PENDAHULUAN
Penyakit flu burung atau flu unggas (bird Flu, Avian influenza)
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe
A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh
virus Avian influenza jenis H5N1 pada unggas
dikonfirmasikan telah terjadi di beberapa negara antara lain : Republik
Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, Cina, Indonesia
dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan
transportasi unggas yang terinfeksi.
Di
Indonesia sejak bulan Januari 2004, dilaporkan adanya kasus kematian
ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan barat). Awalnya kematian tersebut
diduga disebabkan oleh virus new castle, namun
konfirmasi terakhir dari Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu
burung. Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di
sepuluh propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor. Pada
bulan Juli 2005 penyakit flu burung telah merenggut 3 nyawa. Hal
ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di Hongkong,
selain itu sejumlah manusia juga meninggal di negara lain. Pada tanggal 6
Februari 2004 WHO mengkonfirmasikan bahwa telah ditemukan sebanyak 55
penderita flu burung H5N1 sampai saat ini, dengan Case Fatality Rate sekitar 76-80% dan 80% kasus flu burung menyerang anak-anak serta remaja. Ditakutkan penderita kasus flu burung ini akan meningkat menjadi pandemi.
Melihat
kenyataan ini, maka sebaiknya kita harus mewaspadai adanya penyakit flu
burung dengan cara mengetahui dengan benar informasi tentang penyakit
ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasikan dan penanganan pun dapat diambil secara dini. Dengan adanya hal ini kita dapat mencegah penyebaran flu burung secara luas.
BAB II
ISI
Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk famili Orthomyxoviridae, yang terbagi atas (1) Virus influenza tipe A yang secara antigenik sangat bervariasi dan dapat berubah-rubah bentuk (Drift, Shift) dan merupakan penyebab dari sebagian besar kasus epidemi dan pandemi. (2) Virus influenza
tipe B dapat juga memperlihatkan perubahan antigenik dan kadang-kadang
menyebabkan epidemi. (3) Virus influenza tipe C yang secara antigenik
bersifat stabil dan hanya menyebabkan penyakit ringan.
Perbedaan
antigenik diperlihatkan oleh protein struktural internal, nukloeprotein
(NP), dan protein matriks (M), digunakan untuk membagi virus influenza
menjadi tipe A, B dan C. Sedangkan variasi antigenik pada glikoprotein
permukaan yang terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N),
digunakan untuk menentukan subtipenya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada hewan terdapat jenis H1-H5 dan N1-N9. Strain
yang sangat virulen adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat
bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30
hari pada 0º C. Virus akan mati pada pemanasan 60º C selama 30 menit
atau 56º C selama 3 jam, dengan detergen dan dengan desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodine.
Epidemiologi
Seperti
halnya SARS, epidemiologi dari flu burung ini sangat kompleks dan tidak
sepenuhnya dimengerti. Virus influenza A dapat menginfeksi manusia dan
juga pada hewan lainnya seperti bebek, ayam, babi, paus, kuda dan anjing
laut, sedangkan virus influenza B dan C beredar secara luas hanya pada manusia.
Burung
liar adalah sumber primer semua subtipe dari virus influenza A dan juga
merupakan sumber penularan pada hewan lain, tetapi tidak pada manusia. Kebanyakan
virus influenza menyebabkan infeksi yang asimptomatik atau infeksi
ringan pada burung dan gejala yang timbul pada unggas tergantung pada
strain dari virus. Infeksi dengan beberapa virus Avian influenza A
(contohnya pada strain H5 dan H7) dapat menyebabkan penyebaran penyakit
yang luas dan kematian pada beberapa spesies burung liar dan burung
peliharaan seperti ayam dan kalkun. Babi dapat terinfeksi oleh virus flu
burung dan virus flu pada manusia selain virus flu pada babi sendiri,
maka babi mungkin terinfeksi oleh virus dari spesies yang berbeda pada
saat yang bersamaan. Apabila ini terjadi, maka
gen-gen dari virus yang menginfeksi dapat bercampur sehingga akan
menciptakan gen virus yang baru. Contoh: apabila seeokor babi terinfeksi
oleh virus flu burung dan flu manusia pada saat yang bersamaan virus
tersebut dapat bercampur dan menghasilkan virus baru yang memiliki gen
yang mirip dengan virus dari manusia, namun memiliki Hemaglutinin /
Neuramidase dari virus flu burung. Maka virus tersebut akan dapat
menginfeksi dan menyebar diantara manusia, namun memiliki protein
permukaan yang belum pernah ditemukan sebelumnya pada virus influenza
yang menginfeksi manusia. Perubahan semacam ini disebut antigenic shift. Antigenic shift
akan menghasilkan subtipe virus influenza A baru, sehingga manusia
hanya akan memiliki sedikit kekebalan atau bahkan tidak ada kekebalan
sama sekali terhadap virus tersebut. Jika virus ini menyebabkan sakit
pada orang dan dapat ditularkan pada orang dengan mudah dari manusia ke
manusia maka akan timbul pandemi. Epidemiologi yang tepat dan mekanisme
yang pasti dari penyebaran virus ini ke manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.
