, kortikosteroid).
d. Radiasi; paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan katarak kongenital.
3. Faktor fetus atau infantil
a. Defisiensi oksigen (anoksia) yang dihubungkan dengan perdarahan plasenta.
b. Gangguan metabolisme pada fetus atau infant, misalnya galaktosemia, defisiensi galaktokinase, dan hipoglikemia neonatal.
c. Katarak
yang berhubungan dengan kelainan kongenital lainnya, seperti pada
sindrom Lowe, disftrofi miotoni, dan iktiosis kongenital.
d. Malnutisi pada infant juga dapat menyebabkan katarak developmental.
4. Idiopatik
Sekitar 50% kasus katarak kongenital dan developmental merupakan kasus sporadik dan etiologinya tidak diketahui.
Klasifikasi2
1. Katarak Kongenital Kapsular
a. Katarak kapsular anterior: nonaksial, statis, dan secara visual tidak signifikan.
b. Katarak kapsular posterior: jarang, biasanya berkaitan dengan sisa arteri hialoidea yang persisten.
2. Katarak Polar
a. Katarak
polar anterior; melibatkan bagian sentral dari kapsul anterior dan
diantara korteks superfisial. Hal ini dapat terjadi melalui:
- Terlambatnya
perkembangan bilik mata depan. Pada kasus ini, kekeruhan biasanya
bilateral, statis, dan secara visual tidak signifikan.
- Perforasi
kornea. Katarak juga dapat didapat pada usia infantil dengan adanya
kontak antara kapsul lensa dengan bagian belakang kornea, biasanya
setelah perforasi kornea yang disebabkan oleh oftalmia neonatorum atau
sebab lain.
b. Katarak polar posterior; dikaitkan dengan: sisa arteri hialoidea persisten (Mittendorf dot), lentikonus posterior, Persisten Hyperplastic Primary Vitreus (PHPV).
3. Katarak Nuklear
a. Katarak
pulverulenta sentralis (katarak nuklear embriogenik). Katarak jenis ini
bersifat genetik dan terjadi akibat hambatan perkembangan lensa pada
stadium awal, oleh karena itu melibatkan nukleus embriogenik. Kondisi
ini terjadi bilateral dan ditandai dengan kekeruhan berebentuk lingkaran
kecil di tengah lensa. Gambaran kekeruhan tersebut seperti bedak,
sehingga disebut pulverulenta dan biasanya tidak berefek pada
penglihatan.
b. Katarak
nuklear total; kekeruhan biasanya terjadi di nukleus embriogenik dan
fetal, kadang-kadang di nukleus infantil. Katarak jenis ini mempunyai
ciri kekeruhan dengan densitas seperti kapur (chalky) di bagian sentral yang sangat mengganggu penglihatan. Kekeruhan biasanya bilateral dan non-progresif.
4. Katarak Lamelar
Katarak
lamelar atau zonular merupakan katarak kongenital paling banyak yang
menyebabkan gangguan visus, dan sekitar 49% dari semua kasus.
Katarak
lamelar dapat disebabkan oleh kelainan genetik ataupun lingkungan.
Kondisi lingkungan yang dihubungkan dengan katarak lamellar adalah
defisiensi vitamin D. Kadang-kadang infeksi maternal rubella yang diidap
antara minggu ke-7 dan ke-8 kehamilan juga dapat menyebabkan katarak
lamellar.
Kekeruhan
pada katarak lamelar terjadi pada nukleus fetal di sekeliling nukleus
embriogenik. Kadang-kadang terlihat dua gambaran kekeruhan seperti
cincin. Massa lensa yang tidak mengalami kekeruhan jelas di internal dan
eksteranal zona katarak, kecuali kekeruhan kecil yang berbentuk liniar
seperti jari-jari roda, yang dapat terlihat hampir di ekuator. Katarak
lamelar biasanya bilateral dan sering menyebabkan defek penglihatan yang
berat.
Gambar 6. Katarak lamellar: A dan B, Gambaran diagramatik sebagaimana terlihat pada ilmunasi oblik dan pada pemeriksaan slit-lamp; C, Fotografi klinis.
5. Katarak Sutural dan Aksial
Kekeruhan berupa punctate opacities
yang tersebar di sekitar anterior dan posterior sutura-Y. katarak ini
biasanya statis, bilateral, dan tidak banyak berefek pada penglihatan.
