PENDAHULUAN
Anak
bahkan bayi dapat mengalami hipertensi, bahkan penyakit ini dapat
menimbulkan kematian. Penting dilakukan deteksi dini dengan pengukuran
darah secara rutin pada setiap anak usia 3 tahun ke atas paling sedikit
sekali setahun. Hipertensi pada anak dibagi dua kategori, yaitu
hipertensi primer bila penyebab hipertensi tidak dapat dijelaskan atau
tidak diketahui penyakit dasarnya, biasanya berhubungan dengan faktor
keturunan, masukan garam, stres, dan kegemukan. Sedangkan hipertensi
sekunder terjadi akibat adanya penyakit lain yang mendasarinya. Dari
penelitian selama ini menunjukkan hipertensi pada anak kebanyakan (80%)
bersifat sekunder akibat penyakit lain.
Satu sampai tiga dari 100 anak yang diperiksa tekanan darahnya menunjukkan hipertensi dan 0,1% di antaranya merupakan hipertensi berat. Hipertensi pada anak memerlukan penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan tata laksana hipertensi dapat berakibat fatal bagi pasien. Berbeda dengan dewasa, hipertensi pada anak mempunyai kekhususan dalam hal cara pengukuran tekanan darah, kriteria diagnosis hipertensi, dan penyebab hipertensi. Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan 1-3%.
Satu sampai tiga dari 100 anak yang diperiksa tekanan darahnya menunjukkan hipertensi dan 0,1% di antaranya merupakan hipertensi berat. Hipertensi pada anak memerlukan penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan tata laksana hipertensi dapat berakibat fatal bagi pasien. Berbeda dengan dewasa, hipertensi pada anak mempunyai kekhususan dalam hal cara pengukuran tekanan darah, kriteria diagnosis hipertensi, dan penyebab hipertensi. Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan 1-3%.
Hipertensi
pada anak dapat dibedakan menjadi hipertensi krisis dan non krisis.
Hipertensi krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui penyakit
sebelumnya atau merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya.
Hipertensi krisis dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal
ginjal, edema paru, dan retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan organ target. Gambaran
klinis krisis hipertensi berupa tekanan darah yang sangat tinggi
(umumnya tekanan darah diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada
nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan
menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar tekanan darah yang
dapat menyebabkan krisis hipertensi tidak dapat dipastikan, sebab hal
ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya normotensi atau
hipertensi ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam
pengobatan hipertensi, namun para klinisi harus tetap waspada akan
kejadian krisis hipertensi, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini
dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat
dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih
diutamakan daripada prosesur diagnostik karena sebagian besar komplikasi
krisis hipertensi bersifat reversibel.
BAB II
HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi
adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik
≥persentil ke-95 untuk umur dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali
berturut-turut. (Hardiono et al,2005)
2. Teknik Mengukur Tekanan Darah
Ø Tekanan
darah harus diukur sekali dalam setahun pada setiap anak, sebaiknya
menggunakan manometer gravitasi merkuri. (www.emedicine.com). Teknik
doppler dan oscilometri dapat digunakan pada bayi infant dan anak lebih
kecil yang pengukuran tekanan darah auskultasinya sulit untuk di
dapatkan. (Singadipoera,1993)
Ø Manset
yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan manset
yang terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih
tinggi, sebaliknya bila menggunakan manset yang terlalu lebar akan
memberikan hasil angka pengukuran lebih rendah. (Husein Alatas et
al,2002)
Ø Pengukuran yang diulang pada beberapa waktu disarankan untuk memperoleh informasi yang berarti. (www.emedicine.com)
Ø Ukuran
Manset yang sesuai sangat penting untuk pengukuran tekanan darah yang
akurat. Manset harus cukup panjang untuk mengelilingi lengan dan cukup
lebar untuk menutupi kira-kira ¾ panjang dari bahu ke siku.
(www.emedicine.com)
Ø Anak
yang diukur harus santai atau rileks dan dalam posisi duduk yang nyaman
atau posisi supinasi dengan lengan kanan diletakkan sejajar jantung.
