PENDAHULUAN
Varisela
merupakan salah satu penyakit sangat menular yang dapat menular dengan
sangat cepat. Varisela dapat merupakan penyakit kongenital, menyerang
bayi baru lahir, menyerang anak kurang dari 10
tahun terutama usia 5 sampai 9 tahun, bahkan orang dewasa. Pada anak
sehat penyakit ini biasanya bersifat jinak, jarang menimbulkan
komplikasi dan hanya sedikit yang menderita penylit, tetapi pada status
immunitas yang menurun, seperti bayi baru lahir, immunodefisiensi, tumor
ganas, dan orang dewasa yang mendapat pengobatan immunosupresan sering
menimbulkan komplikasi bahkan menyebabkan kematian1 .
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang termasuk golongan Herpes Virus, yaitu Varicella Zooster Virus (VZV). Pada kontak pertama virus ini menyebakan penyakit cacar air atau chicken Pox, dan pada reaktivasi infeksi, virus ini menyebabkan penyakit yang disebut sebagai herpes zooster atau shingles1 .
Pencegahan
terhadap varisela dapat dilakukan dengan pemberian immunisasi aktif
maupun pasif, dengan demikian maka penderita yang beresiko mendapatkan
komplikasi saat menderita penyakit varisela, atau menderita varisela
yang cenderung berat dapat diberi immunisasi untuk meningkatkan
immunitasnya1 .
Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Herbeden (1967) dan oleh Steiner (1875) yang
dapat memindahkan varisela kepada sukarelawan. 1888 von Bokay pertama
kali menemukan adanya hubungan antara penyebab varisela dengan Herpes
Zoster. 1922 Kudratitz melakukan percobaan skarifikasi yaitu dengan
mengambil cairan vesikel dari erupsi zoster yang khas dan
diinokulasikan, ternyata mengkibatkan suatu erupsi lokal dan
generalisata seperti pada varisela. Paschen (1917) menggambarkan adanya
inclusion bodies pada pemeriksaan yang diambil dari dasar vesikel dan
menyebutkan bahwa penyebab penyakit varisella adalah sebuah virus,
kemudian Willer (1953) menemukan pertumbuhan virus varisela dan Zoster
pada kultur jaringan manusia dan didapatkan bahwa keduanya disebabkan
oleh virus yang identik1 .
BAB II
VARISELA-ZOOSTER
2.1 Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk dalam kelompok Herpes Virus tipe ;. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut capsid
yang berebntuk ikosahedral, terdiri dari protein dan DNA berantai
ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun
dari 162 isomer. Lapisan ini bersifat infeksius1,3 .
VZV
dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita. Virus
ini dapat diinokulasikan dengan menggunakan biakan dari fibroblas paru
embrio manusia kemudian dilihat dibawah mikroskop elektron. Di dalam sel
yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih (intranuclear eosinophilic inclusion bodies) 1,4,5 .
VZV
menyebabkan penyakit varisela dan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan
manusia menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu
varisela dikatakan sebagai infeksi akut primer. Penderita dapat sembuh,
atau penderita sembuh dengan virus yang menjadi laten (tanpa manifestasi
klinis) dalam ganglia sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi
reaktivasi maka virus akan menyebabkan penyakit Herpes zoster1,3,4 .
2.2 Varisela
2.2.1 Definisi Varisela
Varisela
adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan oleh
Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan
ditandai dengan adanya vesikel-vesikel1 .
8
Gambar 2.1. Varisela pada tubuh anak I
2.2.4 Epidemiologi
Di
negara barat kejadian varisela terutama meningkat pada musim dingin dan
awal musim semi, sedangkan di Indonesia virus menyerang pada musim
peralihan antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya Namun
varisela dapat menjadi penyakit musiman jika terjadi penularan dari
seorang penderita yang tinggal di populasi padat, ataupun menyebar di
dalam satu sekolah2,3 .
Varisela
terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak usia 5-9 tahun.
Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak terjangkit
setelah terjadi penularan. Varisela menular melalui sekret saluran
pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel,
pustula, dan secara transplasental. Individu dengan zoster juga dapat
menyebarkan varisela. Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien menjadi sangat
infektif sekitar 24 – 48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai lesi
menjadi krusta biasanya sekitar 5 hari1,2,3,5 .
