PENDAHULUAN
Dalam
beberapa tahun terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non
infeksi makin menonjol, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Perbaikan tingkat sosial ekonomi telah membawa perubahan
pola penyakit. Penyakit infeksi dan defisiensi gizi makin lama makin
sedikit, sedangkan berbagai penyakit non-infeksi, termasuk penyakit
kongenital makin dikenal.
Dalam
bidang kardiologi, insidensi penyakit jantung bawaan semakin meningkat
ditandai dengan makin meningkatnya konsultasi serta rujukan oleh
puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis lain
ke konsultan jantung. Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan bawaan
yang paling sering dijumpai, meliputi hampir 30% dari seluruh kelainan
bawaan. Para petugas medis merupakan ujung tombak dalam deteksi dini
bayi dengan penyakit jantung bawaan, oleh karena itu kewaspadaan
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung bawaan perlu terus
ditingkatkan, mengingat insidensi penyakit ini cukup tinggi yaitu hampir
1% dari semua bayi yang lahir hidup.1,2
Pada
sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui.
Berbagai jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar x telah
diduga sebagai penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela
yang diderita ibu pada awal kehamilannya dapat menyebabkan penyakit
jantung bawaan pada bayinya, terutama duktus arteriosus persisten.
Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab tersebut harus ada
sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu kedelapan
pembentukan jantung sudah selesai.1
Penyakit
jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu
penyakit jantung bawaan non-sianotik dan sianotik. Jumlah pasien
penyakit jantung bawaan non-sianotik jauh lebih besar daripada sianotik,
yakni berkisar antara 3 sampai 4 kali. Penyakit jantung bawaan
non-sianotik salah satunya adalah duktus arteriosus persisten (DAP) yang akan dibahas lebih lanjut pada referat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sirkulasi Janin dan Sirkulasi Pascalahir
2.1.1 Sirkulasi Janin
Sirkulasi
janin berjalan paralel, artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik
berjalan sendiri-sendiri dan hubungan keduanya terjadi melalui pirau
intra dan ekstrakardiak. Pada bayi, sirkulasi paru dan sistemik berjalan
seri. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan ekskresi, janin
memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi ekstrauterin.1,3
Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (pO2
30 mmHg) mengalir dari plasenta melalui vena umbilikalis. Separuh
jumlah darah ini mengalir melalui hati, sedang sisanya memintas hati
melalui duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima darah
dari hati (melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.1
Sebagian
besar darah dari vena kava inferior mengalir ke dalam atrium kiri
melalui foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta asendens,
dan sirkulasi koroner. Dengan demikian
sirkulasi otak dan koroner mendapat darah dengan tekanan oksigen yang
cukup. Sebagian kecil darah dari vena kava inferior memasuki ventrikel
kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala
janin (pO2 10 mmHg) memasuki atrium kanan melalui vena kava
superior, dan bergabung dengan darah dari sinus koronarius menuju
ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15%
darah dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati
duktus arteriosus menuju ke aorta desendens, bercampur dengan darah dari
aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang rendah ini akan
mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskular
masing-masing dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang
keluar dari arteri iliaka interna.1
Pada janin normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah jantung, sisanya dipompa oleh ventrikel kiri. Curah jantung janin didistribusikan sebagai berikut :
· 40% menuju aorta asendens
o 4% ke sirkulasi koroner
o 20% ke arteri leher dan kepala
o 16% tersisa melewati istmus aorta menuju aorta desendens
· 60% dipompakan ke arteri pulmonalis
o 8% menuju paru
o 52% melewati duktus arteriosus menuju aorta desendens
Diameter duktus arteriosus pada janin sama dengan diameter aorta, dan tekanan arteri pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vaskular paru masih tinggi oleh karena konstriksi otot arteri pulmonalis.1
Gambar 2.1 Sirkulasi Janin4
2.1.2 Perbedaan Sirkulasi Janin dan Keadaan Pascalahir
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sirkulasi pada janin dan pada bayi sesuai dengan fungsinya. Perbedaan ini antara lain :
- Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau ekstrakardiak (duktus arteriosus botali, duktus venosus arantii) yang efektif. Arah pirau adalah dari kanan ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale, dan dari arteri pulmonalis menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra dan ekstrakardiak tersebut tidak ada.1
- Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pascalahir ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.1
- Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih tinggi, yakni tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru, yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.1
- Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada keadaan pascalahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.1
- Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir paru memberi oksigen kepada darah.1
- Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan, dan ekskresi. Pada pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.1
2.1.3 Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir
Perubahan
paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai
berkembang. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah :
1. tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat
2. tahanan vaskular sistemik meningkat
3. duktus arteriosus menutup
4. foramen ovale menutup
5. duktus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru, peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2
alveolar. Dengan penurunan tahanan arteri pulmonalis, aliran darah
pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer
berangsur-angsur menipis, dan pada usia 10-14 hari tahanan arteri
pulmonalis sudah seperti kondisi orang
dewasa. Penurunan tahanan arteri pulmonalis ini terhambat bila terdapat
aliran darah paru yang meningkat, seperti pada defek septum ventrikel
atau duktus arteriosus yang besar. Pada keadaan hipoksemia, seperti pada
bayi yang lahir di dataran tinggi, penurunan tekanan arteri pulmonalis
terjadi lebih lambat.1
Tekanan
darah sistemik tidak segera meningkat dengan pernapasan pertama,
biasanya terjadi secara berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah
turun lebih dulu dalam 24 jam pertama. Pengaruh hipoksia fisiologis yang
terjadi dalam menit-menit pertama pascalahir terhadap tekanan darah
sistemik agaknya tidak bermakna, namun asfiksia berat yang berlangsung
lama dapat mengakibatkan perubahan
tekanan sistemik, termasuk renjatan kardiogenik yang sulit diatasi.
Karena itu pada bayi asfiksia resusitasi yang adekuat harus dilakukan
dengan cepat. Setelah tahanan sistemik meningkat, oleh karena duktus
arteriosus masih terbuka, maka terjadi pirau dari aorta ke arteri
pulmonalis, akibatnya maka aliran balik vena pulmonalis bertambah hingga
aliran ke atrium serta ventrikel meningkat.1
2.2 Duktus Arteriosus
Duktus
arteriosus adalah pembuluh darah janin yang menghubungkan arteri
pulmonalis kiri langsung dengan aorta desendens. Pada janin, duktus
arteriosus dapat tetap terbuka karena produksi dari prostaglandin E2
(PGE2). Pada bayi baru lahir, prostaglandin yang didapat dari
ibu (prostaglandin maternal) kadarnya menurun sehingga duktus
arteriosus tertutup dan berubah menjadi jaringan parut dan menjadi
ligamentum arteriosum yang terdapat pada jantung normal.5,6,7,8
Penutupan Duktus Arteriosus
Duktus
arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir, jadi
pirau ini berlangsung relatif singkat. Penutupan permanen terjadi pada
usia 2-3 minggu. Bila terjadi hipoksia (akibat penyakit paru, asfiksia
dan lain-lain) maka tekanan arteri pulmonalis meningkat dan terjadi
aliran pirau berbalik dari arteri pulmonalis ke aorta melalui duktus
arteriosus. Pemberian oksigen 100% akan menyebabkan kontriksi duktus.1,6
Berbagai faktor diduga berperan dalam penutupan duktus :
- Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi dari otot polos dari dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus dimediasi oleh bradikinin. Oksigen yang mencapai paru-paru pada waktu pernafasan pertama merangsang pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek kontraktil yang poten terhadap otot polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri setelah terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50 mmHg, dinding duktus arteriosus akan mengalami konstriksi. Sebaliknya hipoksemia akan membuat duktus melebar. Karena itulah DAP lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernapasan, prematuritas, dan bayi yang lahir di dataran tinggi.1,6,9,10
- Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi duktus.1
- Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus sebaliknya pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus. Sifat ini digunakan dalam tata laksana pasien :