Kekeruhan tiap individu bervariasi dalam ukuran dan bentuk serta
mempunyai pola yang berbeda, oleh karena itu dibagi menjadi:
a. Katarak floriform; kekeruhan lensa tersusun seperti daun bunga.
b. Katarak kolariform; kekeruhan lensa berbentuk seperti batu karang.
c. Katarak bentuk tombak (spear-shaped); kekeruhan lentikular dalam bentuk tumpukan jarum kristalin yang tersebar.
d. Katarak embriogenik aksial anterior; kekeruhan berupa titik di dekat sutura-Y anterior.
6. Katarak General
a. Coronary cataract;
merupakan bentuk katarak developmental yang terjadi pada usia pubertas,
oleh karena itu melibatkan nukleus adolesen atau bagian terdalam dari
korteks. Kekeruhan sering dalam jumlah banyak, sekitar ratusan, dan
memiliki distribusi radial yang teratur di bagian perifer lensa. Selama
kekeruhan terjadi di bagian perifer, penglihatan biasanya tidak
terganggu.
Gambar 7. Coronary cataract: A dan B, Gambaran diagramatik sebagaimana terlihat pada ilmunasi oblik dan pada pemeriksaan slit-lamp; C, Fotografi klinis.
b. Blue dot cataract; disebut juga cataracta-punctata-caerulea.
Katarak ini biasanya terjadi pada dekade pertama sampai kedua
kahidupan, mempunyai cirri kekeruhan berupa titik kebiruan di bagaian
perifer nukleus adolesen dan lapisan terdalam korteks lensa. Kekeruhan
biasanya statis dan tidak berefek pada penglihatan.
c. Katarak
kongenital total; dapat unilateral atau bilateral, kebanyakan merupakan
kasus herediter. Penyebab terpenting adalah infeksi rubella pada
trimester pertama kehamilan. Biasanya anak lahir dengan katarak nuklear
densitas putih. Katarak ini merupakan jenis yang progresif. Lensa dapat
lunak atau mencair (katarak Morgagni kongenital).
Gambar 8. Katarak kongenital total
Katarak rubella kongenital dapat terjadi sebagai bagian tersendiri maupun bagaian dari sindrom rubella klasik, yaitu:
· Gangguan okular: katarak kongenital, retinopati garam dan lada (salt and pepper retinopathy), dan mikroftalmus
· Gangguan telinga; ketulian akibat destruksi organ Corti
· Gangguan jantung: duktus arteriosus yang paten (Patent Ductus Arteriosus), stenosis pulmonal, dan defek septum ventrikel.
d. Katarak membranosa kongenital
Kadang-kadang
terjadi absorpsi parsial atau total dari katarak kongenital, menyisakan
katarak membranosa yang tipis. Pasien biasa terdiagnosa sebagai afakia
kongenital. Hal ini dihubungkan dengan sindrom
Hallermann-Streiff-Francois.
Diagnosis Diferensial
Katarak
kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan
dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma,
retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).
KATARAK SENILIS
Katarak
senilis atau biasa juga disebut ‘age-related cataract’ merupakan
katarak dapatan yang paling sering, mengenai umur lebih dari 50 tahun.
Setelah umur 70 tahun, lebih dari 90% individu mengalami katarak
senilis. Kondisi ini biasanya bilateral, tetapi pada tahap awal hampir
selalu satu mata yang terlibat.
Secara
morfologi katarak senilis terjadi dalam dua bentuk, yaitu kortikal
(katarak lunak) dan nuklear (katarak keras). Katarak senil kortikal
dapat berawal dari katarak kuneiformis atau kupuliformis.
Epidemiologi
Secara
global sekitar 38 juta orang mengalami kebutaan, 41% kasus disebabkan
oleh katarak. Data di India menunjukkan sekitar 72% kebutaan disebabkan
oleh katarak. Tidak ada perbedaan insiden antara laki-laki dan
perempuan.
Etiologi
Katarak
senilis berkembang seiring dengan proses bertambahnya usia.