(www.emedicine.com)
Ø Manset
harus dipompa pada tekanan kira-kira 20 mm lebih besar dari pulsasi
radius menghilang dan kemudian dikempeskan pada rata-rata 2-3 mmHg
perdetik sampai terdengar bunyi suara lembut. (www.emedicine.com)
Ø Bunyi korotkof pertama menunjukkan tekanan sistolik. Fase pertama ini kemudian
disusul oleh fase 2 , yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu
disusul dengan fase 3 berupa suara yang keras, setelah itu suara mulai
melemah (fase 4) dan akhirnya menghilang (fase 5). Fase 4 dan fase 5
biasanya terjadi secara berkesinambungan, dan fase 5 bisa tidak
terdengar sama sekali. Pada anak fase 5 sulit didengar, maka fase 4
digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik. The Second Task Force on
Blood Pressure Control in Children menganjurkan menggunakan fase 4
sebagai petunjuk tekanan diastolik untuk anak-anak berusia kurang dari
13 tahun, sedang fase 5 digunakan sebagai petunjuk tekanan diastolik
untuk anak-anak usia 13 tahun keatas. (Hardiono et al,2005)
Ø Tekanan
darah sistolik pada ekstremitas bawah harus diukur saat ketinggian
tekanan darah sistolik pada ekstremitas atas yang pertama kali dicatat
dan ketika si pemeriksa menemukan amplitudo dari denyut arterial di kaki
lebih rendah daripada di tangan. Ketidak
sesuaian antara nilai-nilai ini merupakan indikasi koarktasio aorta.
Dengan pasien pada posisi supinasi tempatkan manset pada betis. Manset
harus cukup lebar untuk menutupi minimal 2/3 dari panjang lutut ke
pergelangan kaki. Ultrasound dopler dapat digunakan untuk mendeteksi
permulaan aliran darah, menunjukkan tekanan darah sistolik pada
posterior tibial ataupun arteri dorsalis pedis. Nilai tersebut harus
dibandingkan dengan kesamaan yang didapatkan pada tekanan darah sistolik
dopler pada lengan. (www.emedicine.com)
3. Patofisiologi
Tingkat
tekanan darah ditentukan oleh keseimbangan curah jantung dan tahanan
perifer. Peningkatan pada kedua variabel ini, (dengan tidak adanya
penurunan kompensasi diantara salah satunya), hal inilah yang sebenarnya
yang meningkatkan tekanan darah. Banyak faktor yang mengatur curah
jantung dan tahanan perifer (lihat Tabel 1). Sebagai tambahan, beberapa
faktor ini dipengaruhi oleh perubahan dalam elektrolit homeostasis,
khususnya peubahan-perubahan dalam sodium, kalsium dan potasium. Pada
kondisi normal, jumlah sodium yang diekskresikan dalam urine setara
dengan jumlah yang dicerna. Hasilnya hampir tetap dengan volume
ekstraselular. Retensi dari sodium meningkatkan volume ekstraseluler
yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah. Lewat keberagaman
mekanisme fisik dan hormonal. Pemicu-pemicu ini mengubah Glomerular
Filtration Rate dan tubular reabsorption Sodium, menghasilkan ekskresi
sodium yang berlebihan dan perbaikan keseimbangan sodium.
Peningkatan
konsentrasi intraselular dari kalsium yang diakibatkan oleh perubahan
konsentrasi plasma kalsium, meningkatkan kontraktilitas pembuluh darah.