Perubahan antigenik itu sendiri terdiri dari dua jenis, yang pertama adalah antigenic drift atau
penyimpangan antigen atau disebut dengan perubahan antigenik minor
dimana hanya terjadi perubahan kecil komposisi antigen dan tidak
mengalami perubahan subtipe, proses ini biasanya berjalan lama.
Sedangkan antigenic shift atau pergeseran antigen atau
juga disebut perubahan antigenik mayor menyebabkan perubahan drastis
pada rangkaian protein permukaan virus. Mekanisme yang mungkin untuk
kejadian ini adalah percampuran kembali genetika antara virus influenza
manusia dan non manusia, khususnya yang berasal dari burung. Virus influenza tipe B dan C tidak menunjukan proses ini, hal ini dikarenakan hanya sedikit virus yang terkait dengan hewan.
Apabila
virus influenza terdapat pada peternakan domestik, virus ini mempunyai
sifat yang sangat menular, dan burung liar tidak lagi menjadi faktor
penting dalam penyebaran. Burung yang terinfeksi mengeluarkan
virus dengan konsentrasi yang besar pada feses burung dan sekret hidung
dan mata. Apabila mengenai kumpulan burung, maka virus akan menyebar
dari satu kelompok ke kelompok lain dengan melibatkan burung yang
terinfeksi, peralatan yang terkontaminasi, telur, truk makanan dan kru
pelayanan. Penyakit ini secara umum menyebar pada kelompok dengan kontak
langsung.
Infeksi Avian Influenza pada manusia
Infeksi
pada manusia pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997, dimana
virus H5N1 menyebabkan penyakit pernafasan yang berat pada 18 orang, 6
orang diantaranya meninggal. Infeksi yang terjadi pada manusia bersamaan
dengan terjadinya epidemi pada virus influenza yang mempunyai
patogenitas yang tinggi, yang disebabkan oleh strain yang sama pada
peternakan di Hongkong.
Pada
penelitian lebih lanjut pada kejadian ini, tergantung dari kontak
langsung dengan unggas hidup yang terinfeksi (sumber infeksi). Pada
penelitian genetika, ditemukan virus berpindah secara langsung dari
burung ke manusia.
Dengan
adanya pemusnahan yang dilakukan secara cepat dalam waktu 3 hari
terhadap sekitar 5.000.000 burung pada peternakan di Hongkong,
mengurangi kesempatan lebih jauh infeksi ke manusia dan mencegah
terjadinya pandemi.
Tahun
|
Negara
|
Jumlah kasus
|
Jumlah Kematian
|
Tipe Virus Influenza A
|
1997
|
Hongkong
|
18
|
6
|
H5N1
|
1999
|
Hongkong
|
2
|
0
|
H9N2
|
1999
|
Cina
|
2
|
0
|
H9N2
|
2003
|
Hongkong
|
2
|
1
|
H5N1
|
2003
|
Belanda
|
89
|
1
|
H7N7
|
2003
|
Hongkong
|
1
|
1
|
H9N2
|
2003
|
NewYork
|
1
|
0
|
H7N2
|
2004
|
Thailand
|
12
|
8
|
H5N1
|
2004
|
Vietnam
|
23
|
15
|
H5N1
|
2004
|
Canada
|
1
|
0
|
H7N3
|
Tabel 1.1 Daftar kasus flu burung pada manusia sejak tahun 1997-2004
Kepentingan dari subtipe virus influensa tipe A H5N1
Dari 15
subtipe dari virus influenza, H5N1 merupakan subtipe yang mendapat
perhatian khusus. H5N1 bermutasi dengan cepat dan telah terbukti bahwa
subtipe ini mendapatkan gen dari virus yang menginfeksi hewan spesies
lain dan memiliki virulensi yang tinggi pada manusia terutama pada anak.