2.2.3 Patogenesis
Setelah VZV masuk
melaui saluran pernapasan atas, atau setelah penderita berkontak dengan
lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia primer. Infeksi
mula-mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas kemudian
menyebar dan terjadi viremia primer. Pada Viremia primer ini virus
menyebar melalui peredaran darah dan system limfa ke hepar, dan
berkumpul dalam monosit/makrofag, disana virus bereplikasi, pada
kebanyakan kasus virus dapat mengatasi pertahanan non-spesifik sehingga
terjadi viremia sekunder. Pada viremia sekunder virus berkumpul di dalam
Limfosit T, kemudian virus menyebar ke kulit dan
mukosa dan bereplikasi di epidermis memberi gambaran sesuai dengan lesi
varisela. Permulaan bentuk lesi mungkin infeksi dari kaliper endotel
pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel dermis, folikel kulit
dan glandula sebasea, saat ini timbul demam dan malaise1,2,3 .
2.2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal, stadium erupsi.
- Stadium Prodormal
timbul
10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan merasakan
demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala
anoreksia, dan malaise2,3 .
- Stadium erupsi
1-2 hari kemudian timbuh ruam-ruam kulit “ dew drops on rose petals”
tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan terdapat
badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang
tertutup, jarang pada telapak tangan dan telapak kaki. Penyebarannya
bersifat sentrifugal (dari pusat). Total lesi
yang ditemukan dapat mencapai 50-500 buah. Makula kemudian berubah
menjadi papulla, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai rasa
gatal. Perubahan ini hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga
varisella secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk
papula, vesikel, dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut
polimorf. Vesikel akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan
membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya
adalah lapisan yang lebih dalam Gambaran vesikel khas, bulat, berdinding
tipis, tidak umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar
eritematous, terlihat seperti tetesan air mata/embun “tear drops”.
Cairan dalam vesikel kecil mula-mula jernih, kemudian vesikel berubah
menjadi besar dan keruh akibat sebukan sel radang polimorfonuklear lalu
menjadi pustula. Kemudian terjadi absorpsi dari cairan dan lesi mulai
mengering dimulai dari bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta.
Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu tergantung pada dalamnya kelainan
kulit. Bekasnya akan membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda,
dapat terasa nyeri, kemudian berangsur-angsur hilang. Lesi-lesi pada
membran mukosa (hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran
kemih, vagina dan konjungtiva) tidak langsung membentuk krusta,
vesikel-vesikel akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, kemudian
sembuh dengan cepat. Karena lesi kulit terbatas terjadi pada jaringan
epidermis dan tidak menembus membran basalis, maka penyembuhan kira-kira
7-10 hari terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun lesi
hyper-hipo pigmentasi mungkin menetap sampai beberapa bulan. Penyulit
berupa infeksi sekunder dapat terjadi ditandai dengan demam yang
berlanjut dengan suhu badan yang tinggi (39-40,5 oC) mungkin akan
terbentuk jaringan parut1,2,3 .
Gambar 2.2. Varisela pada tubuh anak II 8 .
Gambar 2.3. Varisela pada mukosa mulut8 .
Varisela
yang menyerang wanita hamil sangat jarang (0,7 tiap 1000 kelamilan).
Sekitar 17 % anak yang dilahirkan dari wanita yang mendapat varisela
pada 20 minggu pertama kehamilannya akan menderita kelainan bawaan
berupa bekas luka dikulit (cutaneous scarr),
mikrosefali, berat badan lahir rendah, hipoplasia tungkai, kelumpuhan,
atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, mikropthalmia,
atrofi kortikal, katarak dan defisit neurologis lainnya. Defisit
neurologis yang mengenai system persarafan autonom dapat menimbulkan
kelainan kontrol sphingter, obstruksi intestinal, Horner sindrom. Jika
wanita hamil mendapatkan varisela dalam waktu 21 hari sebelum ia
melahirkan, maka 25 % dari neonatus yang dilahirkan akan memperliharkan
gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari,
biasanya varisela ringan sebab antibodi ibu yang sempat dihantarkan
transplasental dalam bentuk IGg spesifik masih ada dalam tubuh neonatus
sehingga jarang mengakibatkan kematian. Bila seorang wanita hamil
mendapatkan varisela pada 4-5 hari sebelum ia melahirkan, maka
neonatusnya akan memperliharkan gejala verisela kongenital pada umur
5-19 hari Disini perjalanan varisela sering berat dan menyebabkan
kematian pada 25-30 % karena mereka mendapatkan virus dalam jumlah yang
banyak tanpa sempat mendapatkan antibodi yang dikirimkan transplasental.