Etiopatogenesis yang pasti belum jelas, beberapa faktor yang berperan
dalam terjadinya katarak senilis adalah:
A. Faktor yang berpengaruh terhadap onset umur, jenis, dan maturitas katarak senilis
1. Herediter; berperan dalam insiden, onset umur, dan maturasi katarak senilis pada keluaraga yang berbeda.
2. Iradiasi
ultraviolet; banyak studi epidemiologi menunjukkan peranan paparan
sinar ultraviolet terhadap lebih awalnya onset dan maturitas dari
katarak senilis.
3. Faktor
diet; defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin,
vitamin E, vitamin C), dan elemen esensial diduga mempercepat onset dan
maturitas katarak senilis.
4. Krisis
dehidrasi; adanya episode dehidrasi sebelumnya (misalnya diare, kolera)
juga dihubungkan dengan cepatnya onset dan maturitas katarak.
5. Merokok;
mengaikabtkan akumulasi molekul 3 hidroksikinurinin berpigmen dan
kromofor yang dapat menyebabkan warna kekuningan. Sianat pada rokok
menyebabkan karabamilasi dan denaturasi protein lensa.
B. Penyebab katarak presenilis
Istilah katarak presenilis menunjukkan kekeruahan pada lensa yang terjadi sebelum umur 50 tahun. Faktor penyebab
1. Herediter; faktor herediter dihubungakn dengan lebih awalnya onset dan maturitas.
2. Diabetes mellitus; ‘age-related cataract’ terjadi lebih cepat pada diabetes, jenis yang paling sering adalah katarak nuklear
3. Distrofi miotonik; dihubungkan dengan katarak subkapsular posterior.
4. Dermatitis atopi; berkaitan dengan katarak presenil (katarak atopik) pada 10% kasus.
C. Mekanisme kehilangan transparansi
Mekanisme hilangnya transparansi berbeda pada katarak nuklear dan kortikal.
1. Katarak senil kortikal
Gambaran
perubahan biokimia pada katarak senil kortikal adalah berkurangnya
protein total, asam amnio, dan kalium yang dihubungkan dengan
peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi lensa, diikuti oleh
koagulasi protein. Mekanisme kehilangan transparansi/ kejernihan korteks
lensa seperti pada gambar berikut:
Gambar 8. Skema serangkaian proses yang terjadi pada katarak senil kortikal.
2. Katarak senil nuklear
Pada
katarak senil nuklear, terjadi peningkatan signifikan dari protein yang
tidak larut air. Protein total dan distribusi kation dalam batas
normal. Selain itu jiga dapat atai tidak berhubungan dengan depost
pigmen urokrom dan/atau melanin turunan dari asam amnio pada lensa.
Stadium Maturitas
A. Maturitas katarak senil matur tipe kortikal
1. Stadium separasi lamellar
Perubahan awal pada
keadaan senil adalah pemisahan serat lensa oleh cairan. Fenomena
separasi/ pemisahan lamellar ini hanya dapat dideteksi melalui
pemeriksaan slit-lamp. Perubahan ini bersifat reversibel.
2. Stadium katarak insipien
Pada
stadium ini kekeruhan diantara lensa yang masih jernih dapat dideteksi
lebih awal. Ada dua bentuk yang berbeda pada stadium ini, yaitu:
a) Katarak
kuneiformis; ditandai oleh kekeruhan berbentuk baji yang berada di
antara lensa yang masih jernih. Pada penyinaran oblik katarak stadium
ini tampak sebagai kekeruhan berbentuk seperti jari-jari roda yang
bejalan radial dengan warna putih keabuan, seperti gambar berikut ini:
Gambar 9. Gambaran
diagramatik katarak senile imatur (tipe kuneiformis); A, sebagaimana
terlihat pada ilmunasi oblik; B, gambaran pada pemeriksaan slit-lamp.
b) Katarak
kupuliformis; pada katarak jenis ini berkembang kekeruhan berbentuk
seperti piring cawan tepat di bawah kapsul yang biasanya di sentral
korteks posterior (katarak subkapsular posterior)
3. Katarak senil imatur
Pada
stadium ini lensa berwarna putih keabuan (seperti pada gambar 10)
tetapi masih ada korteks yang jernih sehingga tampak bayangan iris (iris shadow). Pada beberapa pasien, lensa bias menjadi bengkak oelh karena hidrasi yang terus-menerus. Keadaan ini disebut katarak inumesen.