Sebagai tambahan, kalsium menstimulasi pelepasan renin, sintesis dari
epinefrin, dan aktivitas dari sistem saraf simpatis. Disisi lain
peningkatan pengambilan potasium mennsupresi produksi dan pelepasan
renin dan menginduksi pengeluaran natrium, oleh karena itu menurunkan
tekanan darah. Komplesitas
dari sistem tersebut menjelaskan kesulitan pada saat mengidentifikasi
mekanisme riwayat hipertensi pada pasien tertentu. Ini menjelaskan
mengapa pada sebagian besar pasien, pengobatan lebih kepada faktor
regulator daripada penyebab penyakit. (www.emedicine.com)
Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah (www.emedicine.com)
Curah Jantung
|
Tahanan Perifer
|
Baroreseptor
Volume ekstraseluler
Volume sirkulasi
Atrial Natriuretic hormon
Mineralokortikoid
Angiotensin
Katekolamin
Sistem Saraf Simpatis
|
Yang membuat tekanan
Angiotensin II
Kalsium (intraseluler)
Katekolamin
Sistem Saraf Simpatis
Yang menurunkan Tekanan
Atrial Natriuretic hormon
Endothelial Relaxing Factors
Kinin
Prostaglandin E2
Prostaglandin I2
|
4. Batasan Dan Klasifikasi Hipertensi
Tekanan
darah normal anak-anak bervariasi, oleh karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, antara lain umur, jenis kelamin, tinggi, dan berat
badan. Dengan bertambahnya umur, berat badan, dan tinggi badan, ikut
pula bertambah sampai anak mencapai usia dewasa. Keadaan ini akan
berpengaruh terhadap nilai tekanan darah anak. Anak yang lebih berat,
dan atau lebih tinggi, mempunyai nilai tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak sebaya yang badannya lebih kurus dan berat
badannya kurang.( Husein Alatas et al,2002).Tekanan
darah bayi dan anak bergantung pada umur. Makin tinggi umur makin
tinggi pula tekanan darahnya, oleh karena itu, penentuan batas tekanan
darah disesuaikan dengan umur. Berdasarkan Task Force on Blood Pressure Control in Children, batasan tekanan darah normal dan hipertensi pada anak sesuai dengan kriteria berikut:
- Tekanan darah normal: tekanan darah <>
- Tekanan darah normal tinggi (high normal atau border line): tekanan darah antara persentil 90 dan 95 berdasarkan umur dan jenis kelamin.
- Hipertensi: tekanan darah > persentil 95 dengan pemeriksaan 3 kali berturut-turut, yang dapat dibagi menjadi:
a. Hipertensi bermakna: jika tekanan darah antara persentil 95-99 berdasarkan umur dan jenis kelamin
b. Hipertensi berat: jika tekanan darah antara > persentil 99 berdasarkan umur dan jenis kelamin (www.idai.or.id)
5. Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Pada Anak
Ras : The Task Force
mencatat tidak ada perbedaan tekanan darah antara anak-anak ras kulit
hitam dan kulit putih. Namun anak-anak ras kulit hitam pada berbagai
usia memiliki tahanan vascular perifer yang lebih tinggi dan
sensitifitas tekanan darah terhadap konsumsi garam yang lebih besar
dibandingkan anak-anak ras kulit putih.
Jenis Kelamin
: Tidak ada perbedaan yang signifikan tekanan darah antara anak
laki-laki dan perempuan usia 6 tahun. dari usia tersebut sampai pubertas
tekanan darah pada anak-anak perempuan sedikit lebih tinggi dibanding
anak laki-laki. Dari pubertas dan seterusnya, pria memiliki tekanan
darah sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita.
Usia
: Tekanan darah dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan. Namun hubungan
ini tidak menjadi suatu bukti sampai anak menginjak usia sekolah. Data
standar yang diterbitkan olehThe Task Force tahun 1987, mempertimbangkan
faktor-faktor ini.
Riwayat :
Sejarah yang bisa dipercaya menyediakan petunjuk-petunjuk tentang penyebab hipertensi diantaranya :
- Prematuritas
- Bronkopulmonary Displasia
- Riwayat katerisasi arteri umbilikal
- Kegagalan pertumbuhan
- Riwayat trauma pada kepala dan abdomen
- Penyakit keturunan (misalnya neurofibromatosis, hipertensi)
- Pengobatan (misalnya amphetamin, steroid, antidepresan trisiklik, penyalahgunaan obat)
- Pyelonefritis
Gejala-gejala
yang timbul dan tidak spesifik pada neonatus dan tidak terdapat pada
anak-anak yang usianya lebih dewasa kecuali hipertensi berat.