Burung yang bertahan hidup dari infeksi akan tetap mengekskresikan
virus dalam 10 hari, baik secara peroral maupun melalui feses yang
kemudian akan menginfeksi hewan lain maupun pada burung yang bermigrasi.
Pada
penelitian terbaru WHO didapatkan bahwa virus H5N1 ini tidak
memperlihatkan tanda-tanda adanya transmisi virus dari manusia ke
manusia. Hal ini diteliti pada satu kelurga di Vietnam, dimana ditemukan
2 anggota kelurga yang terkena virus ini. Bahan materi dari dari
genetik virus ini diambil dari sampel kakak beradik masing berumur 23
tahun dan 30 tahun. Ternyata kedua virus tersebut berasal dari unggas dan tidak mengandung gen dari virus influenza manusia. Penemuan
ini memperlihatkan bahwa virus tidak berubah menjadi bentuk yang dapat
menular dari satu orang ke orang lain. Dilaporkan juga tidak ada anggota
keluarga lain yang sakit, orang disekitarnya ataupun pekerja medis yang
terlibat dalam perawatan pasien ini.
Penularan
Flu
burung menular dari unggas ke unggas, dari unggas ke manusia, melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari air liur, sekret hidung
dan feses yang menderita flu burung. Penularan juga dapat terjadi jika
bersinggungan langsung atau kontak dengan unggas yang terinfeksi flu
burung. Kelompok resiko tinggi tertular
penyakit ini, yaitu : pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan
penjamah produk unggas lainnya. Sampai saat ini belum ada bukti
yang menyatakan bahwa virus flu burung dapat menular dari manusia ke
manusia atau menular melalui makanan.
Masa Inkubasi
Pada
unggas masa inkubasi berlangsung kurang lebih 1 minggu, sedangkan pada
manusia berkisar 1-3 hari. Masa infeksi 1 hari sebelum timbul gejala
sampai 3-5 hari timbul gejala. Pada anak-anak berlangsung sampai 21
hari.
Manifestasi Klinis
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia
- Gejala pada unggas
§ Jengger berwarna biru
§ Borok dikaki
§ Kematian mendadak
§ Bulu mengkerut
§ Kepala bengkak
§ Bersin
§ Diare
§ Bertingkah seperti depresi
- Gejala pada manusia
§ Demam (suhu badan diatas 38º C)
§ Batuk dan nyeri tenggorokan
§ Batuk
§ Pilek
§ Mialgia
§ Infeksi mata
§ Radang saluran pernafasan atas
§ Pneumonia
§ Respiratori distres
Kriteria Diagnosis
- Kasus Observasi
§ Panas badan diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
² Batuk
² Radang tenggorokan
² Sesak nafas
- Kasus Tersangka
§ Panas badan diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
² Batuk
² Radang tenggorokan
² Sesak nafas
Disertai tanda dibawah ini:
± Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtipe
± Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang tergolong kasus pasti
± Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit
± Bekerja di laboratorim yang memproses sample dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Higly Pathogenic Avian Influenza 1 minggu sebelum timbul gejala
- Kasus Probable
§ Kasus tersangka
§ Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes antibodi spesifik pada 1 spesimen serum
- Kasus Pasti
§ Hasil biakan virus influnza A (H5N1) positif atau
§ Hasil dengan pemeriksaan PCR untuk H5 positif
§ Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x
§ Hasil dengan IFA untuk antigen H5 positif
Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen darah (EDTA, beku/serum) dapat diambil di triage instalasi rawat darurat atau ruang perawatan. Spesimen darah, apus tenggorokan dikirim oleh petugas laboratorim ke badan LIDBANKES untuk konfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan rutin:
· Darah lengkap (Hb, leukosit, hitung jenis leukosit dan LED)
· Albumin / Globulin
· SGOT / SGPT
· Ureum, kreatinin
· Analisis gas darah
· Mikrobiologi
· Pemeriksaan gram dan basil tahan asam
· Kultur sputum / usap tenggorokan
Pemeriksaan Serologi:
Dapat dilakukan rapid test
terhadap virus influenza walaupun mungkin hasilnya tidak terlalu tepat,
dan deteksi antibodi (ELISA) serta deteksi antigen (HI, IF).