Gambar 10. Katarak senilis kortikal imatur
4. Katarak senil matur
Pada
katarak stadium ini kekeruhan menjadi komplit oleh karena korteks
secara keseluruhan telah terlibat. Warna lensa menjadi seperti mutiara.
Katarak matur disebut juga katarak matang.
Gambar 11. Katarak senilis kortikal matur
5. Katarak senil hipermatur
a) Katarak
hipermatur Morgagnian; pada beberapa pasien, setelah maturitas seleuruh
korteks mencair dan lensa berada dalam kantung berisi cairan seperi
susu. Nukleus lensa yang kecil berwarna kecoklatan berada di bawah.
Gambar 12. Katarak senilis hipermatur Morgagnian:
A, Gambaran diagramati; B, Fotografi klinis.
Pada stadium ini kadang-kadang terjadi deposit kalsium yang dapat terlihat di kapsul lensa.
b) Katarak
hipermatur tipe sklerotik; setelah stadium matur kadang korteks lensa
mengalami disintegrasi dan lensa menjadi mengkerut akibat kebocoran
cairan. Kapsul anterior mengkerut dan menebal akibat proliferasi sel-sel
anterior dan katarak kapsular dengan densitas putih dapat terbentuk di
area pupil. Oleh karena lensa mengkerut, bilik mata depan menjadi dalam dan iris tremulans (iridodonesis).
B. Maturitas katarak senil matur tipe nuklear
Pada
katarak nuklear, proses sklerosis menyebabkan lensa menjadi tidak
elastic lagi dan keras sehingga menurunkan kemampuan akomodasinya dan
menghalangi masuknya cahaya.perubahan tersebut terjadi di bagian sentral
dan secara perlahan menyebar ke perifer hampir ke kapsul ketika sudah
menjadi matang.
Gambar 13. Katarak senile nuklear fase awal.
Nukleus
dapat menjadi berawan secara disuf (keabuan) atau terwarnai (kuning
sampai hitam) akibat deposit pigmen. Katarak nuklear berpigmen dapat
berwarna coklat (katarak brunesen), atau hitam (katarak nigra), dan
lebih jarang berwarna kemerahan (katarak rubra), seperti gambar berikut
ini:
Gambar 14. Katarak nuklear; A, katarak brunesen; B, katarak nigra;
C, Katarak rubra.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang dirasakan pasien katarak pada umumnya serupa :
1. Silau.
Salah satu gangguan penglihatan yang terjadi dini pada katarak adalah
rasa silau atau ketidakmampuan menoleransi cahaya terang; misalnya sinar
matahari langsung atau lampu kendaraan bermotor. Derajat silau
tergantung pada lokasi dan ukuran kekeruhan lensa.
2. Poliopia
uniokular. Dapat berupa melihat dua atau tiga bayangan objek. Hal ini
juga merupakan gejala dini dari katarak yang disebabkan oleh refraksi
yang tidak beraturan akibat indeks refraktif yang bervariasi sebagai
hasil dari proses kekeruhan lensa.
3. Halo
berwarna. Hal ini mungkin dirasakan oleh beberapa pasien sebagai cahaya
putih yang terpecah menjadi spektrum warna akibat adanya droplet air di
lensa.
4. Bintik hitam di depan mata. Bintik hitam yang stasioner dapat dirasakan oleh beberapa pasien.
5. Pandangan
kabur, ditorsi gambar, dan pandangan berkabut dapat terjadi pada
stadium awal katarak. Penurunan atau hilangnya penglihatan. Kemunduran
visus akibat katarak senilis mempunyai beberapa gambaran tipikal.
Penglihatan yang menurun atau hilang secara perlahan tanpa diseratai
rasa nyeri. Pasien dengan kekeruhan sentral (misalnya pada katarak
kupuliformis) merasa mengalami kemunduran penglihatan lebih awal.
Penglihatan dirasakan lebih baik ketika pupil midriasis pada malam hari
dengan cayaha yang suram (day blindness). Pada pasien dengan
kekeruhan lensa di bagian perifer (misalnya pada katarak kuneiformis)
kemunduran penglihtan lambat terjadi dan penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil miosis. Pasien dengan sklerosi
nuklear, penglihatan jauh mengalami kemunduran akibat miop indeks yang
progresif. Pasien tersebut dapat membaca dekat tanpa memakai kacamata
presbiop. Perbaikan penglihatan dekat ini disebut “second sight”.