Tanda-tanda dan gejala yang harus diwaspadai oleh dokter terdapat
dibawah ini :
Neonatus
|
Anak
|
Kegagalan Pertumbuhan
|
Sakit kepala
|
Serangan yang tiba-tiba
|
Kelelahan
|
Lethargy
|
Penglihatan buram
|
Respiratory Distress
|
Epistaksis
|
Gagal jantung Congestive
|
Bell palsy
|
(www.emedicine.com)
6. Etiologi Hipertensi
Umumnya
hipertensi pada anak merupakan hipertensi sekunder yang perlu dicari
penyebabnya dan sebagian besar dapat ditanggulangi sehingga pemberian
obat seumur hidup dapat dihindari. Secara umum, penyebab hipertensi pada
anak dapat disebabkan penyebab renal, vaskular, endokrin, dan
lain-lain. Hipertensi pada anak terutama disebabkan oleh kelainan
renoparenkim dengan penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis akut
pasca streptokokus. Beberapa penyebab hipertensi pada anak antara lain:
Tabel 2. Penyebab hipertensi akut dan kronik pada penyakit anak
(www. pedsinreview.aappublications.org)
Akut
|
Kronik
|
Ginjal
· Glomerulonefritis akut pasca streptokokus
· Sindrom hemolitik uremik
· Nefritis akut
· Gagal ginjal akut
· Operasi traktus urinarius dan ginjal
|
Ginjal
· Gagal Ginjal Kronis
· Glomerulopati kronis
· Uropati Obstruktif
· Polikistik Ginjal (dominan / resesif)
· Nefropati Refluk
· Transplantasi Postrenal
|
Vaskular
· Embolus/ trombosis arteri renal
· Patent Ductus Arteriosus
|
Vaskular
· Stenosis arteri renal
· Koarktasio Aorta
· Vaskulitis Sistemik
· Syndrom William
|
Obat-obatan
· Steroid
· Dekongestan
· Oral kontrasepsi
· Amphetamine, Cocain, Phencyclidine
· Beta-Adrenergik agonis/theophylin
· Cafein/nikotin
|
Obat-obatan
· Steroid
· Eritropoetin
· Siklosporin/Tacrolimus
· Oral Kontrasepsi
|
Trauma
· Luka bakar
· Traksi (terutama femur)
· Peningkatan tekanan Intrakranial
· Trauma Spinal
|
Endokrin
· Pheochromacytoma
· Sindrom Cushing
· Hiperplasia adrenal kongenital
· Hipo/hypertiroid
· Neuroblastoma
· Hiperparatiroid
· Hiperaldoteronism primer
· Endokrinopatis hipertensi genetik
|
Lain-lain
· Peningkatan volume intravascular
· Hiperkalsemia
· Disfungsi Otonom (Guillain Barre)
· Ansietas
|
Lain-lain
· Hipertensi esensial
· Obesitas
· Bronkopulmonary displasia
· Peningkatan tekanan intrakranial
· Kehamilan
|
Tabel 3. Penyebab Tersering Hipertensi pada berbagai kelompok umur
(www.emedicine.com)
Neonatus
|
1-6 tahun
|
7-12 tahun
|
Adolesen
|
· Trombosis vena atau arteri renal
· Anomali Renal Kongenital
· Bronkopulmonary Displasia
· Koarktasio Aorta
|
· Stenosis Arteri Renal
· Penyakit parenkim Ginjal
· Tumor Wilms
· Neuroblastoma
· Koarktasio aorta
|
· Penyakit parenkim ginjal
· Abnormal Renovaskular
· Penyebab endokrin
· Hipertensi esensial
· Prematur?
|
· Hipertensi esensial
· Penyakit parenkim ginjal
· Penyebab endokrin
· Prematur?