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan
akan dilakukan dalam 24 jam dengan menggunakan 2 pesawat radiologi, 1
pada ruang instalasi radiologi dan satu lagi adalah pesawat radiologi
yang bergerak dan berada didalam ruang perawatan.
Pemeriksaan foto thoraks dengan gambaran pnemonia berupa infiltrat yang tersebar di paru
Diagnosis Tes Spesifik
PCR
dan isolasi virus dapat dilakukan di CDC, permintaan untuk test melalui
pusat-pusat kesehatan. CDC akan menerima spesimen dari pasien yang
memiliki kriteria diagnosa. Spesimen yang diambil yaitu bilasan hidung
atau usapan tenggorokan, ini merupakan bahan terbaik untuk isolasi virus
dan harus didapatkan dalam 3 hari setelah timbul gejala.
Triage Instalasi Rawat Darurat
§ Rawat
darurat (emergency) adalah suatu keadaan dimana penderita memerlukan
pemeriksaan dan tindakan medis segera dan apabila tidak segera
dilakukan, dapat berakibat fatal bagi penderita.
§ Triage
adalah ruangan yang mempunyai fungsi untuk melakukan seleksi terhadap
penderita flu burung, dimana semua petugas telah melakukan Standard Universal Precaution .
§ Seleksi
pertama dilakukan oleh perawat yang telah dilatih dengan berpedoman
pada gejala-gejala flu burung dan faktor resikonya, sekaligus melakukan
pemeriksaan awal sebelum dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan
lanjutan.
§ Seleksi
kedua adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter triage, yang
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai standard pelayanan
medik mengenai flu burung yang ada.
§ Jika
diperlukan pemeriksaan penunjang, maka dokter segera melakukan
pemeriksaan laboratorium sederhana dan foto thoraks pada penderita
dengan bantuan petugas khusus.
§ Dari
hasil pemeriksaan diagnostik fisik dan penunjang tersebut, dokter dapat
memulangkan atau segera merawat penderita tersebut sesuai indikasi.
§ Untuk
penderita yang akan dirawat, maka dokter triage segera melaporkan hal
rencana perawatan penderita tersebut pada dokter konsulen jaga pada hari
itu, dan dokter triage harus mencatat kasus tersebut dalam formulir
khusus.
Indikasi Rawat Inap
§ Penderita menginap sedikitnya 1 hari berdasarkan rujukan dari triage instalasi rawat darurat
§ Petugas perawatan telah melakukan Standard Universal Precaution.
§ Semua penderita yang telah memenuhi kriteria flu burung dan telah dilakukan seleksi pada triage instalasi darurat tersebut.
§ Perawatan dilakukan paling sedikit 1 minggu diruang isolasi.
Indikasi Perawatan di ICU
§ Frekuensi nafas lebih dari 30x/menit atau mengalami dyspnoe
§ Ratio Pa O2 /Fi <>
§ Foto thoraks: penambahan infiltrat > 50% atau mengenai banyak lobus paru
§ Tekanan sistolik <>
§ Membutuhkan ventilator mekanik
§ Syok septik
§ Membutuhkan vasopressor (dopamin / dobutamin) > 4 jam
§ Fungsi ginjal memburuk (serum kreatin > 4 mg/dL)
Penanganan
§ Penderita dirawat diruang isolasi selama 7 hari (masa penularan), karena ditakutkan adanya transmisi melalui udara.
