PENDAHULUAN
Filariasis
adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae,
umumnya disebut filaria. Parasit filarial terklasifikasikan berdasarkan habitat cacing dewasa dalam “vertebral host” Kelompok kutaneus termasuk Loa loa, Onchocerca volvulus, dan Mansonella streptocerca. Kelompok limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Kelompok kavitas tubuh termasuk Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi.
Filariasis limfatik mengenai lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan di daerah tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh O volvulus
di seperempat bagian Afrika dan berpusat di Amerika Tengah dan Selatan.
Sekitar 3 juta orang di Afrika Tengah terinfeksi dengan L loa. Pada
tahun 1997, the World Health Organization (WHO) mencanangkan program
secara global untuk mengeliminasi filariasis limfatik sebagai masalah
kesehatan umum
Penyakit
filarial jarang menjadi fatal, tetapi konsekuensi dari infeksi dapat
menyebabkan persoalan perseorangan dan sosial ekonomi yang cukup
signifikan bagi mereka yang terkena. WHO telah mengidentifikasikan
filariasis limfatik sebagai penyebab kedua dari kecacatan yang lama dan
permanen di dunia setelah lepra. Angka
kejadian filariasis pada manusia utamanya akibat dari respon hospes
terhadap microfilaria atau cacing dewasa di bagian tubuh yang berbeda.
Penyakit
ini dapat mengenai semua umur dan tidak terdapat perbedaan antara jenis
kelamin laki-laki maupun perempuan. Selain itu penyakit filariasis ini
dapat ditemukan pada semua ras, tidak ada predileksi ras tertentu.
Sampai
saat ini Filariasis masih merupakan problem kesehatan di Indonesia,
distribusi infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi
berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan di beberapa daerah
merupakan endemis.
Di
daerah endemis biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya
nyamuk yang berdekatan dengan habitat manusia, sehingga manusia dapat
berulang kali digigit oleh nyamuk dan infeksi terjadi secara bertahap,
namun demukian tidak berarti dapat selalu menyebabkan gejala klinik.
Faktor
yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan
jumlah mikrofilaria dalam darah, sehinnga di daerah hipoendemis, nyamuk
sangat sedikit membawa larva infektif dengan sendirinya penularan
filaria sangat berkurang.
Siklus Hidup
Parasit
filaria adalah suatu nematoda yang berbentuk panjang seperti benang
yang hidup di dalam jaringan untuk waktu yang lama dan secara teratur
menghasilkan mikrofilaria. Manifestasi klinis biasanya terjadi
bertahun-tahun setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang
ditemukan pada anak. Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di
darah atau kulit dan mencapai tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk.
Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit filarial, hanya
sedikit yang menginfeksi manusia.
Dari parasit filarial yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus, merupakan penyebab infeksi yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi hidup didaerah tropis seperti Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
Semua
parasit filarial yang hidup dalam tubuh manusia mempunyai siklus hidup
yang sama yaitu 5 tingkat perkembangan larva, tiga pada hospes perantara
yaitu nyamuk dan dua pada manusia. Masing –masing tingkat perkembangan
ditandai dengan adanya pertumbuhan dan pertukaran kulit. Cacing betina
dewasa dapat menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Apabila
mikrofilaria termakan oleh nyamuk yang cocok, mereka dengan cepat
mencapai sel akan menembus dinding lambung nyamuk dan berpindah melalui
jaringan sehingga yang cocok untuk perkembangannya. Seperti larva W. bancrofti, hanya akan berkembang pada otot dada nyamuk. Dalam waktu 12 hari, terbentuk mikrofilaria yang halus dengan panjang 250 mm, kemudian berubah menjadi larva tingkat tiga yang infektif dengan panjang 1500 mm.
Pada saat ini nyamuk menjadi infektif dan bila menggigit manusia, larva
yang infeksius secara aktif akan menembus kulit ditempat gigitan dan
dengan cepat akan sampai ke saluran limfe, dalam beberapa bulan akan
mengalami dua kali penggantian kulit sebelum menjadi dewasa.
Hal
ini berbeda dengan malaria, sporozoit masuk kedalam tubuh manusia
secara pasif yaitu sewaktu nyamuk menggigit manusia, sporozoit
disemprotkan bersama ludah nyamuk ke dalam pembuluh darah. Tidak ada
multiplikasi cacing filarial pada manusia, sehingga banyaknya cacing dan
beratnya infeksi secara proporsional bergantung kepada banyaknya larva
yang infektif, Keadaan ini biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Jadi
kronisitas dan komplikasi elephantiasis pada lymphatic filariasis dan
kebutaan pada onchocerciasis hanya terlihat pada orang yang tinggal di daerah endemic dalam waktu yang lama.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai filariasis, terutama yang banyak menginfeksi manusia seperti kelompok filariasis limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dan kelompok filariasis kutaneus termasuk Loa loa dan Onchocerca volvulus.