- Pada bayi prematur dengan DAP pemberian inhibitor prostaglandin seperti indometasin menyebabkan penutupan duktus, efek ini hanya tampak pada duktus yang imatur, khususnya pada usia kurang dari 1 minggu, dan tidak pada bayi cukup bulan.1
- Pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianotik yang bergantung pada duktus (kehidupan bayi bergantung pada duktus), maka pemberian prostaglandin akan menjamin duktus yang paten. Infus prostaglandin ini telah menjadi prosedur standar di banyak pusat kardiologi karena sangat bermanfaat, namun harganya sangat mahal.1
Bila
oksigenisasi darah arteri pascalahir tidak memadai, maka penutupan
duktus arteriosus tertunda atau tidak tejadi. Angka kejadian DAP pada
anak yang lahir di dataran tinggi, lebih besar daripada di dataran
rendah. Pada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, bayi hanya dapat
hidup apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Termasuk di dalam
golongan lesi yang bergantung pada duktus ini (duct dependent lesions) adalah atresia pulmonal, stenosis pulmonal berat, atresia aorta, koartaksio aorta berat atau interrupted aortic arch, dan sebagian pasien transposisi arteri besar.1
2.3 Duktus Arteriosus Persisten (DAP)
DAP
adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir.
Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. DAP ini
sering dijumpai pada bayi prematur, insidennya bertambah dengan
berkurangnya masa gestasi.1
Anatomi dan Hemodinamik
Sebagian besar kasus DAP menghubungkan aorta dengan pangkal arteri pulmonal kiri. Bila
arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri, jarang
duktus terletak di kanan bermuara ke arteri pulmonalis kanan.1
Pada
bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi
vaskular paru menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan
berfungsi sebaliknya, bila semula mengalirkan darah dari arteri
pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke arteri
pulmonalis. Dalam keadaan normal duktus mulai menutup, dan dalam
beberapa jam secara fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari
aorta ke arteri pulmonalis. Apabila duktus tetap terbuka, maka terjadi
keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila resistensi
vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri
pulmonalis makin meningkat. Pada auskultasi pirau yang bermakna akan
memberikan bising sistolik setelah bayi berusia beberapa hari, sedang
bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia 2
minggu.1
Gambar 2.2 Struktur Jantung Normal dan DAP11
Dengan
tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh
tubuh akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan
pada duktus mempengaruhi jumlah darah yang mengalir balik ke paru-paru.1
DAP
umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi
normal dengan perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap
tahunnya.7
DAP pada bayi aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita PDA, dinding dari duktus arteriosus kekurangan lapisan endotel dan lapisan muskular media.3
DAP pada bayi preterm/prematur
DAP
pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal.
Tetap terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan
imaturitas.3
Bayi
yang lahir prematur (<37 st="on">DAP. Makin muda usia kehamilan,
makin besar pula presentase DAP oleh karena duktus dipertahankan tetap
terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang
belum waktunya bayi lahir. Karena itu DAP pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti pada bayi cukup bulan.7
Pada
bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat napas
akibat kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru
tidak kolaps), DAP sering
bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula
sesaknya sudah berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnoe dan
takikardi.7
2.3.1 Etiologi
DAP
dapat disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah pengaruh
lingkungan pada waktu bayi dalam kandungan, pewarisan gen-gen yang
mengalami perubahan atau mutasi, dapat juga merupakan tanda dari suatu
sindroma tertentu, atau juga karena kombinasi berbagai faktor genetik
dan faktor lingkungan yang bersifat multifaktorial.12
Faktor
pengaruh lingkungan dapat meningkatkan resiko bayi terkena DAP,
diantaranya adalah pajanan terhadap rubella pada waktu di dalam
kandungan, persalinan prematur, dan lahir di dataran tinggi.12
DAP
dapat berupa suatu kondisi yang diturunkan dari keluarga dengan riwayat
DAP atau bisa berupa bagian dari sindroma tertentu. DAP juga bisa
disebabkan karena adanya mutasi gen spesifik yang menyebabkan cacat pada
pembentukan jaringan elastik yang membentuk dinding duktus arteriosus.