§ Oksigenasi,
jika terdapat sesak nafas dan apabila terdapat kecendrungan adanya
gagal nafas, dengan cara mempertahankan saturasi 02 > 90%
§ Hidrasi, yaitu pemberian cairan parenteral (infus) atau minum yang banyak
§ Terapi simptomatis untuk gejala flu, seperti analgetik, antipiretik, dekongestan dan antitusif
§ Amantadine
/ Rimantadine yang berfungsi menghambat hemaglutinin diberikan pada
awal infeksi, sedapat mungkin dalam 48 jam pertama selama 3-5 hari
dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila
BB > 45kg diberikan 100 mg dua kali sehari. Pada orang lanjut usia
dan penderita dengan penurunan fungsi hari atau ginjal, dosis harus
diturunkan.
§ Oseltamivir yang berfungsi menghambat neuramidase diberikan untuk anak < style=""> sebanyak
45 mg dua kali sehari; BB 23-40 kg sebanyak 60 mg dua kali sehari; BB
> 40 kg sebanyak 75 mg dua kali sehari. Dosis pada penderita dengan
usia > 13 tahun sebanyak 75 mg dua kali sehari. Harus diberikan dalam
waktu 36 jam setelah onset influenza. Pemberian dilakukan selama 5
hari.
§ Foto thoraks ulang
§ Laboratorium
§ Pada
kasus dengan respiratori distress, maka dilakukan pengobatan sesuai
prosedur RDS sebagaimana lasimnya, dan penderita dimasukan ke ruang
perawatan intensif (ICU).
§ Selanjutnya dapat dirawat di ruang perawatan biasa, jika :
± Hasil apus tenggorokan negatif dengan PCR atau biakan.
± Setelah 7 hari demam, kecuali demam berlanjut, atau sesuai pertimbangan dokter yang merawat atau penanganan adalah kasus demi kasus.
Apabila
kita berhadapan dengan seorang yang terkena gejala seperti flu,
kemoprofilaksis efektif untuk mencegah penularan influenza dibutuhkan.
Profilaksis dengan amatadine efektif untuk mencegah sebagian besar tipe
flu (Influenza A). Bagi yang tidak toleran terhadap amatadine dapat
menggunakan Oseltamivir (tamiflu) sebagai obat alternatif. Jika sudah
mendapatkan vaksinasi, maka kemoprofilaksis tidak dibutuhkan.
Direkomendasikan durasi pemberian profilaksis adalah 7-10 hari.
Pasien-pasien
yang memiliki resiko tinggi penularan influenza, maka sebaiknya
diberikan obat antiviral, jika disekitarnya ada yang terkena influenza
maka harus diberikan kemoprofilaksis.
Obat
antiviral efektif untuk treatment dari influenza jika dipakai setelah
muncul gejala-gejala awal. Sebab pemakaian antiviral ini terbatas,
penggunaan obat antiviral dipergunakan hanya pada masyarakat yang
memiliki resiko terjadinya komplikasi yang berat dari influenza yakni
mulai dari hari ke-2 onset penyakit tersebut.
Dalam
keadaan apapun, pengobatan juga harus diberikan kepada orang yang
mengunjungi pasien yang didiagnosis mengidap influenza. Pengobatan yang
disarankan untuk influenza yaitu oseltamivir (tamiflu) yang sesuai
dengan dosis harian serta usia untuk penyembuhan influenza. Lamanya
pengobatan direkomendasikan selama 5 hari. Untuk mengontrol infeksi
tersebut dilakukan monitoring oleh lembaga kesehatan seperti rumah
sakit.
Indikasi pemulangan penderita rawat inap dan follow-up
a. Indikasi Pemulangan
Ø Penderita bebas demam selama 72 jam
Ø Tidak batuk
Ø Perbaikan foto thoraks
Ø Laboratorium normal
b. Follow-up (tindak lanjut)
Ø Penderita
yang telah dipulangkan diwajibkan untuk melakukan follow-up di
poliklinik penyakit paru atau penyakit dalam atau penyakit anak.
Ø Pemerikasaan
ulang dilakukan 1 minggu setelah pulang, dan pada saat kontrol
dilakukan foto thorak dan tes lainnya yang masih abnormal.