BAB II
FILARIASIS LIMFATIK
A. Filariasis Bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wechereria bancrofti.
Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan
mikrofilaria ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi bias
terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan sumbatan
saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria bancrofti akan
mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa
berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x
0,2 mm, sedangkan cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu
80-100 mm x 0.2-0.3 mm.
Epidemiologi
W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan bahwa penyakit ini telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada
lebih dari 80 negara. Diperkirakan bahwa 250 juta orang di dunia telah
terinfeksi dengan parasit ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara
Afrika. Di Asia, parasit ini endemik di daerah rural dan urban seperti
India, Srilanka dan Myanmar; ditemukan sedikit di daerah pedesaan di
Thailand dan Vietnam. Di daerah endemik sekitar 10-50% laki-laki dan 10%
wanita terinfeksi oleh penyakit ini.
Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Lombok. Nyamuk Anopheles_ dan Culex merupakan vector yang menggigit pada malam hari untuk tipe W. bracofti periodic nokturna, sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh nyamuk Aedes
yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemic, pemaparan dimulai
pada masa anak – anak, angka mikrofilaria meningkat bersama dengan
meningkatnya umur, meskipun infeksi tidak disertai dengan gejala klinis
yang nyata.
Siklus Hidup
Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis
(labela) nyamuk sewaktu menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi
dalam saluran limfe dan kelenjar limfe kemudian mereka akan tumbuh
menjadi dewasa betina dan jantan. Mikrofilaria pertama sekali ditemukan
didaerah perifer 6 bulan – 1 tahun setelah infeksi, dan jika tidak
terjadi reinfeksi, mikrofilaria ini dapat bertahan 5 – 10 tahun. Penjamu
perantara mendapatkan infeksi dengan menghisap darah yang mengandung
mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya didalam lambung
nyamuk. Larva akan bermigrasi ke otot – otot dada dan berkembang menjadi
larva yang infektif dalam waktu 10 – 14 hari
Cacing dewasa dalam
saluran limfe
Larva bermigrasi ke limfatik Yang betina mangeluarkan
berkembang menjadi bentuk dewasa mikrofilaria dalam darah
Larva infektif masuk ke dalam hospes Nyamuk menghisap mikrofilaria
ketika nyamuk menghisap darah dalam darah yang dihisapnya
Larva infektif berkembang
dalam nyamuk
Gambar 2.1. Siklus Hidup Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
Respon Imunologis
Infeksi
parasit filaria ditandai dengan induksi respon tipe alergi, terlihat
peningkatan jumlah eosinofil pada darah tepi dan peningkatan IgE
spesifik, IgG4 dan IL-4. Respons imunitas selular juga berkembang pada
orang yang tinggal di daerah endemik filariasis , sehingga keadaan ini
berperan untuk menekan timbulnya gejala klinis pada sebagian orang.
Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah endemik
dengan daerah endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan intensitas paparan terhadap vektor yang infektif diantara
daerah endemic tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia,
adalah suatu keadaan yang terjadi apabila seseorang yang terinfeksi
mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan mikriofilaria didalam
darah, atau karena microfilaremia sangat rendah sehingga tidak
terdeteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. Asymptomatic microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat tetapi tanpa gejala sama sekali.
Manifestasi
akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid), menggigil
dan lesu, limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari, dan
dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Pada banyak kasus, demam
filarial tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan meluas
kedaerah distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal.
Limfangitis dan limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas
bawah dari pada atas. Selain pada tungkai, dapat mengenai alat kelamin,
(tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.
Manifestasi
kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi
beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis
bervariasi mulai dari ringan sampai berat yang diikuti dengan perjalanan
penyakit obstruksi yang kronis. Tanda klinis utama yaitu hydrocele,limfedema,elefantiasis dan chyluria, meningkat sesuai bertambahnya usia.
Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah hydrocele.
Selain itu dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis, edem karena
penebalan kulit skrotum, sedangkan pada perempuan bisa dijumpai
limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas, episode
limfedema pada ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah
saluran limfe yang terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering
terkena ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti, infeksi didaerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya, berbeda dengan B.malayi yang hanya mengenai ekstremitas bawah saja..
Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) :
Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan spontan bila
kaki dinaikan.
Derajat 2 : Limfedema umumnya edem non pitting, tidak secara spontan hilang
dengan menaikan kaki.
Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah dengan
dermatosclerosis dan lesi papillomatous.
Gambar 2.2. Elephantiasis pada tungkai bawah seorang pria akibat infeksi Wuchereria bancrofti
Gambar 2.3. Hydrocele bilateral, pembesaran testis dan limfadenopati inguinal pada seorang pria yang terinfeksi Wuchereria bancrofti dengan mikrofilaremik
Pemeriksaan laboratorium
Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai
10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal
atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai 2 pagi yang
dipulas dengan pewarnaan Giems atau Wright.
Gambar 2.4. Mikrofilaria dari Wuchereria bancrofti pada pemeriksaan darah perifer
Diagnosa
Diagnosa
filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan nyamuk di
daerah endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah
pada waktu malam hari.
Biopsi
kelenjar dilakukan bila mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah,
hal tersebut hanya dilakukan pada kelenjar limfe ekstrimitas, dan di
sini mungkin akan ditemukan cacing dewasa. Biopsi ini dapat pula
menimbulkan gangguan drainase saluran limfe. Suntikan intradermal dengan
antigen filaria, reaksi ikatan komlemen, hemaglutinasi dan flokulasi
penting untuk diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat ditemukan dalam
darah.
Dengan
pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di
dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini
sekarang dipertimbangkan sebagai diagnosis yang paten infeksi filarial
dan dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan.
Jika
dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis
untuk menemukan adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum,
kadar IgE serum yang meningkat ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif.
Tes
provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria pada darah
tepi yang diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya mikrofilaria
bersifat nokturnal. Diberikan DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil 45-50
menit setelah pemberian obat.
Selain
itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria. Mikrofilaria
dihitung dengan mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan dengan asetat
3% sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat dibawah mikroskop dengan
menggunakan Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan :
- Densitas tinggi : 50mf/ml darah
- Densitas rendah : 1-49mf/ml darah
- Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
Pemeriksaan
limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau dilatasi
disertai bentuk saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke
kulit dapat membantu diagnosis penyakit ini.
Diagnosa Banding
Infeksi
bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial Adeno
limfadenitis Akut, Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit
sistemik granulomatous lainnya seringkali dikacaukan dengan filariasis
Pengobatan
· Perawatan umum :
- Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan mengurangi derajat serangan akut.
- Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
- Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema
· Pengobatan Spesifik
Penggunaan
obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan limfangitis masih
kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang menunjukkan
pemberian dietilkarbamazin (DEC), suatu derivat piperazin. Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan)
dapat berguna untuk terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat
diberikan pada mikrofilaremik yang asimptomatik untuk mengurangi jumlah
parasit di dalam darah. Obat ini juga dapat membunuh cacing dewasa.
Dosis pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara bertahap.
Anak-anak :
- 1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I
- 1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II
- 1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III
- 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Dewasa :
- 50 mg P.O. dosis tunggal hari I
- 50 mg P.O. 3x/hari pada hari II
- 100mg P.O. 3x/hari pada hari III
- 6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah diberikan dosis 6 mg/KgBB 3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti lebih sensitif daripada Brugia malayi pada pemberian terapi dietilkarbamazin.
Efek
samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma,
biasanya disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-kadang
oleh cacing dewasa, terutama pada infeksi berat. Gejala ini berkembang
dalam 2 hari pertama, kadang – kadang dalam 12 jam setelah pemberian
obat dan bertahan 3 – 4 hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di
scrotum dan sela paha setelah pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi
matinya cacing. Dietilkarbamaasin tidak dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat
lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin ( Mectizan
) dan albendazol. Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi dapat
di berikan dengan dosis tunggal 400 mg
/ kgBB. Bila ivermectin dosis tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan
hilangnya mikrofilaria lebih cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa
albendazol 400 mg dosis tunggal lebih efektif daripada ivermectin.
Dapat
juga diberikan Furapyrimidone yang mempunyai efek yang sama dengan DEC
dalam hal mikrofilarisidal. Dosis yang dianjurkan untuk Brugia malayi adlah 15-20 mg/kgBB/hari selama 6 hari. Sedangkan untuk Wuchereria banrofti 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari. Efek samping ringan hanya berupa iritasi gastrointestinal dan panas.