Wanita hamil dengan varisela pneumonia dapat menderita hipoksia dan
gagal nafas yang dapat berakibat fatal bagi ibu maupun fetus3,4,7 .
Seorang
anak yang ibunya mendapat varisella selama masa kehamilan, atau bayi
yang terkena varisela selama bulan awal kelahirannya mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk menderita herpes zoster dibawah 2 tahun3,4 .
2.2.5 Komplikasi Varisela
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi diantaranya adalah:
- Infeksi sekunder dengan bakteri
Infeksi
bakteri sekunder biasanya terjadi akibat stafilokokus. Stafilokokus
dapat muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis, erisipelas furunkel,
abses, scarlet fever, atau sepsis2,7.
- Varisela Pneumonia
Varisela
Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunokompromis, dan
kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak napas, takipneu,
Ronki basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah
timbulnya ruam. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler
yang radio-opak pada kedua paru1,7
Gambar 2.4. Gambaran Radiologis Varisela Pnemonia8 .l
- Reye sindrom
letargi,
mual, muntah menetap, anak tampak bingung dan perubahan sensoris
menandakan terjadinya Reye sindrom atau ensefalitis. Reye sindrom
terutama terjadi pada pasien yang menggunakan salisilat, sehingga pada
varisela penggunaan varisela harus dihindari. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan SGOT, SGPT serta amonia1,2,7 .
- Ensefalitis
Komplikasi
ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai 1 pada 1000
kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar, biasanya timbul
pada hari 3-8 setelah timbulnya ruam. Maguire
(1985) melaporkan 1 kasus pada anak berusia 3 tahun dengan komplikasi
ensefalitis menunjukkan gejala susah tidur, nafsu makan menurun,
hiperaktif, iritabel dan sakit kepala. 19 hari setelah ruam timbul,
gerakan korea atetoid lengan dan tungkai. Penderita meninggal setelah 35 hari perawatan1 .
- Hemorrargis varisela
terutama
disebabkan oleh autoimun trombositopenia, tetapi hemorrargis varisela
dapat menyebabkan idiopatik koagulasi intravaskuler diseminata (purpura
fulminan)7 .
- Hepatitis
- Komplikasi lain
Komplikasi
yang dapat ditemukan namun jarang terjadi diantaranya adalah neuritis
optic, myelitis tranversa, orkitis dan arthritis.
2.3 Herpes Zoster
Herpes
Zoster adalah penyakit rekuren yang terjadi karena terjadinya
reaktivasi VZV yang tadinya laten di ganglion sensoris dorsalis kemudian
bereplikasi dan menyebar melalui persyarafan ke kulit3 .
2.3.1 Epidemiologi Herpes Zoster
Peningkatan
insidensi terjadinya zoster berhubungan dengan umur. Reaktivasi ini
dipercaya akibat imunitas tubuh individu yang menurun terhadap VZV yang
laten. Perbedaan ras juga mempengaruhi, insidensi Zoster pada ras
Afrika-Amerika hanya setengah dari yang dilaporkan terjadi pada ras
kulit putih. Anak-anak dengan degenerasi maligna (limfoma, akut
limfositik leukemia) dan AIDS memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan zoster3 .
2.3.2 Patogenesis Herpes Zoster
Jika
virus tidak sepenuhnya dapat dihilangkan saat viremia selesai,
selanjutnya virus menjadi laten dan diam untuk beberapa waktu di
ganglion sensoris dorsalis. Antigen spesifik Limfosit T dipercaya
sebagai penyebab utama virus sehingga menjadi laten. Immunosupresi atau
penurunan kekebalan alami sel T limfosit menyebabkan terjadinya
mekanisme yang memungkinkan reaktivasi virus dan rekurensi sehingga
virus bermanifestasi sebagai penyakit yang disebut zoster3 .