|
7. Tahapan Pemeriksaan Penunjang pada Hipertensi (Hardiono et al,2005)
– Pemeriksaan tahap I untuk evaluasi diagnostik kearah penyebab hipertensi sekunder :
Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal :
Urinalisis, biakan urin
Kimia darah (kolesterol, albumin, globulin, asam urat, ureum, kreatinin)
Klirens kreatinin dan ureum
Darah lengkap
Pielograf intravena (bila skanning ginjal dan USG tak tersedia
Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit endokrin
Elektrolit serum
Aktivitas renin plasma dan aldosteron
Katekolamin plasma
Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin
Aldosteron dan metabolit steroid dalam urin
(17 ketosteroid dan 17 hidrokortikosteroid)
Evaluasi akibat hipertensi terhadap organ target
EKG, foto Rontgen dada dan ekokardiografi
– Pemeriksaan tahap II evaluasi diagnostik ke arah penyebab hipertensi sekunder
ASTO, Komplemen (C3), kultur apus tenggorok/keropeng infeksi kulit
Sel LE, uji serologi untuk SLE
Miksio sistouretrografi (MSU)
Biopsi Ginjal
CT Ginjal
Tc 99m DTPA atau DMSA Scan, Renografi
Arteriografi
Digital Substraction Angiography (DSA)
CT kelenjar adrenal atau abdomen
Scanning Adrenal dengan I 131 meta-iodobenzilguanidin
Katekolamin vena kava
Analisis aldosteron dan elektrolit urin
Uji Supresi dengan deksametason
Renin Vena renalis
8. Dosis Obat Anti Hipertensi Oral Pada Anak (Hardiono et al,2005)
Klasifikasi/Nama Obat
|
Dosis per hari
Awal
|
Dosis per hari
Maksimal
|
Interval dosis
|
Diuretika
Hidroklorotiazid
Klortalidon
Spironolakton
Furosemid
|
1 mg/kg
1 mg/kg
1 mg/kg
2 mg/kg
|
4 mg/kg
2 mg/kg
3 mg/kg
6 mg/kg
|
tiap 12 jam
sekali sehari
tiap 12 jam
tiap 6-8 jam
|
Penghambat Adrenergik
Penghambat Beta Propanolol
|
0,5 mg /kg
|
10 mg/kg
|
Tiap 8 jam
|
Penghambat alfa
Prazosin
|
0,05 mg/kg
|
0,4 mg
|
Tiap 8 jam
|
Penghambat alfa-beta
Labetalol
|
1-3 mg/kg
|
3 mg/kg
|
Tiap 12 jam
|
Antiadrenergik sentral
Klonidin
Metildopa
|
0,002 mg/kg
5 mg/kg
|
0,06 mg
40 mg/kg
|
Tiap 8 jam
Tiap 6-8 jam
|
Bekerja pada ujung-ujung saraf simpatik
Reserpin
|
0,02-0,07 mg/kg
|
2,5 mg
|
Sekali sehari
|
Vasodilator langsung
Hidralazin
Minoksidil
|
1-2 mg/kg
0,1-0,2 mg/kg
|
8 mg/kg
1-2 mg/kg
|
Tiap 8-12 jam
Tiap 12 jam
|
Calcium Channel Blockers
Nifedipine
Diltiazem
|
0,25 mg/kg
2 mg/kg
|
1 mg/kg
3,5 mg/kg
|
Tiap 6-8 jam
Tiap 12 jam
|
ACE Inhibitors
Captopril
Enalapril
|
0,5 mg/kg, Neonatus 0,05-0,5 mg/kg
0,08-0,1 mg/kg
|
5 mg/kg
1 mg/kg
|
Tiap 8 jam
Tiap 24 jam
|
BAB. III
KRISIS HIPERTENSI
1. Definisi Krisis Hipertensi
Hipertensi
krisis merupakan peninggian tekanan darah secara akut yang mengganggu
fungsi organ vital tubuh yang dapat mengancam jiwa. Hipertensi krisis
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau
diastolik > 120 mmHg atau setiap tingkat hipertensi (sistolik
<> 1 ½ kali batas atas tekanan darah normal berdasarkan umur dan
jenis kelamin. (www.idai.or.id)
2. Manifestasi Klinik Hipertensi
Pada
keadaan krisis hipertensi yang ditunjukkan dengan naiknya tekanan darah
secara mendadak dalam waktu yang cepat dapat timbul ensefalopati
hipertensif yang ditandai kejang baik kejang fokal maupun kejang umum,
diikuti dengan penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.
Manifestasi klinik ini lebih sering terlihat pada hipertensi anak daripada orang dewasa.
Manifestasi
krisis hipertensi ini sering dikacaukan dengan epilepsi dan bila
tekanan darah tidak diukur maka diagnosis krisis hipertensi sebagai
penyebab ensefalopati akan terlewatkan begitu saja. Manifestasi lain
ensefalopati hiper tensif adalah hemiplegia, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parese nervus fasialis.
Pada
pemerikasaan funduskopi dapat ditemukan kelainan retina berat berupa
perdarahan, eksudat, edema pupil, atau penyempitan pembuluh darah
arteriol retina.