Gambar 15.
A.Penglihatan tanpa katarak (penglihatan normal). B.Penglihatan dengan
katarak, tampak daerah yang berawan dan kehilangan visual yang parsial.
TANDA KLINIS
Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk melihat tanda dari katarak:
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Ketajaman
penglihatan dapat bervariasi mulai dari 6/9 sampai hanya persepsi
cahaya, tergantung pada lokasi dan maturitas katarak.
2. Iluminasi oblik
Pemeriksaan iluminasi oblik dapat memperlihatkan warna lensa di daerah pupil yang bervariasi dari setiap jenis katarak.
3. Tes iris shadow
Ketika cahaya disinarka ke pupil, akan terbentuk bayangan berebentuk bulan sabit (crescenteric shadow)
di tepi pupil pada lensa yang keruh keabuan, selama masih ada korteks
yang jernih dianatara kekeruhan dan tepi pupil, sebagaimana digambarakan
seperti berikut ini:
Gambar 16. Gambaran diagramatik iris shadow pada: katarak imatur (A)
dan tidak terbentuk iris shadow pada katarak matur (B).
Ketika lensa jernih atau keruh secara keseluruhan, maka tidak terbentuk iris shadow. Iris shadow tersebut merupakan tanda dari katarak imatur.
4. Pemeriksaan oftalmoskop langsung
Pada
media tanpa kekeruhan akan tampak refleks fundus yang berwarna kuning
kemerahan, sedangkan pada lensa dengan kekeruhan parsial akan tampak
bayangan hitam yang berlawanan dengan cahaya kemerahan tersebut pada
area yang keruh.
5. Pemeriksaan slit-lamp
Pemeriksaan
dengan slit-lamp dilakukan dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan ini
memberikan gambaran menegenai morfologi kekeruhan (lokasi, ukuran,
bentuk, pola warna, dan kepadatan dari nukleus). Pengelompokan
berdasarkan konsistensi nukleus penting dalam parameter ekstraksi lensa
teknik fakoemulsifikasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan slit-lamp, konsistensi nukleus dapat dikelompokkan seperti tabel berikut ini:
Tingkat konsistensi/ kepadatan
|
Deskripsi konsistensi
|
Warna nukleus
|
Tingkat 1
|
Lunak
|
Putih atau kuning kehijauan
|
Tingkat 2
|
Lunak-agak padat
|
Kekuningan
|
Tingkat 3
|
Agak padat
|
Kuning
|
Tingkat 4
|
Padat
|
Kecokelatan
|
Tingkat 5
|
Sangat padat
|
Kehitaman
|
Tabel 4. Pengelompokan konsistensi/ kepadatan nuleus berdasarkan pemeriksaan slit-lamp
Gambar 17. Gambaran biomikroskopik slit-lamp pada katarak berdasarkan kepadatan nukleus.
PENATALAKSANAAN
Meski
telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas atau
mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan pembedahan.
Tidak perlu menunggu katarak menjadi “matang”. Dilakukan tes untuk
menentukan apakah katarak menyebabkan gejala visual sehingga
menurunkan kualitas hidup. Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam
mengenali wajah, membaca, atau mengemudi. Beberapa pasien sangat
terganggu oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi mengenai prognosis
visual mereka dan harus diberitahu pula mengenai semua penyakit mata
yang terjadi bersamaan yang bias mempengaruhi hasil pembedahan katarak.
Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan
diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang bersifat
kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kuat,
menghindari iradiasi (infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis. Selain itu penanganan lebih
awal dan adekuat pada penyakit mata seperti uveitis dapat mencegah
terjadinya katarak komplikata.
2. Memperlambat Progresivitas
Beberapa
preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada katarak
stadium dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai sekarang
mekanisme kerjanya belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran vitamin
E dan aspirin dalam memperlambat proses kataraktogenesis.2
3. Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan Imatur
a) Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b) Pengaturan
pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa (area
pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang
terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya
remang yang ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien
akan memberikan hasil terbaik.
c) Penggunaan
kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhann lensa di bagian sentral,
hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apanila beraktivitas
di luar ruangan.
d) Midriatil;
dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral aksial dengan
kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau tropikamid
1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
Pembedahan Katarak
Pembedahan
katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa kristalin) yang
telah mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan kosmetik.