· Pengobatan Pembedahan
Pembedahan
untuk melenyapkan elephantiasis skrotum, vulva dan mammae mudah
dilakukan dengan hasil yang memuaskan. Perbaikan tungkai yang membesar
dengan anastomosis antara saluran limfe yang letaknya dalam dengan yang
perifer tidak terlalu memuaskan.
Prognosis
Prognosis
penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria
dalam tubuh penderita, potensi cacing untuk berkembang biak, kesempatan
untuk infeksi ulang dan aktivitas RES.
Pada
kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah
dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan
dengan pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus
lanjut terutama dengan edema pada tungkai, prognosis lebih buruk.
Pencegahan
WHO
telah merencanakan eradikasi filariasis didunia pada 10 tahun
mendatang. Pengobatan masal pada populasi yang menderita filariasis
dengan DEC atau pengulangan ivermectin sekali pertahun, secara nyata
mereduksi mikrofilaremia. Secara teoritis pengobatan sekali setahun
efektif bila diberikan minimal 5 tahun.
DEC
tidak bersifat toksik oleh karena itu dapat ditambahkan ke dalam garam
atau bahan makanan lainnya. Keberhasilan tergantung dari kerja sama yang
baik, sosioekonomi dan kebiasaan. Dosis yang dianjurkan adalah 6
mg/kgBB/bulan selama 12 bulan. Sedangkan pada penduduk yang idak
kooperatif diberikan 6 mg/kgBB/minggu dengan total dosis 36 mg/kgBB.
B. Filariasis Malayi
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi.
Cacing dewasa jenis ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan
diaameter 70-80 mikrometer. Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang
43-55 mm dan berdiameter 130-170 mikrometer.
Epidemiologi
Penyebaran
geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina,
India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea dan sebagian kecil Jepang.
Didaerah penyebarannya terdapat di daerah dataran sesuai dengan tempat hidup nyamuk Mansonia. Nyamuk terdapat di daerah rendah dngan banyak kolam yang bertanaman pistia (suatu tumbuhan air).
Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya Anopheles maka terdapat di daerah kota dan sekitarnya.
Lingkaran Hidup
Manusia
merupakan hopes definitif. Periodisitas nokturnal mikrofilaria yang
bersarung dan berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W. Bancrofti. Sebagai hospes perantara adalah Mansonia, Anopheles dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria tumbuh menjadi larva infektif dalam waktu 6-12 hari.
Patogenesis dan Gejala Klinik
Gejala klinik dari Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti
adalah sama. Manifestasi dari infeksi akut adalah limfadenitis rekuren
dan limfangitis. Pada filariasis kronik terjadi terjadi obstruksi
limfatik yang menyebabkan hidrokel dan elefantiasis.
Brugia malayi berbeda dengan Wuchereria bancrofti
dalam hal pasien dengan gejala filariasis yaitu mempunyai jumlah
mikrofilaria yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak
menunjukkan gejala. Di Malaysia dengan perbandingan samapai 5 kali.
Filariasis Malayi khas dengan adanya limfadenopati superfisial dan
eosinofilia yang tinggi (7-70%)
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah dengan tetesan darah tebal atau tipis.
Pengobatan
Sama dengan pengobatan Wuchereria bancrofti. Pencegahan terhadap vektor ini dengan cara memberantas vektor nyamuk tersebut dan menyingkirkan tanaman pistia. Stratiotes dengan Fenoxoilen 30 gram merupakan obat murah dan memuaskan terhadap tumbuh-tumbuhan air ini.
C. Filariasis Timori
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori.
Cacing jantan berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer.
Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100
mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote,
Flores dan beberapa pulau sekitarnya.
Cacing
dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah
Anopheles barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia
Malayi, yaitu lekuk badannya patah-patah dan susunan intinya tidak
teratur, perbedaannya terletak di dalam hal :
- Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
- Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil daripada inti-inti lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan Brugia malayi.
- Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
- Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.
Gejala klinis dan pengobatannya menyerupai Brugia malayi
Tropical Pulmonary Eosinophilia
Keberadaan dari mikrofilaria di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan terjadinya tropical pulmonary eosinophilia,
yaitu suatu sindroma yang disebabkan mikrofilaria yang berada di dalam
paru-paru dan kelenjar limfe dengan gejala-gejala seperti paroxysmal nocturnal cough
dengan disertai sesak nafas, demam, penurunan berat badan dan lemas.