Krisis
hipertensi jarang meninggalkan gejala sisa, bila penurunan tekanan
darah segera dilaksanakan dengan menggunakan obat antihipertensi secara
adekuat. Walaupun demikian, ditemukan atrofi otak pada pemeriksaan
computer tomography. Manifestasi klinik krisis hipertensi lainnya adalah
dekompensatio cordis dengan edema paru yang ditandai dengan gejala
edema, dispnu, sianosis, takikardi, ronkhi, kardiomegali, suara bising
jantung dan hepatomegali.
Pada
pemeriksaan foto thoraks terlihat pembesaran jantung dengan edema paru.
Sedang pada pemeriksaan EKG kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran
ventrikel kiri. Manifestasi dekompensatio cordis ini lebih sering
ditemukan pada bayi. Gangguan faal ginjal selain dapat diakibatkan oleh
krisis hipertensi juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi berat kronik
yang menetap.
Umumnya
manifestasi klinik hipertensi berat atau krisis hipertensi pada bayi
dan anak hampir selalu penyebabnya berkaitan dengan hipertensi sekunder.
(Husein Alatas et al,2002)
3. Pengobatan Krisis Hipertensi
Prinsip
pengobatan hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepat
mungkin dengan obat antihipertensi yang onsetnya cepat, mencegah dan
menanggulangi kerusakan organ target, dan mencari penyebab hipertensi.
Obat-obat yang bekerjanya paling cepat adalah obat parenteral seperti
natrium nitroprusid dan diazoksida tetapi kedua obat ini jarang
digunakan. Natrium nitroprusid diberikan melalui pompa infus dengan
dosis yang dititrasi, 0,5 - 8 mg/kgbb per menit. Penggunaan obat ini
memerlukan pengawasan ketat dan biasanya dilakukan di ruang perawatan
intensif. Diazoksida diberikan secara intravena
dengan dosis 2 - 5 mg/kgbb dengan bertahap. Respons obat ini sangat
cepat dan responsnya sering tidak dapat diprediksi.
Obat
yang sering digunakan adalah klonidin drip. Nifedipin sublingual/oral
mulai banyak digunakan karena pemberiannya mudah, tidak memerlukan ruang
perawatan intensif, dan hasilnya cukup memuaskan.
1. Klonidin
Klonidin
diberikan per drip dikombinasi dengan furosemid. Klonidin dilarutkan
dalam 100 ml glukosa 5% dalam buret infus dan diberikan secara infus
menggunakan mikrodrip. Dosis awal klonidin drip adalah 0.002 mg/kgbb/8
jam atau 12 tetes mikrodrip per menit dengan dosis maksimal 36 tetes
mikrodrip per menit (3 kali lipat dosis awal atau 0,006 mg/kgbb/8 jam).
Tekanan darah diukur secara berkala setiap 30 menit sampai tekanan darah
diastolik < 100 mmHg, dan selanjutnya setiap 1-3 jam sampai tekanan
darah stabil.
Secara praktisnya, pemberian klonidin drip adalah sebagai berikut: pada permulaan diberikan klonidin 12 tetes mikrodrip per menit. Bila tekanan darah tidak turun, setiap 30 menit dosis dinaikkan 6 tetes per menit sampai tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 36 tetes mikrodrip per menit. Klonidin drip dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Bila dengan klonidin drip dosis maksimal tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril adalah 2 mg/kgbb/kali. Bila tekanan darah turun di bawah 100 mmHg, tetesan klonidin drip diturunkan bertahap sambil diberikan kaptopril oral dengan dosis sama seperti di atas. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.
Secara praktisnya, pemberian klonidin drip adalah sebagai berikut: pada permulaan diberikan klonidin 12 tetes mikrodrip per menit. Bila tekanan darah tidak turun, setiap 30 menit dosis dinaikkan 6 tetes per menit sampai tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 36 tetes mikrodrip per menit. Klonidin drip dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Bila dengan klonidin drip dosis maksimal tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril adalah 2 mg/kgbb/kali. Bila tekanan darah turun di bawah 100 mmHg, tetesan klonidin drip diturunkan bertahap sambil diberikan kaptopril oral dengan dosis sama seperti di atas. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.
2. Nifedipin
Nifedipin
diberikan sublingual dosis 0.1 mg/kgbb/kali dan bila tekanan darah
tidak turun, dosis dinaikkan 0,1 mg/kgbb/kali setiap 30 menit sampai
tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10
mg/kali. Tekanan darah diukur secara berkala setiap 30 menit sampai
tekanan darah diastolik < style=""> stabil.