2.3.2 Manifestasi Klinis Herpes Zoster
Zoster
tampak sebagai proses unilateral melibatkan satu sampai tiga dermatom
yang berdekatan. Beberapa lesi yang mungkin terdapat agak jauh dari
dermaton yang terkena dapat juga terlihat. Dermatom torakal adalah yang
paling sering terkena, disusul oleh nervus cranial dan daerah
lombosakral. Lesi pertama kali muncul sebagai eritema, yang kemudian
berubah menjadi sekumpulan vesikel. Nyeri dan parestesi pada dermatom
yang terkena mendahului timbulnya vesikel. Erupsi terjadi sekitar 3-5
hari kemudian mengering dan menjadi krusta dalam 2 minggu. Nyeri
preerupsi torakal dapat disalah artikan sebagai angina pectoris. 3,5 .
Gambar 2.5. Penyebaran Lesi pada Herpes Zoster Secara Dermatomal8 .
2.3.3 Komplikasi Herpes Zoster
Komplikasi
yang dapat terjadi diantaranya adalah infeksi sekunder oleh bakteri
biasanya disebabkan oleh kokus gram positif, paralysis nervus motorik
atau kranialis, ensefalitis biasanya menyebabkan kejang dan gejala
kelainan serebelar, keratitis, disseminata pada pasien immunokompromis,
dan post herpetik neuralgia. Post herpetik neuralgia ini menyebabkan
nyeri berat persisten pada dermatom yang terkena setelah lesi kulit
menghilang7,5 .
2.3.4 Terapi
Pada anak sehat, varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Lotio calamine
dapat diberikan pada lesi kulit lokal, dan untuk menghilangkan gatal
diberikan antihistamin. Penggunaan kortikosteriod tidak dianjurkan.
Penggunaan salisilat sebaiknya dihindari karena berhubungan dengan
komplikasi Sindroma Reye. Karena VZV dapat menyebabkan kerusakan
langsung pada pembuluh darah, maka pada varisela fulminan saat vesikel
baru timbul, sebaiknya dapat diberikan obat anti virus. Kuku sebaiknya
dipotong dan dibersihkan agar tidak terjadi infeksi sekunder saat anak
menggaruk lesi karena merasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder,
antibiotik dapat diberikan. Pada pasien dengan penyulit neurologis
seperti ataksia serebelar, ensefalitis, meningoensefalitis, dan mielitis
dapat diberikan obat anti virus. Jika terjadi perdarahan, dapat diatasi
sesuai dengan hasil pemeriksaan sistem pembekuan dan pemeriksaan sumsum
tulang2 .
Pasien
dengan immunodefisiensi seperti pada leukemia, keganasan, bayi baru
lahir, penyakit kolagen, sindrom nefrotik, dan penderita dengan
immunosupresan oleh obat-obat sitostatik atau kortikosteroid,
radioterapi mendapatkan obat antivirus secepat mungkin2 .
Obat
anti VZV yang lazim diberikan adalah asiklovir, baik untuk mengobati
varisela maupun herpes zoster. Asiklovir yang diberikan 1-2 hari setelah
timbulnya ruam terbukti dapat berguna untuk menurunkan panas dan
menghambat timbulnya lesi varisela. Pada pasien dengan immunosupresi,
asiklovir telah menunjukaan efisiensi dalam menurunkan kejadian
diseminata. Terapi dengan asiklovir harus dimulai pada 3 hari setelah
onset zoster. VZ terlihat kurang suseptibel dengan pengobatan asiklovir.
Pada pasien dengan Herpes Zoster dengan komplikasi post herpetic
neuralgia, asiklovir hanya sedikit memiliki efek. Pemberian asiklovir
tdak dianjurkan untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, Dosis
asiklovir yang umum diberikan adalah 500 mg/m2, i.v, setiap 8 jam selama
5 hari. Dosis parenteral ini terutama diberikan pada anak
immunokompromis yang terkena herpes zoster. Asiklovir oral dengan dosis
80 mg.KbBB/hari dibagi dalam 4 dosis, terbaik digunakan 1-2 hari sebelum
timbulnya ruam kulit. Asiklovir oral umumnya digunakan untuk anak-anak
dengan status imun yang baik. Selain itu Valacylovir 500 mg setiap 8 jam
dan Famciclovir 1 gr/hr dalam 3 dosis termasuk golongan antiviral yang
lebih baik absorpsinya5,7 .