Gen-gen yang menyebabkan DAP saat ini belum dapat diidentifikasi, tetapi
DAP diketahui dapat diturunkan secara autosomal dominan atau autosomal
resesif.12
Pada kebanyakan kasus, penyebab DAP
bersifat multifaktorial karena kombinasi dari faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor-faktor ini menyebabkan cacat pada proses pembentukan
jaringan elastik pada dinding duktus arteriosus.12
2.3.2 Faktor Resiko
· Prematuritas
· BBLR/SGA
· Pada waktu hamil trimester pertama, ibu terkena infeksi rubella/campak jerman
· Tinggal pada dataran tinggi dan pada tekanan oksigen atmosfer yang rendah
· Hipoksia 3,13
2.3.3 Patofisiologi
Oleh
karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke
kanan melalui duktus arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal.
Luasnya pirau tersebut tergantung dari ukuran DAP
dan rasio dari resistensi pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada
kasus yang ekstrim, 70% darah yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir
melalui DAP ke sirkulasi pulmonal. Jika ukuran DAP kecil, tekanan antara arteri pulmonal, ventrikel kanan, dan atrium kanan normal. Jika DAP besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada waktu sistol dan diastol. Pasien dengan DAP
yang besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai komplikasi.
Tekanan nadi yang tinggi disebabkan karena lolosnya darah ke arteri
pulmonal ketika fase diastol.3
Gambar 2.3 Aliran Darah pada DAP14
2.3.4 Insidensi
- Wanita lebih sering terkena 2-3 kali lebih banyak dari pria.
- Lebih sering terjadi pada bayi kurang bulan, 20% pada bayi prematur lebih dari 32 minggu masa kehamilan, 60% pada bayi kurang dari 28 minggu masa kehamilan.13
2.3.5 Manifestasi Klinik
Semakin besar bukaan yang dialami pada DAP secara otomatis volume darah ke paru-paru jadi meningkat. Pada bayi ataupun anak yang menderita DAP akan menampakkan gejala seperti:
- Tidak mau menyusu
- Berat badannya tidak bertambah
- Berkeringat secara berlebihan
- Kesulitan dalam bernafas
- Jantung yang berdenyut lebih cepat
- Mudah kelelahan
- Pertumbuhan terhambat
Gejala-gejala diatas menunjukkan telah terjadi gagal jantung kongestif.
Sementara bila bukaan pada DAP berukuran kecil resiko gagal jantung
kongestif relatif tidak ada, hanya perlu diperhatikan adanya resiko endokarditis. Endokarditis bisa berakibat fatal apabila tidak diberikan tindak lanjut medis yang semestinya.15
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan tanda-tanda (Sign):
· Takikardi
· Banyak berkeringat
· Sianosis
· Tanda
khas pada denyut nadi berupa pulsus seler disebut “water hammer pulse”.
Hal ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol
maupun diastol, sehingga didapat tekanan nadi yang besar.
· Pada pemeriksaan fisik jantung
Palpasi :
ü Thrill sistolik yang paling jelas teraba pada ICS II kiri yang dapat menyebar ke sekitarnya
ü Dengan meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga dapat teraba pada sela iga II tepi kiri sternum.
Auskultasi :
ü Bunyi jantung pertama sering normal, diikuti sistolik click.
ü Bunyi jantung kedua selalu keras, terkeras di sela iga II kiri.
ü Machinery murmur
yang punctum maksimumnya pada ICS II linea sternalis kiri. Bising pada
waktu sistol bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II
sedangkan bising pada fase diastol bersifat dekresendo, terbaik didengar
pada posisi berbaring, sifat, tempat, dan intensitas bising tidak
dipengaruhi respirasi.