Secara praktisnya, nifedipin disediakan dalam kemasan pulvis 2,5 mg per bungkus. Pemberian obat diawali dengan nifedipin 0,1 mg/kgbb/kali (1 pulvis atau 2,5 mg) dan bila tekanan darah tidak turun, dosis dinaikkan setiap 30 menit menjadi 5 mg ( 2 pulvis), kemudian 7,5 mg (3 pulvis) sampai tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali (4 pulvis).
Nifedipin dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2 kali sehari. Bila tekanan darah diastolik sudah < 100 mmHg, diberikan nifedipin oral dengan dosis 0,25 - 1 mg/kgbb/hari 3-4 kali sehari. Bila dengan nifedipin dosis maksimal tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril 2 mg/kgbb/kali. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.
Selain pemberian obat antihipertensi, dilakukan juga terapi suportif seperti diet rendah garam, mengatasi manifestasi klinis yang terjadi, serta mencari penyebab hipertensi dan menanggulanginya (www.idai.or.id)
Secara praktisnya, nifedipin disediakan dalam kemasan pulvis 2,5 mg per bungkus. Pemberian obat diawali dengan nifedipin 0,1 mg/kgbb/kali (1 pulvis atau 2,5 mg) dan bila tekanan darah tidak turun, dosis dinaikkan setiap 30 menit menjadi 5 mg ( 2 pulvis), kemudian 7,5 mg (3 pulvis) sampai tekanan darah diastolik turun di bawah 100 mmHg dengan dosis maksimal 10 mg/kali (4 pulvis).
Nifedipin dikombinasi dengan diuretik furosemid 1-2 mg/kgbb/kali diberikan 2 kali sehari. Bila tekanan darah diastolik sudah < 100 mmHg, diberikan nifedipin oral dengan dosis 0,25 - 1 mg/kgbb/hari 3-4 kali sehari. Bila dengan nifedipin dosis maksimal tekanan darah diastolik belum turun di bawah 100 mmHg, ditambahkan kaptopril oral dosis 0,3 mg/kgbb/kali diberikan 2-3 kali sehari dengan dosis maksimal kaptopril 2 mg/kgbb/kali. Bila tekanan darah belum turun juga, dapat ditambahkan obat beta bloker atau alfa-metil dopa.
Selain pemberian obat antihipertensi, dilakukan juga terapi suportif seperti diet rendah garam, mengatasi manifestasi klinis yang terjadi, serta mencari penyebab hipertensi dan menanggulanginya (www.idai.or.id)
BAB IV
KESIMPULAN
Mengenal
hipertensi pada anak jauh lebih sulit daripada orang dewasa, karena
batasan hipertensi tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi dan berat
badan. Berbagai etiologi sebagai penyebab hipertensi perlu ditegakkan
secara teliti sebelum menyatakan bentuk hipertensi mengingat hipertensi
pada anak-anak dan adolesen adalah tipe sekunder. Hipertensi
pada anak memerlukan penanganan yang cepat dan adekuat. Keterlambatan
tata laksana hipertensi dapat berakibat fatal bagi pasien.
Hipertensi
krisis dapat timbul mendadak tanpa diketahui penyakit sebelumnya atau
merupakan akibat hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi krisis
dapat menyebabkan ensefalopati, gagal jantung, gagal ginjal, edema
paru, dan retinopati. Penanggulangan hipertensi krisis harus segera
dilakukan untuk mencegah kerusakan organ target sebagai akibat tingginya tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Husein Alatas, et al.2002. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 242-287
2. Hardiono D. Pusponegoro, et al.2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal 166-175
3. Singadipoera, Boed S,dr, DSAK.1993. Ilmu Kesehatan Anak Nefrologi Anak. Bandung : FK UNPAD-RS Hasan Sadikin. Hal 46-69
4. Sudung O Pardede.2004. Tata laksana Hipertensi Krisis Pada Anak. www.IDAI.or.id
5. Nanan Sekarwana. Hipertensi Pada Anak. www.IDAI.or.id
6. Victoria F. Norwood, MD. 2002. Hypertension. http://pedsinreview.aappublications.org
7. Adrian Spitzer, MD.2004. Hypertension. www.emedicine.com
Komentar :
Posting Komentar