Penanganan Jenasah
Seluruh petugas pemulasaran jenasah, harus mempersiapkan dan melakukannya sesuai standard universal precaution, untuk memandikan jenasah atau perlakuan khusus. Jenasah
tersebut ditutup dengan bahan yang terbuat dari plastik yang tidak
dapat ditembus oleh air atau oleh bahan dari kayu lainnya yang tidak
mudah tercemar. Jenasah tidak boleh disemayamkan lebih dari 4 jam
didalam pemulasaran jenasah. Jenasah sebaiknya dikremasi atau peti
jenasah diisolasi.
Pencegahan
- Pada unggas :
Ø Pemusnahan unggas atau burung yang terinfeksi flu burung
Ø Vaksinasi pada unggas atau burung yang sehat
- Pada manusia:
Ø Kelompok beresiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
· Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja
· Hindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi
· Gunakan alat pelindung seperti masker dan pakaian kerja
· Meninggalkan pakaian kerja di tempat kerja
· Membersihkan kotoran unggas setiap hari
Ø Masyarakat Umum
· Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi dan istirahat yang cukup
· Mengolah unggas dengan cara yang benar yaitu: pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit dalam tubuhnya)
· Memasak daging unggas sampai suhu 80º C selama 1 menit dan pada telur sampai suhu 64º C selama 4.5 menit
Kewaspadaan universal standard
· Cuci
tangan dilakukan dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun dan
sikat selam kurang lebih 5 menit, yaitu dengan menyikat seluruh
permukaan telapak tangan maupun punggung tangan. Hal ini dilakukan
sebelum dan sesudah memeriksa penderita.
· Pakaian yang digunakan adalah pakaian bedah atau pakaian sekali pakai.
· Memakai masker N95 atau minimal masker bedah.
· Menggunakan pelindung wajah/ kaca mata goegle (bila diperlukan)
· Menggunakan pakaian pelindung
· Menggunakan sarung tangan
· Menggunakan sepatu bot pelindung kaki
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Penyebab flu burung di Indonesia adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1, dengan Case Fatality Rate sekitar 76-80% dan sekitar 80% kasus menyerang anak-anak dan remaja.
Penyakit
ini ditularkan dari unggas ke unggas, dari unggas ke manusia, melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari air liur, sekret hidung
dan feses yang menderita flu burung. Kelompok resiko tinggi tertular
penyakit ini yaitu: pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan
penjamah produk unggas lainnya. Sampai saat ini belum ada bukti yang
menyatakan bahwa virus flu burung dapat menular dari manusia ke manusia
atau menular melalui makanan.
Kriteria
diagnosis dari penyakit ini sudah ditetapkan dan dibagi menjadi
beberapa kelompok, yang meliputi: kasus observasi, kasus tersangka,
kasus probable dan kasus pasti yang ditegakan berdasarkan manifestasi
klinik dan hasil laboratorium.
Apabila
kita berhadapan dengan seorang yang terkena gejala seperti flu,
kemoprofilaksis dengan amatadine atau oseltamivir (tamiflu) sebagai obat
alternatif. Penanganan dan perawatan pasien yang terserang penyakit flu
burung, misalnya pada triage istalasi rawat darurat, rawat inap, atau
dirawat diruang ICU harus berdasarkan prosedur tertentu, selain itu
dapat juga diberikan terapi simptomatis untuk gejala flu, seperti
analgetik, antipiretik, dekongestan dan antitusif, juga diberikan
antiviral seperti amantadine / rimantadine dan oseltamivir dengan dosis
tertentu selama 3-5 hari.
Perlu adanya kewaspadaan terutama pada kelompok beresiko tinggi, yaitu dengan memperhatikan cara pencegahan. Penangan
penyakit flu burung, memerlukan tindakan segera, cermat, dan tepat
sesuai prosedur agar penderita tidak bertambah parah atau bahkan
meninggal dunia
BAB IV
SARAN
Perlu
adanya penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit flu burung agar
masyarakat memiliki pengetahuan yang benar, sehingga baik pencegahan
maupun penanganan dapat dilakukan secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DepKes RI, mengenai Flu Burung, 2005, Jakarta, Indonesia.
3. CBC news/www.AvianInfluenza.co.id/hg/nds.2004.”Majority of Bird Flu Death in Young People”
4. Dept RI, Ditjen Bina Produksi Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan, 2005 “Aspek Veteriner dan Epidemiologi Avian Influenza”
Komentar :
Posting Komentar