ü Pasien
dengan pirau yang besar, dapat terdengar murmur mid-diastolik pada
presentasi katup mitral yang terdengar pada daerah apeks sebagai hasil
dari peningkatan volume aliran darah yang melewati katup mitral.
· Clubbing finger 3,13,16
DAP kecil
Biasanya
asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi normal. Jantung
tidak membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga ke-2 sternum.
Terdapat bising kontinu (continous murmur, machinery murmur) yang khas untuk DAP di daerah subklavia kiri.1
Gambaran
radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaan
ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau
arteri pulmonalis.1
DAP sedang
Gejala
biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami
kesulitan makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun biasanya
berat badan masih dalam batas normal. Anak lebih mudah lelah tetapi
masih dapat mengikuti permainan.1
Pada
pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding anak
normal. Bila nadi radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan
dijumpai pulsus seler, tekanan nadi lebih dari 40 mmHg. Teraba getaran
bising didaerah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising kontinu di sela
iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya.
Bising middiastolik di apeks sering dapat didengar akibat bertambahnya
pengisian cepat ventrikel kiri (stenosis mitral relatif).1
Pada
foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi
paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.1
DAP besar
Gejala
tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsu
makan sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak dispnoe dan takhipnoe
dan banyak berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba
getaran bising sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu
atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apex karena
aliran darah berlebihan melalui katup mitral (stenosis mitral relatif).
Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras. Gagal jantung mungkin terjadi dan
biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian bawah. Semua
penderita DAP besar yang tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi pulmonal.1
Pada
foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping
pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak
hipertrofi biventrikular dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan
dilatasi atrium kiri.1
DAP besar dengan hipertensi pulmonal.
Pasien dengan DAP
besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi pulmonal
akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti.
Komplikasi ini dapat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun
jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau ke-3. Komplikasi ini
berkembang secara progresif sehingga akhirnya irreversible, dan pada
tahap tersebut operasi korektif tidak dapat dilakukan.1
2.3.6 Diagnosis
DAP
biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi yang kuat dan
terdengar bising kontinu. Hal ini harus dibedakan dengan penyakit
jantung non sianotik lain yang memberikan tanda yang sama termasuk
AP-Window dan fistula artrio-vena. Pada bayi yang sangat muda mungkin
baru terdengar bising sistolik sehingga harus dibedakan dengan pasien
defek septum ventrikel. Umumnya echocardiografi diperlukan untuk
memastikan diagnosis. Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk
diagnosis, dan hanya dilakukan bila dikhawatirkan ada hipertensi
pulmonal, atau direncanakan penutupan duktus dengan alat kateter khusus.
Bila dilakukan, kateterisasi jantung pasien DAP tanpa komplikasi akan
menunjukkan hasil adanya peningkatan saturasi oksigen di arteri
pulmonalis akibat pirau dari aorta yang tekanannya tinggi ke arteri
pulmonalis yang tekanannya rendah.1
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa antara lain :
- Echocardiografi
- EKG
- Rontgen foto thorax
- Cardiac catheterization
2.3.7 Penatalaksanaan
Ada
beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk
mengatasi gangguan fungsi jantung pada DAP, dan sangat bergantung dari
ukuran bukaan pada duktus dan yang utama usia pasien. Tidak diperlukan
pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi pulmonal.2,12
Pada
bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu
pertama setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup
dalam beberapa hari pertama setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan bedah dibutuhkan untuk menutup duktus arteriosus.1,17
a. Medikamentosa
Dapat
menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS), seperti ibuprofen atau
indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi
prematur sebelum usia 10 hari. AINS memblok prostaglandin yang
mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka. Pada
bayi prematur dengan DAP dapat diupayakan terapi farmakologis dengan
memberikan indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan
selang waktu 12 jam diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada
bayi prematur dengan usia kurang dari satu minggu, yang dapat menutup
duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan membuka kembali.
Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin
memberikan respon yang lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif.1,17
Tabel 2.1 Dosis Indomethacin14
Indomethacin Dosing Guidelines (mg/kg)
| |||
Age At Dose 1
|
Dose 1
|
Dose 2
|
Dose 3
|
< 48 h
|
0.2
|
0.1
|
0.1
|
2–7 days
|
0.2
|
0.2
|
0.2
|
> 7 days
|
0.2
|
0.25
|
0.25
|
Bila
usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung
kongestif menetap, bedah ligasi DAP perlu segera dilakukan. Bila tidak
ada tanda-tanda gagal jantung kongestif, bedah ligasi DAP dapat ditunda
akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun. Prinsipnya semua DAP
yang ditemukan pada usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa
menghiraukan besarnya aliran pirau.2
b. Tindakan bedah
Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan kateter.7,17
Pada DAP
dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung
diberikan terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan
menunda operasi 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan duktus menutup.
Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis, secepat-cepatnya dilakukan
operasi pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih diutamakan
daripada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi
kemudian. Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak
mungkin atau jika dilakukan akan mengandung resiko.1
Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:
- DAP pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.
- DAP dengan keluhan.
- DAP dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.
Hal
yang perlu diperhatikan bagi penderita DAP yang usianya lebih dewasa,
adalah mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila
akan menjalankan operasi minor lain (contoh: operasi amadel) ataupun
perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan resiko endokarditis.1
Diagram 2.1 Algoritma Tatalaksana DAP2
Selain tindakan bedah, DAP juga dapat ditutup dengan menggunakan beberapa alat yang dimasukkan melalui kateterisasi jantung.11
Gambar 2.4 Penutupan DAP Dengan Alat Melalui Kateterisasi Jantung
2.3.8 Prognosis
Pasien dengan DAP kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada DAP yang besar umumnya berhasil dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan normal.12
2.3.9 Komplikasi
DAP
yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala. DAP yang lebih besar yang
tidak diterapi dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, infeksi paru
berulang, aritmia atau gagal jantung yang merupakan kondisi kronis
dimana jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif.17
DAP menyebabkan gagal jantung pada 15% bayi prematur dengan berat badan lahir <1750g>14
Seseorang
yang mempunyai masalah struktural pada jantung, seperti DAP, mempunyai
resiko yang tinggi terkena endokarditis dibanding orang normal.17
Sindrom Eisenmenger biasanya terjadi pada penderita dengan DAP besar yang tidak mengalami penanganan pembedahan.13
BAB III
KESIMPULAN
DAP
adalah sebuah kondisi dimana duktus arteriosus yang seharusnya menutup
dalam rentang waktu normal, tetap dalam keadaan terbuka hingga otomatis
mengganggu fungsi normal jantung. Kelainan Jantung Bawaan DAP umumnya
ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan
perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.
Gejala
dan tanda-tanda yang muncul pada pasien dengan DAP tergantung dari
seberapa besar bukaan yang terjadi pada DAP. Semakin besar bukaan yang
terjadi semakin berat gejalanya dan komplikasi yang akan terjadi.
Ada
beberapa metode pengobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk
mengatasi gangguan fungsi jantung pada DAP, dan sangat bergantung dari
ukuran bukaan pada duktus dan yang utama usia pasien. Pemberian
obat-obatan secara oral bisa dilakukan untuk membuat duktus mengkerut
dengan sendirinya. Apabila berhasil maka bisa proses pembedahanpun bisa
dihindari. Tetapi bila tidak berhasil dengan pemberian obat-obatan
secara oral, dan kondisi DAP memperburuk kesehatan pasien secara umum,
maka akan dilakukan operasi.
Pasien
dengan DAP kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada
gejala. Pengobatan termasuk pembedahan pada DAP yang besar umumnya
berhasil dan tanpa komplikasi sehingga memungkinkan seseorang untuk
hidup dengan normal.
Komentar :
Posting Komentar