Ronki dan rales didapatkan pada auskultasi dinding dada. Pada
pemeriksaan radiologi di dapatkan corakan bronkovaskular yang bertambah.
Episode yang berulang-ulang dapat menyebabkan fibrosis interstitial dan
gangguan pernafasan kronik. Hepatosplenomegali dan limfadenopati
generalisata sering ditemukan pada anak-anak.
Diagnosis
ditegakkan melalui riwayat tinggal di daerah endemik, eosinophilia
(>2000/µL), gejala klinik yang khas, peningkatan serum IgE
(>1000IU/Ml) dan peningkatan titer dari antibodi antimikrofilarial.
Walaupun mikrofilaria dapat ditemukan pada jaringan paru dan kelenjar
limfe, biopsi dari jaringan tidak dilakukan. Respon klinik terhadap
pemberian dietilkarbamazin (5mg/Kg/hari P.O.
BAB III
FILARIASIS KUTANEUS
A. Onchocerciasis
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus.
Juga dikenal sebagai hanging groins, leopard skin, river blindness,
atau sowda. Gejala klinis akibat adanya microfilaria di kulit dan
termasuk pruritus, bengkak subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan
Cacing
dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter 130-210 mikrometer.
Sedangkan cacing betina berukuran panjang 33,5-50 mm dengan diameter
270-400 mikrometer.
Cacing
dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau lebih dalam,
biasanya timbul di daerah pelvis, temporal dan daerah occipital.
Mikrofilarianya dapat ditemukan didalam jaringan subkutis, darah tepi,
urine dan sputum.
Manson (1982) mengatakan bahwa vektor dari penyakit ini adalah sejenis lalat betina yang disebut Black fly, yaitu golongan Simulium
sp. Diduga Onchocerciasis kronis disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap antigen parasit, meningkatkan eosinophilia,
dan mengakibatkan serum immunoglobulin E (IgE) yang tinggi.
Manifestasi Klinik.
Trias gejala klinisnya berupa dermatitis, nodul kulit (yaitu onchocercomas), dan lesi okuler.
Ø Lesi kulit termasuk edema, pruritus, eritema, papula, erupsi scablike, perubahan pigmen, dan likenifikasi.
Ø Nodul kulit biasanya diatas tulang prominens.
Ø Lesi
pada mata biasanya berkaitan dengan durasi dan beratnya infeksi dan
disebabkan respon imun hospes yang abnormal terhadap mikrofilariae. Pada
mata ditemukan keratitis punctate, pannus, fibrosis kornea,
iridocyclitis, glaucoma, choroiditis, and atropi optik.
Gambar 3.1. Nodul Subkutaneus pada pinggul oleh karena infeksi Onchocerca volvulus
Gambar 3.2. Seorang pria yang buta karena mikrofilaria Onchocerca volvulus
Gambar 3.3. Kulit dengan kronik Onchodermatitis
Diagnosa
Infeksi o.volvulus
didiagnosis ketika microfilaria ditemukan pada beberapa bahan
pemeriksaan kulit dari bagian tubuh yang berbeda dari kedua sisi tubuh.
Pada
kasus yang dicurigai African onchocerciasis, daerah kulit yang
direkomendasikan adalah gluteus dan betis. Pada American onchocerciasis,
lebih disukai pada kulit skapula dan deltoid.
Sedangkan pada pemeriksaan microfilaria di mata, Microfilariae O volvulus dapat ditemukan di kornea atau mata bagian anterior dengan memakai slit-lamp
Pemeriksaan
antibody filarial dengan memakai antigen rekombinan dapat digunakan
untuk mendiagnosis immunoglobulin G4 onchocerciasis (IgG4). Pada
pemeriksaan Immunoglobulin serum, IgE serum meningkat dan IgG4 mungkin ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif.
Dengan menggunakan ultrasonografi maka dapat dideteksi adanya Onchocercoma dan perubahan vitreous di dalam mata.
B. Loaiasis
Penyababnya adalah cacing Loa loa. Cacing
jantan memiliki panjang 30-34 mm dan lebar 0,35-0,43 mm. Sedangkan
cacing betina loa-loa berukuran 40-70 mm dengan lebar 0,5 mm.
Lalat buah mangga atau deerflies dari Chrysops diduga sebagai vektor dari penyakit loaiasis. Respon infeksi Loa loa
berbeda antara penduduk daerah endemis dengan pendatang. Pendatang
dengan infeksi lebih menunjukkan gejala klinis dibandingkan penduduk
daerah endemis, meskipun dengan microfilaria level rendah. Eosinofil,
IgE serum, dan level antibody juga lebih tinggi pada pendatang.