1. Indikasi
visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi
medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada
lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak
seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi
kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Jenis-jenis operasi katarak :
1. Phacoemulsification (Phaco)
Likuifikasi
lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui insisi
yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (2-5 mm) dengan
menggunakan getaran-getaran ultrasonik. Biasanya tidak dibutuhkan
penjahitan. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik,
dan kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak
senilis yang padat, dan keuntungan insisi limbus yang kecil agak
berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang
lebih sering digunakan lensa intraokuler fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui insisi kecil seperti itu. Metode ini merupakan metode pilihan
di Negara Barat.
Gambar 18. Tahap fakoemulsifikasi: A, kapsuloreksis continuous curvilinear;
B, Hidrodiseksi; C, Hidrodelineasi;
D dan E, Emulsifikasi nukleus, F, apirasi korteks.
2. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak
design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi terjadi dengan
sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada
stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah
dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan
operasi trabekulektomi.
Gambar 19. Tahap Manual Small Incision Cataract Surgery (SICS):
A, melewati m. rectus superior; B, conjunctival flap dan paparan ke sclera;
C, D, dan E, insisi sclera eksternal;
F, mebuat terowongan sklera-korena dengan menggunakan cresent knife;
G, insisi kornea interna; H, side port entry; I, large CCCC;
J, hidrodiseksi (pemisahan kapsul dari korteks dengan injeksi cairan);
K, prolaps nukleus ke bilik mata depan; L,pengambilan nukleus dengan irigasi;
M, aspirasi kortkes; N, insersi haptik inferior IOL pada bilik mata belakang;
O, insersi haptik superior IOL pada bilik mata belakang; P, pemasangan IOl;
Q, reposisi conjunctival flap.
3. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Insisi
luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12 mm),
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa
aspirasi, sehingga menyisakan kapsul posterior. Insisi harus dijahit.
Metode ini diindikasikan pada pasien dengan katarak yang sangat keras
atau pada keadaan dimana ada masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit
yang dapat timbul adalah terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan
katarak sekunder.
Gambar 20. Tahap ECCE konvensional dengan implantasi IOL di bilik mata belakang:
A, kapsulotomi anterior dengan menggunakan can-opener;
B, pengangkatan kapsul anterior; C, corneo-scleral section;
D, pengangkatan nukleus (metode pressure and counter-pressure);
E, aspirasi korteks; F, insersi haptik inferior IOL di bilik mata belakang;
G, insersi haptik superior dari PCIOL;
H, pemasangan IOL; I, penjahitan korneo-sklera.
4. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Prosedur
ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab membutuhkan
insisi yang luas dan tekanan pada vitreous. Tindakan ini sudah jarang
digunakan terutama pada negara-negara yang telah memiliki peralatan
operasi mikroskop dan alat dengan teknologi tinggi lainnya.
Gambar 21. Tahap ICCE dengan implantasi IOL di bilik mata depan:
A, melewati m. rectus superior; B, conjuctival flap;
C, partial thickness groove; D, corneo-scleral section;
E, iridektomi perifer; F, ekstraksi crylens;
G dan H, insersi IOL di bilik mata depan; I, penjahitan korneo-sklera.
Lensa Intraokular
Setelah
pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya diimplantasikan
ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan dalam operasi
dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara ultrasonik dan
dengan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara optik.
Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan membutuhkan
kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi oleh
refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada mata
tersebut yang membutuhkan operasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi
operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan
dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).
A. Komplikasi preoperatif
1) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
2) Nausea
dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
3) Konjungtivitis
iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
4) Abrasi
kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2
hari.
B. Komplikasi intraoperatif
1) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
2) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama insisi ke bilik mata depan.
3) Cedera
pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
4) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
5) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi
yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus.
katarak kan yang liatnya miring ya gan gak fokus kepada pembicaranya
katarak itu yang fungsi pelihatannya kabur seperti melihat kabut
Good artikel.Salam kenal. obat katarak