1.Definisi
Kehamilan
ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah
kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim
Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba
(Wibowo, 2007). Pembagian menurut lokasi:
a. Kehamilan ektopik tuba: pars interstisialis, isthmus, ampulla, infundibulum, fimbria.
b.Kehamilan ektopik uterus: kanalis servikalis, divertikulum, kornu, tanduk rudimenter.
c.Kehamilan ektopik ovarium:
d.Kehamilan ektopik intraligamenter
e.Kehamilan ektopik abdominal
f.Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus
Kehamilan
ektopik yang paling banyak terjadi adalah di tuba, hal ini disebabkan
oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum uteri,
hal ini dapat disebabkan karena :
a.Adanya sikatrik pada tuba
b.Kelainan bawaan pada tuba
c.Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh hormonal ((Prawirohardjo, 2005).
2.Epidemiologi
Sebagian
besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi
(Wibowo, 2007).
3.Etiologi
Semua
faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan
seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik, yaitu :
a.Faktor dalam lumen tuba:
-Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
-Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
-Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
b.Faktor pada dinding tuba:
-Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
-Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
c.Faktor di luar dinding tuba:
-Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
-Tumor yang menekan dinding tuba
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
d.Faktor lain:
-Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
-Fertilisasi in vitro
-Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
-Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
-Infertilitas
-Mioma uteri
-Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005).
4.Patofisiologi
Tempat-tempat
implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi
tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri,
ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat
berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar.
Pada
keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot
endosalping yang relatif sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot
mati dan kemudian diresorbsi. Pada implantasi interkolumnar, zigot
menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian
tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut
pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan
mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di
tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan
perkembangannya tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat
implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat
invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan
ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan
progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan
Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi
hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya
bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.
Karena tempat implantasi pada kehamilan ektopik tidak
ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik
tersebut akan terkompromi. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi
pada kehamilan ektopik adalah:
1) hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi,
2) abortus ke dalam lumen tuba, dan
3) ruptur dinding tuba.
Abortus
ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars
isthmica. Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak
sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila
perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba
akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir
melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum
Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.
Pada kehamilan di pars
isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica
adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars
interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi
tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga
sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan
intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars
interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari
arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis
adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi. Kerusakan
yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi pun
diindikasikan.
Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus
maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat
trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah
ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput
amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat
berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta
dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti
uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).
5. Manifestasi klinis
Trias
gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah riwayat keterlambatan
haid atau amenorrhea yang diikuti perdarahan abnormal (60-80%), nyeri
abdominal atau pelvik (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru dapat
ditegakkan pada usia kehamilan 6 – 8 minggu saat timbulnya gejala
tersebut di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala
pada kehamilan muda, seperti mual, rasa penuh pada payudara, lemah,
nyeri bahu, dan dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik
didapatkan pelvic tenderness, pembesaran uterus dan massa adneksa.
(Saifiddin, 2002; Cunningham et al, 2005).
6.Diagnosis
a.Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat
terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak
ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat
atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul
dalam peritoneum.
b.Pemeriksaan fisik
i.Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
ii.Adanya
tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas
dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian
bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
iii. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
c. Pemeriksaan Penunjang
i. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
ii. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
iii. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah.
iv. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
v. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).
7. Diagnosis banding
a. Infeksi pelvik
b. Abortus iminens atau insipiens
c. Torsi kista ovarium
d. Ruptur korpus luteum
e. Appendisitis akut (Wibowo, 2007; Cunningham et al, 2005).
8. Penatalaksanaan
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan bedah.
a. Penatalaksanaan Medis
Pada
penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan
dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik yang
sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik
ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel
trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat
diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang
diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang
diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama,
ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin
ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg
(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi
methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat
ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus
memiliki syarat-syarat berikut ini: 1) keadaan hemodinamik yang stabil
dan tidak ada tanda robekan dari tuba, 2) tidak ada aktivitas jantung
janin, 3) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter
massa ektopik < 3,5 cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml,
6) harus ada informed consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7)
tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate..
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan
bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang
belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
i. Salpingostomi
Salpingostomi
adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter
kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di
atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil
konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati.
Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali)
untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi
gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
ii. Salpingotomi
Pada
dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan
perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
iii. Salpingektomi
Salpingektomi
diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik
mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan
rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta
dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7)
kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi
berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan
anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang
belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab
salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen
pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars
interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk
menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian
tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba
yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
iv. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila
terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi
dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di
bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi
dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan
bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat
diekspulsi dengan cairan bertekanan (Chalik, 2004).
9.Prognosis
a.Bagi kehamilan berikutnya
Umumnya
penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca
penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah
mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.
b.Bagi ibu
Bila
diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup
penyediaan darah dan fasilitas operasi serta narkose (Moechtar, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran
Fetomaternal. Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri William. Edisi XVIII. Jakarta: EGC.
3.
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2001. Kehamilan Ektopik. Dalam:
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius.
4. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan
(Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.
5.
Prawirohardjo S. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:
Ilmu Kandungan. Edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
6. Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo
7. Saifiddin AB. 2002. Kehamilan Ektopik Terganngu.
Dalam: Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi I. Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
8. Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
skip to main
|
skip to sidebar
blog ini menyediakan artikel kedokteran terbaru dan terlengkap.artikel ini berasal dari sumber yang terpercaya.bila anda tidak menemukan artikel yang anda cari di blog ini mohon anda konfirmasikan di kotak chat box kami.
Rabu, 26 Desember 2012
Kehamilan Ektopik Terganggu ( KET )
Diposting oleh
kumpulan artikel kedokteran terlengkap
di
7:23 PM
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
dr danny satriyo. Diberdayakan oleh Blogger.
My profil
Blog Archive
Artikel Popupler
-
EKTIMA I. PENDAHULUAN Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus . Penye...
Komentar :
Posting Komentar