2.4 Pencegahan
- Vaksinasi
Vaksin
varisela dapat juga berguna untuk pencegahan jika diberikan 3-5 hari
setelah kontak. vaksin varisela semula berasal dari virus hidup yang
telah dilemahkan (live attenuated). mengingat harga
vaksin varisela yang cukup mahal, sehingga cakupan imunisasinya belum
cukup luas, dan daya perlindungan vaksin hanya selama 10-12 tahun, maka
bila vaksin diberikan pada anak dengan usia kurang dari 12 tahun dapat
mengubah epidemiologi penyakit, sehingga saat dewasa anak yang telah
divaksinasi ini akan menderita varisela, ini menyebabkan bertambahnya
jumlah orang dewasa yang menderita varisela. Karena varisela pada ibu
hamil cenderung menjadi berat dan beresiko terhadap anaknya maka
imunisasi varisela dianjurkan untuk diberikan saat anak berusia 12
tahun.
Di
negara barat vaksinasi varisela diberikan pada usia 1-1,5 tahun, atau
pada umur berapapun jika mereka belum pernah menderita varisela.
Orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin sampai usia 13 tahun akan
mendapatkan vaksinasi sebayak 2 dosis, dengan selang waktu 4-8 minggu8.
Orang-orang yang tidak direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi varisela adalah:
· Jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap gelatin, neomisin, riwayat terjadinya reaksi terhadap vaksinasi varisela.
· Orang-orang yang sedang sakit sedang sampai berat harus menunda vaksinasi varisela sampai mereka sembuh
· Wanita
hamil harus menunggu untuk vaksinasi varisela sampai mereka melahirkan.
Wanita yang baru saja melaksanakan vaksinasi sebaiknya menunggu sampai 1
bulan sebelum terjadinya kehamilan.
· Beberapa
orang harus memeriksakan diri ke dokter mengenai rencana vaksinasi
varisela yang ingin dilakukan, orang-orang ini diantaranya adalah;
- Orang yang terkena virus HIV/IDS, atau penyakit lain yang mempengaruhi status imunitasnya.
- Orang-orang yang sedang mendapatkan terapi obat-obatan yang mempengatuhi status imunitasnya, seperti steroid selama 2 minggu
- orang yang menderita kanker
- orang-orang yang sedang diterapi dengan sinar-x atau obat sitostatik
- Orang-orang yang baru saja menerima transfusi darah, atau produk-produk darah lain8 .
Gambar 2.6. Perkiraan Cakupan Imunisasi Varisela-Zoster di AS bulan
Agustus 1996- November 19988 .
Vaksinasi varisela memiliki efek samping diantaranya adalah :
1. Ringan
- Nyeri, bengkak saat vaksinasi dilakukan (1:5)
- Demam (1:10)
- Ruam ringan yang menetap sampai 1 bulan setelah vaksinasi (1:20). Pasien ini dapat menularkan varisela pada orang-orang yang dekat dengannya, namun hal ini jarang terjadi.
2. Sedang
- Nyeri,
dan bengkak pada tempat dimana vaksin disuntikkan (karena anak bergerak
atau terkejut) yang disebabkan oleh panas (1:1000)
3. Berat
- Pneumonia (sangat jarang).
- Reaksi serebral8 .
Umumnya
reaksi allergi terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah
penyuntikan. Rekasi allergi ini seperti tanda-tanda sulit sesak napas,
serak, mengi, takikardi, pusing kepala, pucat atau radang tenggorokan,
panas tinggi, dan perubahan perilaku8 .
2. Asiklovir sebagai postexposure prophylaxis
sangat efektif jika diberikan 8-9 hari setelah kontak selama 7 hari.
vaksinasi varisela sebaiknya diberikan sebagai imunisasi wajib pada
anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi untuk terkena varisela.