Gambar 3.4. Vektor dari Loa loa yaitu lalat Chrysops
Gambar 3.5. Mikrofilaria dari Loa loa
Gejala infeksi Loa loa
biasanya berupa bengkak-bengkak di ekstremitas bagian subkutan, nyeri
lokal, pruritus, dan urtikaria. Microfilaremia biasanya asimptomatik. Manifestasi
infeksi lainnya yang jarang termasuk arthritis, kalsifikasi payudara,
meningoencephalopathy, fibrosis endomyocardial, neuropati perifer, efusi
pleura, dan retinopati. Loaiasis dapat menimbulkan penyulit berupa
lokal idiopatik angioedema bila tidak segera ditangani.
Gambar 3.6. Angioedema menyebabkan pembengkakan wajah pada seorang wanita yang terinfeksi Loa loa
Diagnosis
penyakit oleh adanya “Calabar swelling”, yaitu, edema subkutaneus yang
besar, noneritematous. Kebanyakan mengelilingi persendian. Selain itu
mikrofilaria Loa loa dapat ditemukan dalam darah. Dengan
pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di
dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria.
Loa loa meningoencephalopathy
Meningoencephalopathy
adalah komplikasi infeksi yang berat dan sering fatal. Sindroma
biasanya berhubungan dengan pemberian diethylcarbamazine (DEC) pada
seseorang dengan densitas microfilaremia yang tinggi, tetapi hal ini
mungkin terjadi tanpa terapi obat. DEC menyeabkan influx microfilariae
dalam jumlah besar ke dalam cairan cerebrospinal, menyebabkan obstruksi
kapiler, edema cerebral, hypoxia, dan koma. Granuloma necrotizing yang
terlokalisir juga muncul sebagai respon terhadap mikrofilaria.
C. Pengobatan
DEC
dalam dosis tinggi direkomendasikan untuk pengobatan Loa loa mulai hari
ke 4 sampai hari 21. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan DEC
patut dipertimbangkan untuk meminimalkan timbulnya manifestasi alergi
akibat mikrofilaria, terutama yang disebabkan oleh Onchocerca volvulus dan Loa loa. Untuk
mencegah timbulnya efek samping, maka penggunaan DEC dalam terapi
Onchocerciasis dan Loaiasis harus dimulai dari 50 mg dan dinaikkan
secara bertahap.
Suramin
(Germanin, Antrypol, Naganinum, Naganol) dapat pula digunakan sebagai
terapi Onchocerciasis. Namun WHO merekomendasikan agar Suramin tidak
diberikan pada penderita Onchocerciasis yang sudah tua dan lemah, pasien
dengan gangguan ginjal dan hati yang berat, anak-anak kurang dari 10
tahun, orang dengan kebutaan total dan pada wanita hamil.
Untuk
Onchocerciasis, nodulektomi dengan anestesi lokal merupakan terapi yang
sering digunakan untuk mengurangi komplikasi pada kulit dan mata.
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Filariasis
adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang disebut filaridae.,
dimana cacing dewasanya hidup dalam cairan san saluran limfe, jaringan
ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing dewasa betina
mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah, hidrokel,
kulit sesuai dengan sefat masing-masing spesiesnya.
Penyakit
filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik,
termasuk Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis
kelamin, usia maupun ras.
Penyakit
filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga
gambaran klinisnya spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk
limfatik biasnya digunakan sebagai tanda bahwa penyakit tersebut
disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya elefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis
penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan
bila tidak ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan
riwayat asal penderita, biopsi kelenjar limfe, dan pemeriksaan
serologis.
Prinsip
terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria
dewasa dan mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap
reaksi tubuh yang timbul akibat cacing yang mati. Dapat juga dilakukan
pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Prognosa tergantung dari perjalanan penyakitnya, dimana pada kasus yang kronik memiliki prognosa buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Chaerudin P. Lubis, Syahril Pasaribu. Filariasis
dalam Buku Ajar Penyakit Anak. Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi
Pertama. 2002. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 435-441
Herdiman T. Pohan. Filariasis dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi III. 2004. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 525-529
T.H. Rampengan, I.R. Laurents. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 1997. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 233-243
Nelson. Texbook of Pediatric edisi 17, hal 1161-1162
www.WHO.org 2005
Komentar :
Posting Komentar