3. VZIG (Varicella-Zoster Immune Globulin),
sebaiknya dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien yang beresiko
tinggi untuk terkena, dan pada pasien yang jika terkena akan menderita
penyakit yang lebih berat. Termasuk didalamnya anak-anak dengan
immunokompromis, wanita hamil yang belum pernah terkena varisela,
bayi-bayi baru lahir dari ibu yang terkena varisela kurang dari 5 hari
sebelum kelahirannya sampai 2 hari setelah kelahirannya, bayi
prematur berusia lebih dari 28 minggu dari ibu tanpa riwayat varisela,
atau bayi kurang dari 28 minggu dengan riwayat ibu selama kehamilan
memiliki kontak erat dengan penderita varisela atau zoster. Yang
termasuk kontak erat dengan penderita varisela misalnya jika ibu
tersebut tinggal serumah, sekamar di rumah sakit. Immunoglobulin dosis
tinggi dianjurkan pada 3-4 hari setelah kontak. Saat
infeksi telah terjadi, penggunaan immunoglobulin ini tidak terbukti
dapat mencegah memburuknya penyakit atau disseminata. Immunoglobulin
tidak bermanfaat digunakan sebagai terapi ataupun pencegahan rekurensi.
Dosis VZIG 0-10 kg=125 IU, 10-20 kg=250 IU, 20-30 kg=375 IU, 30-40
kg=500 IU, > 40 k5=625 IU. Secara individual, VZIG ini tidak terbukti
dapat benar-benar mencegah terjadinya penyakit, namun VZIG ini dapat
memperpanjang masa inkubasi 28 hari menjadi 35 hari3,5,7.
2.5 Prognosis
Pada
anak-anak sehat, prognosis varisela lebih baik dibandingkan orang
dewasa. Pada neonatus dan anak yang menderita leukemia, imunodefisiensi,
sering menimbulkan komplikasi sehingga angka kematian meningkat.
Pada
neonatus kematian umumnya disebabkan karena gagal napas akut, sedangkan
pada anak dengan degenerasi maligna dan immunodefisiensi tanpa
vaksinasi atau pengobatan antivirus, kematian biasanya disebabkan oleh
komplikasinya. Komplikasi tersering yang menyebabkan kematian adalah
pneumonia dan ensefalitis1 .
BAB III
KESIMPULAN
Varisela
dan Herpes Zoster adalah dua penyakit ini memiliki manifestasi klinis
yang berbeda, namun keduanya disebabkan oleh virus yang sama yaitu VZV (Varicella Zoster Virus).
Varisela
merupakan penyakit yang sering menyerang anak usia 5-9 tahun. Kasus
varisela meningkat pada musim peralihan dari musim panas ke musim hujan
atau sebaliknya. Namun kasus ini dapat menjadi penyakit musiman jika
terjadi penularan dari seorang penderita yang tinggal di populasi padat.
Varisela pada anak akan menimbulkan manifestasi klinis yang lebih
ringan dibandingkan pada orang dewasa. Pada anak sehat varisela biasanya
ringan, namun pada anak dengan sistem imun yang menurun karena
degenerasi maligna, immunodefisiensi, ataupun pada anak dengan
pengobatan immunosupresan, kasus varisela dapat menjadi berat akibat
timbulnya komplikasi sampai menyababkan kematian
Herpes
Zoster adalah penyakit yang terjadi akibat reaktivasi virus yang tidak
sepenuhnya dapat dihilangkan saat viremia selesat. Virus yang diam di
dalam ganglia dorsalis ini akan aktif saat terjadi penurunan kekebalan
alami ataupun saat pasien mendapat terapi dengan obat immunosupresif.
Pada
anak sehat, varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri,
pengobatan simptomatik dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.
Antibiotik dapat diberikan jika terjadi infeksi sekunder. Antivirus
sebaiknya diberikan secepat mungkin pada orang dengan immunodefisiensi
seperti leukemia, keganasan, bayi baru lahir, penyakit kolagen, sindrom
nefrotik, dan penderita dengan immunosupresan oleh obat-obat sitostatik
atau koetikosteroid, radioterapi. Antivirus yang biasa dipergunakan
adalah asiklovir, Valacylovir, Famciclovir .
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan Vaksinasi virus yang telah dilemahkan, menggunakan VZIG (Varisela Zoster Immunoglobulin), ataupun menggunakan obat anti virus.
Komentar :
Posting Komentar